KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Syarat dan Prosedur Menjadi Arbiter

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Syarat dan Prosedur Menjadi Arbiter

Syarat dan Prosedur Menjadi Arbiter
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Syarat dan Prosedur Menjadi Arbiter

PERTANYAAN

Kepada Yth. Admin Hukumonline.com, saya mau bertanya, bagaimana prosedur-prosedur untuk diangkat menjadi arbiter?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    Sebelumnya, Anda kurang spesifik menjelaskan maksud pertanyaan Anda. Apakah yang dimaksud adalah syarat-syarat seseorang menjadi arbiter atau cara pengangkatan seorang arbiter (yang memang sudah berprofesi sebagai arbiter) untuk menyelesaikan suatu sengketa/kasus? Oleh karena itu, kami akan menjelaskan mengenai keduanya.

     

    Arbitrase pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa perdata tetapi tidak melalui jalur pengadilan pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pengertian arbitrase yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”) sebagai berikut:

     

    “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”

    KLINIK TERKAIT

    Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian

    Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian
     
    Syarat Menjadi Arbiter Pada Umumnya
     

    Arbiter itu sendiri adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 7 UU 30/1999.

     

    Secara umum, mengenai penunjukan atau pengangkatan arbiter dapat kita jumpai pengaturannya dalam Pasal 12 UU 30/1999 yang berbunyi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    (1) Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:

    a.    cakap melakukan tindakan hukum;
    b.    berumur paling rendah 35 tahun;

    c.    tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;

    d.    tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan

    e.    memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

    (2) Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter.

     

    Dari bunyi pasal di atas dapat kita ketahui bahwa sepanjang seseorang memenuhi syarat-syarat di atas, maka ia dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Ketentuan ini juga tidak mensyaratkan bahwa ia harus menempuh pendidikan khusus untuk menjadi arbiter.

     

    Di samping itu, profesi arbiter tidak mensyaratkan sarjana hukum di dalamnya. Dalam artikel Arbiter Harus Mendua Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Nasional (“BANI”) N Krisnawenda menceritakan pengalamannya sewaktu menjadi anggota majelis arbitrase BANI. Krisnawenda sendiri adalah sarjana ekonomi dan meraih gelar magister dalam bidang sama. Menurutnya, telinga lebar, lapang dada, memang modal utama arbiter ditambah sikap hati-hati.

     

    Prosedur Pengangkatan Arbiter dalam Suatu Penyelesaian Sengketa/Kasus

     

    Kedua, kami akan menjelaskan bagaimana diangkatnya serorang arbiter untuk menangani sebuah kasus.

     

    Pada dasarnya, pemilihan arbiter itu dilakukan oleh para pihak yang bersengketa dan diusulkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Akan tetapi, dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase. Pengaturan ini dapat kita lihat dalam Pasal 13 ayat (1) UU 30/1999.

     

    Kemudian, dalam suatu arbitrase ad hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak [Pasal 13 ayat (2) UU 30/1999].

     

    Mengenai pemilihan dan pengangkatan arbiter tunggal dapat dilihat pengaturannya dalam Pasal 14 UU 30/1999:

     

    (1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal.

    (2) Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi harus mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal.

    (3) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon menerima usul pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu pihak, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal.

    Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar nama yang disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan memperhatikan baik rekomendasi maupun keberatan yang diajukan oleh para pihak terhadap orang ybs.

    Pasal di atas menjelaskan tentang pengangkatan arbiter tunggal. Dari sini kita bisa ketahui bahwa undang-undang memberikan kesempatan kepada salah satu pihak yang bersengketa untuk mengusulkan kepada pihak lainnya mengenai arbiter tunggal yang akan memeriksa dan memutus perkaranya. Jadi, para pihaklah yang menentukan arbiter tunggal itu. Akan tetapi, jika dalam kurun waktu yang ditentukan para pihak tidak berhasil menentukan, maka ketua pengadilan negeri yang mengangkat arbiter tunggal itu.

     

    Para pihak juga bisa menentukan lebih dari satu arbiter yang akan memeriksa dan memutus perkaranya (Pasal 15 UU 30/1999).

     

    Dengan ditunjuknya seorang arbiter atau beberapa arbiter oleh para pihak secara tertulis dan diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang arbiter atau beberapa arbiter secara tertulis, maka antara pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan terjadi suatu perjanjian perdata. Penunjukan ini mengakibatkan bahwa arbiter atau para arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti yang telah diperjanjikan bersama, demikian yang dikatakan dalam Pasal 17 UU 30/1999.

     

    Pada praktiknya, arbiter yang bekerja pada suatu badan/instansi tertentu juga harus memenuhi persyaratan tambahan yang ditentukan oleh badan/instansi yang  bersangkutan. Sebagai contoh, arbiter pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) mempunyai syarat khusus yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Lampiran Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor Kep–03/BAPMI/11.2002 tentang Arbiter BAPMI (“Keputusan BAPMI 03/2002”), yakni seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    a.    warga negara Indonesia;

    b.    cakap melakukan tindakan hukum;

    c.    berumur paling rendah 35 tahun dan;

    d.    memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidangnya paling sedikit 15 Tahun;

    e.    tidak pernah dihukum karena suatu tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan pasti; dan

    f.     tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

    g.    bukan merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk menjadi Arbiter oleh ketentuan perundang-perundangan yang berlaku;

    h.    terdaftar sebagai anggota dari asosiasi, himpunan, ikatan dan/atau bentuk organisasi lain yang telah menjadi anggota BAPMI;

    i.      berpendidikan minimum sarjana atau setara;

    j.     telah memperoleh izin orang-perorangan profesi pasar modal dari BAPEPAM atau terdaftar sebagai profesi penunjang pasar modal di BAPEPAM;

    k.    tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan/atau daftar orang yang tidak boleh melakukan tindakan tertentu di bidang pasar modal sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan/atau tidak pernah dihukum karena suatu tindak pidana yang terkait dengan masalah ekonomi dan/atau keuangan dan;

    l.      memahami ketentuan perundang-perundangan di bidang pasar modal dan bidang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia;

    m. memahami Peraturan dan Acara BAPMI;

    n.    bukan merupakan pejabat di bidang pengawas pasar modal, direksi bursa efek, atau lembaga kliring dan penjaminan, atau lembaga penyimpanan dan penyelesaian; serta

    o.    bukan merupakan pejabat aktif dari instansi peradilan, kejaksaan atau kepolisian.

     

    Dari sini kita bisa lihat syarat lain atau syarat tambahan khusus yang juga harus dipenuhi oleh arbiter BAPMI yang membedakan dengan arbiter pada badan lainnya adalah terdaftar sebagai anggota dari asosiasi, himpunan, ikatan dan/atau bentuk organisasi lain yang telah menjadi anggota BAPMI, memahami Peraturan dan Acara BAPMI, dan sebagainya.

     

    Berdasarkan Pasal 8 Keputusan BAPMI 03/2002, calon arbiter yang telah memenuhi syarat-syarat di atas, akan diangkat sebagai Arbiter BAPMI, dengan mendaftarkan namanya ke dalam Daftar Arbiter BAPMI.

     

    Pengurus BAPMI berwenang memberhentikan atau membatalkan pendaftaran Arbiter dalam Daftar Arbiter BAPMI [Pasal 9 ayat (1) Keputusan BAPMI 03/2002] dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 Keputusan BAPMI 03/2002 tentang hal-hal yang dapat menyebabkan dicoretnya atau dibatalkannya pendaftaran seseorang sebagai Arbiter BAPMI, yaitu:

    a.    Terbukti melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang telah mendapat kekuatan pasti;

    b.    Termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan/ atau daftar orang yang tidak boleh melakukan tindakan tertentu dibidang pasar modal sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan/ atau dihukum karena suatu tindak pidana yang terkait dengan masalah ekonomi dan/ atau keuangan;

    c.    Berdasarkan pertimbangan dan saran dari Dewan Kehormatan dengan alasan-alasan tertentu;

    d.    Meninggal Dunia;

    e.    Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 peraturan ini.

     

    Jika Arbiter BAPMI telah dicoret atau dikeluarkan dari Daftar Arbiter BAPMI, maka ia tidak diperkenankan untuk menangani sengketa atau beda pendapat di BAPMI baik sebagai mediator maupun sebagai arbiterDemikian disebut dalam Pasal 11 Keputusan BAPMI 03/2002.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

    2.    Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal IndonesiaNomor Kep–03/BAPMI/11.2002 tentang Arbiter BAPMI.

      

    Tags

    arbiter

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!