Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Jika Orangtua Memisahkan Anak dengan Suaminya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Hukumnya Jika Orangtua Memisahkan Anak dengan Suaminya

Hukumnya Jika Orangtua Memisahkan Anak dengan Suaminya
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Jika Orangtua Memisahkan Anak dengan Suaminya

PERTANYAAN

Saya wanita berumur 31 tahun dan baru menikah. Pernikahan sebenarnya tidak disetujui oleh orang tua dikarenakan saya memutuskan untuk ikut agama suami. Kami sudah berusaha meminta restu tetapi karena orang tua saya tidak kunjung memberi restu, maka kami tetap menikah. Ketika orang tua saya tahu, saya dijemput paksa oleh keluarga saya dari kantor dengan beberapa bodyguard dan dibawa pulang dengan paksa. Saat ini saya dikurung di rumah di kota lain. Saya dipisahkan dari suami saya secara paksa dan tidak dapat kembali ke suami saya sampai sekarang. Jalur hukum apa yang dapat saya tempuh? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami perlu menyarankan bahwa hendaknya Anda membicarakan masalah ini secara baik-baik antara Anda dengan orang tua. Untuk itu, kami menekankan bahwa jalur hukum dijadikan sebagai upaya terakhir setelah upaya perdamaian secara kekeluargaan telah dilakukan.

     

    Memang, sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama anak mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya. Hal ini tertuang dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang berbunyi:

    KLINIK TERKAIT

    Kebebasan Memeluk Agama dan Kepercayaan sebagai Hak Asasi Manusia

    Kebebasan Memeluk Agama dan Kepercayaan sebagai Hak Asasi Manusia
     

    Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya.

     

    Menurut penjelasan pasal ini, anak dapat menentukan agama pilihannya apabila anak tersebut telah berakal dan bertanggung jawab, serta memenuhi syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Usia Berapa Anak Berhak Memilih Agama Sendiri?

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dalam hal ini Anda telah dewasa dan menikah. Oleh karena itu, Anda telah berakal dan bertanggung jawab untuk menentukan agama Anda sendiri. Atas dasar ini, sebenarnya segala langkah atau tindakan yang Anda ambil dalam kehidupan tidak memerlukan persetujuan lagi dari orang tua, terlebih hal ini menyangkut hak asasi manusia yang Anda miliki, yakni hak untuk memeluk agama dan beribadah menurut kepercayaan Anda.

     

    Hak beragama itu sendiri telah termaktub dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”):

     

    (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

    (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

     

    Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang berbunyi:

     

    (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

    (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

     

    Di samping itu, hak beragama berdasarkan Pasal 4 UU HAM juga merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun, termasuk orang tua Anda juga tidak dapat mengurangi dalam bentuk apapun hak Anda untuk bisa memeluk agama yang Anda yakini. Ini artinya, keputusan Anda untuk pindah agama mengikuti agama suami dan menikah dengan suami Anda sepenuhnya merupakan hak asasi Anda yang tidak bisa dilarang oleh orang tua Anda.

     

    Sebagai pihak yang direnggut haknya, Anda dapat mengambil langkah hukum dengan melakukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pengaduan pada Komnas HAM ini dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 90 ayat (1) UU HAM:

     

    Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.”

     

    Anda dapat mengajukan pengaduan baik lisan maupun tertulis pada Komnas HAM. Selengkapnya mengenai cara mengadu ke Komnas HAM dapat Anda temukan dalam tulisan berjudul Bagaimana Cara Mengadu ke Komnas HAM? yang kami akses dari laman Komnas HAM. Penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja tugas Komnas HAM dan proses mediasi HAM dapat Anda simak dalam artikel Membatasi Hak Anak Karena Pindah Agama.

     

    Kami melihat masalah yang Anda tanyakan tidak hanya mengenai hak beragama saja, tetapi juga masalah perampasan kemerdekaan Anda oleh orang tua dengan jalan menjemput paksa Anda kemudian mengurung Anda di rumah untuk dipisahkan dari suami Anda.

     

    Perbuatan orang tua yang memisahkan Anda dengan suami kemudian membawa Anda secara paksa dan mengurung Anda dapat dijerat Pasal 333 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:

     

    “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.”

     

    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 237) menjelaskan bahwa yang dimaksud “menahan” (merampas kemerdekaan orang) itu dapat dijalankan misalnya dengan mengurung, menutup dalam kamar, rumah, mengikat, dan sebagainya. Akan tetapi tidak perlu bahwa orang itu tidak dapat bergerak sama sekali. Disuruh tinggal dalam suatu rumah yang luas tetapi bila dijaga dan dibatasi kebebasan hidupnya juga masuk arti kata “menahan”.

     

    Sebagai korban, atas perbuatan orang tua Anda yang merampas kemerdekaan Anda, Anda dapat mengadu ke pihak berwajib untuk kemudian diproses hukum pidana.

     

    Sebagai contoh kasus dapat kita temukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian Nomor: 98/Pid.B/2012/PN.MBLN. Dalam putusan tersebut diketahui bahwa terdakwa antara lain melakukan tindakan memborgol tangan kiri saksi korban ke penarik pintu garasi dan mengurung korban di dalam garasi selama semalam. Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur “dengan sengaja menahan (merampas kemerdekaan) orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum berdasarkan Pasal 333 ayat (1) KUHP.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Dasar 1945;

    2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    3.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

    4.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

     
    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian Nomor: 98/Pid.B/2012/PN. MBLN.

     
    Referensi:

    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.

        

    Tags

    orang tua

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!