Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Alasan-Alasan Berakhirnya Kontrak Kerja

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Alasan-Alasan Berakhirnya Kontrak Kerja

Alasan-Alasan Berakhirnya Kontrak Kerja
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Alasan-Alasan Berakhirnya Kontrak Kerja

PERTANYAAN

Terdapat suatu kontrak kerja antara individu dengan A (seorang direksi dan pihak yang mewakili perusahaan tersebut). Jika si A sudah tidak bekerja lagi pada perusahaan tersebut apakah kontrak kerjanya masih berlaku?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada kasus Anda, perjanjian kerja antara individu dengan A (sebagai perwakilan Perseroan Terbatas/ “PT”) adalah kontrak kerja antara individu dengan PT itu sendiri, bukan dengan A sebagai pribadi. Sehingga A yang sudah tidak bekerja pada perusahaan tersebut tidak akan mempengaruhi perjanjian kerja yang telah dibuat.

    Lantas, apa dasar hukumnya? Apa saja alasan-alasan yang bisa mengakhiri kontrak kerja?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Alasan-Alasan Berakhirnya Perjanjian Kerja yang ditulis oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada Senin, 7 Juli 2014.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Bagaimana Jika Proyek Selesai di Tengah Masa Kontrak?

    Bagaimana Jika Proyek Selesai di Tengah Masa Kontrak?

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa perusahaan yang Anda maksud berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”). Pengertian dari Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.[1]

    Berbicara mengenai PT, perlu kami jelaskan terlebih dahulu mengenai pertanggungjawaban subjek hukumnya pada ulasan berikut.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pertanggungjawaban Subjek Hukum

    Pada dasarnya, subjek hukum perdata terbagi menjadi dua yaitu orang dan badan hukum. Hal ini berdasarkan pemaparan dari Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 21) yang mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.

    Maka dari itu, sebagaimana layaknya subjek hukum, sebuah badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.[2]

    Lebih lanjut, sebuah PT dijalankan oleh sebuah Organ Perseroan yakni Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”), Direksi, dan Dewan Komisaris.[3] Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.[4] Lalu, mengutip artikel Sejauh Mana Wewenang Direksi Asing dalam PT PMA?, kewenangan direksi untuk mewakili perseroan ini tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.[5]

    Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulannya, A sebagai wakil dari perusahaan (PT) bertindak untuk dan atas nama PT. Hal tersebut dikarenakan PT sebagai badan hukum tidak dapat mengikatkan dirinya sendiri dengan pihak lain tanpa perantara dari pengurus-pengurusnya. 

    Maka menjawab pertanyaan Anda, kontrak kerja/perjanjian kerja antara individu dengan A (sebagai perwakilan PT) adalah kontrak kerja antara individu dengan PT itu sendiri, bukan dengan A sebagai pribadi. Adapun jika si A sudah tidak bekerja lagi pada perusahaan tersebut, hal itu tidak akan mempengaruhi kontrak kerja yang telah dibuat.

    Lantas, apa saja alasan berakhirnya perjanjian kerja?

    Alasan Berakhirnya Perjanjian Kerja

    Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[6] Pada dasarnya, berakhirnya perjanjian kerja antara pekerja dan pelaku usaha dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yaitu:

    1. pekerja meninggal dunia
    2. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
    3. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
    4. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
    5. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja.

    Adapun keadaan atau kejadian tertentu yang dimaksud di atas seperti bencana alam, kerusuhan sosial, atau gangguan keamanan.[7]

    Kemudian, perlu diketahui bahwa suatu perjanjian kerja tidak dapat berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan  akibat penjualan, pewarisan, atau hibah.[8] Jika terjadi pengalihan perusahaan, hak-hak pekerja menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja.[9]

    Lebih lanjut, jika pengusaha meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja.[10] Namun, jika yang meninggal dunia adalah pekerja, ahli waris pekerja berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.[11]

    Selanjutnya, penting untuk diketahui bahwa kontrak kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Ketenagakerjaan.

    Baca juga: Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    Namun, selain alasan yang diatur dalam Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terdapat alasan lain yang berdampak pada berakhirnya perjanjian kerja karena Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”). PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.[12] Alasan-alasan tersebut adalah:

    1. Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri (resign);[13]
    2. Pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis;[14]
    3. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;[15]
    4. Pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan;[16]
    5. Pekerja memasuki usia pensiun.[17]

    Alasan PHK dapat Anda baca selengkapnya pada Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang menambah baru Pasal 154A UU Ketenagakerjaan.

    Baca juga: Usia Pensiun Diatur Berbeda dari Peraturan Pemerintah, Bolehkah?

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

    Referensi:

    1. Andari Yurikosari. Ambivalensi Status dan Kedudukan PPPK Berdasarkan UU-ASN dan UU Ketenagakerjaan di Indonesia (Studi Tentang Kedudukan Pegawai Honorer Pada Instansi Pemerintah Pasca Diberlakukannya UU-ASN). Jurnal Civil Service, Vol. 1, No. 2, November 2016;
    2. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cetakan Kedua Puluh. Jakarta : PT Intermasa, 2003.

    [1] Pasal 109 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”).

    [2] Andari Yurikosari. Ambivalensi Status dan Kedudukan PPPK Berdasarkan UU-ASN dan UU Ketenagakerjaan di Indonesia (Studi Tentang Kedudukan Pegawai Honorer Pada Instansi Pemerintah Pasca Diberlakukannya UU-ASN). Jurnal Civil Service, Vol. 1, No. 2, November 2016, hal. 16.

    [3] Pasal 109 angka 1  Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 2 UU PT.

    [4] Pasal 98 ayat (1) UU PT.

    [5] Pasal 98 ayat (3) UU PT.

    [6] Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

    [7] Penjelasan Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja.

    [8] Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

    [9] Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.

    [10] Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.

    [11] Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (5) UU Ketenagakerjaan.

    [12] Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan.

    [13] Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang menambah baru Pasal 154A ayat (1) huruf i UU Ketenagakerjaan.

    [14] Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang menambah baru Pasal 154A ayat (1) huruf j UU Ketenagakerjaan.

    [15] Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang menambah baru Pasal 154A ayat (1) huruf l UU Ketenagakerjaan.

    [16] Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang menambah baru Pasal 154A ayat (1) huruf m UU Ketenagakerjaan.

    [17] Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang menambah baru Pasal 154A ayat (1) huruf n UU Ketenagakerjaan.

    Tags

    perjanjian kerja
    kontrak kerja

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!