KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Digugat Jika Pembagian dalam Wasiat Tak Sama?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bisakah Digugat Jika Pembagian dalam Wasiat Tak Sama?

Bisakah Digugat Jika Pembagian dalam Wasiat Tak Sama?
Muhammad Yasin, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Digugat Jika Pembagian dalam Wasiat Tak Sama?

PERTANYAAN

Ibu mertua saya (Minang/Islam) ingin membuat surat wasiat sebagai berikut: (i) satu unit rumah petak dan tanah diberikan kepada anak perempuan (4 orang); (ii) tiga unit rumah (petak) diberikan kepada anak laki-laki (4 orang). Pertanyaan saya: 1. Karena pembagian rumah di pihak laki-laki lebih kecil, apakah pihak laki-laki bisa menggugatnya di kemudian hari? 2. Apakah wasiat tersebut berlaku atau sah? Oh ya, bapak mertua saya sudah meninggal. Mohon jawabannya. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaannya.

     

    Pertama-tama penting dikemukakan konsep hukum tentang wasiat. Dalam perdata Barat (KUH Perdata), wasiat atau testamen adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Dengan kata lain, wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal (Subekti, 2001: 106).

     

    Dalam konsep hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam/KHI), wasiat adalah adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Kompilasi Hukum Islam menyebutkan wasiat hanya diperbolehkan maksimal 1/3 dari harta warisan kecuali semua ahli waris menyetujui. Dalam wasiat harus disebutkan secara tegas dan jelas siapa yang ditunjuk menerima harta benda. Jadi, jika salah satu saja dari pewaris tidak setuju wasiat yang melebihi 1/3, maka batas 1/3 harta warisan itu bersifat wajib. Kami tidak mengetahui pasti apakah pembagian yang Anda sebutkan melebihi sepertiga dari harta warisan keluarga Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Cara Membatalkan Surat Wasiat Menurut KUH Perdata

    Cara Membatalkan Surat Wasiat Menurut KUH Perdata
     

    Konsep hukum perdata (Barat) dan Islam sama-sama memiliki syarat formal yang harus dipenuhi untuk wasiat. Misalnya, syarat minimal umur, status harta yang diwasiatkan wajib berupa hak pewasiat, dan jumlah maksimal yang bisa diwasiatkan.

     

    Pasal 874 KUH Perdata memuat syarat bahwa isi pernyataan wasiat tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Dalam konteks hukum perdata, pembatasan lain yang bisa melahirkan gugatan di kemudian hari adalah bagian warisan yang menjadi hak para ahli waris (legitieme portie).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Sehubungan dengan kasus yang Anda sampaikan, kami ingin mengutip Prof. Yaswirman. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas Padang ini menulis bahwa pada masyarakat matriarkat seperti Minangkabau, penghibahan harta merupakan wewenang ibu kepada anak-anaknya. Anda bisa membaca artikel terkait: ‘Bisakah Meminta Warisan Ketika Ibu Masih Hidup’.

     

    Pada masyarakat Minangkabau, harta pusaka yang berasal dari pencaharian suami hanya diwarisi oleh kaumnya. Tetapi dalam praktek sudah ada upaya menyimpangi prinsip ini, dengan cara menghibahkan harta kepada anak-anak semasa masih hidup. Jika bentuknya hibah-wasiat, yang berlaku setelah pewasiat meninggal, umumnya berlaku prinsip semua anak mendapatkan bagian yang layak dan tidak boleh melenyapkan bagian yang lain. Bagian yang layak berarti setiap ahli waris memperoleh hak yang sama. Layak di sini, kata Prof. Yaswirman, dipertimbangkan secara konkrit (2011: 167).

     

    Seorang pensiunan hakim asal Minangkabau, H. Suardi Mahyudin, dalam bukunya ‘Dinamika Sistem Hukum Adat Minangkabau dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung (2009: 75), dalam sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau, kedudukan anak perempuan dianggap kuat. Perempuan dilindungi dimana rumah diperuntukkan bagi anak perempuan. Ikatan antara ibu dan anak perempuan cenderung bersifat sangat kuat.

     

    Dari buku ini tampak jelas bahwa hukum pewarisan di wilayah Minangkabau sudah mengalami dinamika. Ada upaya untuk mendobrak hukum adat yang berlaku. Praktek warisan adat Minangkabau termasuk sistem pewarisan dan hibah-wasiat telah menarik perhatian para sarjanasejak dulu. Indikasinya terlihat dari banyaknya buku yang membahas putusan-putusan adat Minangkabau. Bibliografi Hukum Indonesia 1945-1972 yang disusun Eddy Damian dan Robert N. Hornick (1984: 255-265), misalnya memuat 61 putusan hukum adat, dan 11 diantaranya secara khusus membahas adat Minangkabau. Ini bukan hanya menunjukkan besarnya perhatian, tetapi juga dinamika hukum adat.

     

    Perhatian juga tertuju pada kedudukan perempuan dalam waris. Peneliti luar, Renske Biezeveld menulis: ‘posisi kaum perempuan dalam masyarakat Minangkabau sudah menjadi perhatian besar para ahli, terutama berkaitan dengan hubungan yang cukup sulit antara sistem kekerabatan matrilineal dengan karakteristik Islam yang patriarkat. Kekerabatan matrilineal berarti anak keturunan dan harta warisan diatur menurut garis ibu atau pihak perempuan dalam keluarga’ (2010: 226).

     

    Jauh sebelumnya, tokoh masyarakat Minangkabau, Mochtar Naim, sudah mengingatkan persoalan tanah dan waris sedemikian akut, dan mendominasi perkara perdata di pengadilan di Sumatera Barat (1968: v). Prinsip hukum bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah selalu dijadikan acuan.

     

    Konteks ini perlu dikemukakan lebih dahulu untuk melihat masalah yang Anda kemukakan. Meskipun lebih menyangkut wasiat, pertanyaan Anda sepemahaman kami, juga menyangkut pembagian harta yang melibatkan ibu mertua yang bersuku Minangkabau dan beragama Islam.

     

    AA Navis menyebutkan secara umum ada empat cara memperoleh harta di Minangkabau, yakni:

    ·         Pusako (pusaka), berupa warisan yang diterima kemenakan dari mamak;

    ·         Tambilang basi (tembilang besi), harta yang diperoleh dengan hasil usaha sendiri, seperti dengan membuka sawah atau ladang;

    ·         Tambilang ameh (tembilang emas), dengan cara pembelian. Karena harta di Minangkabau tidak dapat dibeli, maka dilakukan dengan memegang gadai;

    ·         Hibah, harta yang diperoleh sebagai pemberian.

     

    Mengomentari pembagian harta oleh AA Navis tersebut, Prof. Yaswirman (2011: 150-151), Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas Padang, menambahkan yang dihibahkan bukan harta pusaka kaum, tetapi harta yang diperoleh seseorang dengan usaha sendiri. Dalam hal harta bersama (harta suarang), jika suami meninggal, maka harta itu dibagi dua antara isteri dengan ahli waris suami (kemenakannya).

     

    Lebih lanjut dikatakan Prof. Yaswirman, kemenakan laki-laki dan perempuan sama-sama berhak menerima warisan dengan kewajiban berbeda. Gelar diwarisi laki-laki, dan harta pusaka diwarisi oleh perempuan. Namun, Prof. Yaswirman juga mengakui adanya pergeseran dalam hukum kewarisan akibat pengaruh Islam di Sumatera Barat (2011: 158-1661).

     

    Umum diterima bahwa sepanjang sudah memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya Pasal 194-196 Kompilasi Hukum Islam, maka prosedur wasiat itu bisa dianggap sah. Tetapi keabsahan secara yuridis, baik formal maupun material, wasiat yang disusun mertua Anda, sepenuhnya tergantung pada proses hukum. Jika ternyata ada ahli waris yang tak menyetujui pembagian itu, maka ia berhak meminta pembatalan. Misalnya, Anda bisa menggunakan jalur adat, dibicarakan bersama ahli waris lain, agar mertua menarik kembali wasiat yang telah dibuat. Hukum memperbolehkan pewasiat menarik mencabut wasiatnya jika calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan, atau sudah setuju tetapi kemudian menarik kembali persetujuan itu.

     

    Menurut kami, jauh lebih baik menyelesaikan kasus ini secara baik-baik dan kekeluargaan daripada membawanya ke pengadilan. Kalaupun wasiat hendak dibatalkan melalui pengadilan, maka patut dikaji kembali dasar-dasar dapat dibatalkannya suatu wasiat.

     

    Berdasarkan Pasal 197 KHI, wasiat menjadi batal apabila:

    a.    calon penerima wasiat dihukum berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk tindak pidana tertentu terhadap pewasiat (pembunuhan, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat; memfitnah, menghalang-halangi pencabutan atau perubahan isi wasiat, menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat).

    b.    Orang yang ditunjuk menerima wasiat tidak tahu wasiat hingga ia meninggal; mengetahui wasiat tapi menolak untuk menerimanya; mengetahui wasiat tapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak hingga ia meninggal sebelum pewasiat meninggal.

    c.    Barang yang diwasiatkan musnah.

     

    Penjelasan singkat yang kami berikan ini tentu tak menafikan hak Anda untuk mengajukan gugatan. Cuma, penting Anda pahami sebab-sebab yang bisa membuat wasiat batal, sekaligus mempertimbangkan hukum adat yang berkembang di Sumatera Barat.

     

    Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat. Sebagai penutup kami kutipkan kalimat M. Natsir, tokoh nasional asal Minangkabau, seperti dimuat Suardi Mahyuddin: ‘Hukum adat Minangkabau menerima perubahan menurut zaman dan keadaan’.

     
     

    Rujukan Perundang-Undangan

    ·         Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

    ·         Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)

     

    Rujukan lebih lanjut

    1. Eddy Damian dan Robert N. Hornick. Bibliografi Hukum Indonesia; Daftar Pustaka Hukum Terbitan Tahun 1945-1972. Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 1984.
    2. Mochtar Naim (editor). Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau. Padang: Center for Minangkabau Studies Press, 1968.
    3. Renske Biezeveld, “Ragam Peran Adat di Sumatera Barat”, dalam Jamie S Davidson, David Henley, dan Sandra Moniaga (penyunting). Adat dalam Politik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010.
    4. Suardi Mahyuddin. Dinamika Sistem Hukum Adat Minangkabau dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung. Tanpa tempat: Candi Cipta Paramuda, 2009.
    5. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet.XXIX. Jakarta: Intermasa, 2001.
    6. Yaswirman. Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011.

        

    Tags

    hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!