Saya berencana berlibur dengan menggunakan jasa biro perjalanan wisata. Yang ingin saya tanyakan adalah: 1. Seperti apa perlindungan hukum bagi konsumen biro perjalanan bila kemudian terjadi hal-hal yang merugikan seperti keterlambatan waktu, kehilangan barang di perjalanan, atau fasilitas yang tidak sesuai sebagaimana yang diiklankan? 2. Apa langkah yang bisa ditempuh oleh konsumen seperti saya bila saya dirugikan bukan oleh kesalahan mereka?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Anda selaku konsumen diberikan sejumlah hak dan perlindungan hukum dalam menggunakan jasa yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata (travel agent), di antaranya hak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan pelaku usaha wajib memberikannya.
Jika pelaku usaha menolak, Anda dapat mengajukan upaya penyelesaian di antaranya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”), yakni badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen di luar pengadilan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dipublikasikan pada 6 Mei 2015.
Hak Pengguna Jasa Travel Agent menurut UU Perlindungan Konsumen
Pada dasarnya, konsumen diberikan diberikan sejumlah hak dan perlindungan hukum, di antaranya sebagai berikut:
Jika Terjadi Keterlambatan Waktu
Jika keterlambatan yang Anda maksud berupa jadwal perjalanan tidak sesuai yang telah disepakati karena ada keterlambatan dari pihak travel agent, maka kita dapat merujuk pada Pasal 16 UU Perlindungan Konsumen:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pelaku usaha yang melanggarnya diancam pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.[2]
Selain itu, Anda sebagai konsumen yang dirugikan berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan pelaku usaha wajib memberikannya.[3]
Jika ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), tindakan travel agent yang tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian, dalam hal ini yaitu terlambat sehingga jadwal perjalanan juga menjadi terlambat, ini dikategorikan sebagai wanprestasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata.
Untuk mengetahui apakah pihak travel agent bertanggung jawab atas kehilangan barang Anda selaku konsumen, perlu dilihat lagi perjanjian antara kedua pihak. Jika dalam perjanjian diatur bahwa travel agent tidak menyediakan jasa penitipan dan setiap orang harus bertanggung jawab atas barang masing-masing, maka Anda tidak dapat menuntut pertanggungjawaban maupun ganti rugi terhadap travel agent atas kehilangan barang.
Namun, jika sedari awal Anda telah menitipkan barang-barang Anda selama di perjalanan kepada travel agent, kemudian barang Anda hilang, maka berdasarkan Pasal 1694 dan Pasal 1706 KUH Perdata, travel agent sebagai si penerima titipan wajib menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Penjelasan lebih lanjut soal penitipan barang dapat Anda simak dalam artikel Helm Hilang Bukan Tanggung Jawab Pengelola Parkir?
Jika Fasilitas Tidak Sesuai dengan yang Diiklankan
Pada dasarnya, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.[4]
Jika dilanggar, maka pelaku usaha yang bersangkutan diancam pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.[5] Tak hanya itu saja, pelaku usaha yang bersangkutan juga dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa pembayaran ganti rugi.[6]
Jika Travel Agent Enggan Memberikan Ganti Rugi
Secara hukum, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan,[7] yang dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.[8]
Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[9]
Patut diperhatikan, pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.[10]
Lantas, bagaimana jika konsumen telah meminta ganti kerugian tetapi pelaku usaha yang bersangkutan menolak?
Untuk menjawabnya, kami asumsikan bahwa penuntutan tersebut masih dalam proses negosiasi, yakni belum sampai pada upaya hukum seperti penyelesaian sengketa di dalam maupun di luar pengadilan.
Penyelesaian Sengketa
Jika masalah secara kekeluargaan itu telah Anda lakukan namun tidak berhasil, ini langkah yang dapat Anda lakukan:
Mengumpulkan bukti-bukti yang menguatkan bahwa kelalaian atau kesalahan terletak pada travel agent.
Mengajukan gugatan
Gugatan tersebut dapat Anda ajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”) jika Anda memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau ke badan peradilan di tempat kedudukan Anda selaku konsumen, jika memilih penyelesaian sengketa di pengadilan.[11]
Sebagai informasi tambahan, yang membedakan BPSK dengan penyelesaian melalui pengadilan, yakni BPSK menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase,[12]atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan,[13] dengan ketentuan:
Penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi
Penyelesaian dilakukan sendiri oleh para pihak dengan didampingi oleh majelis sebagai konsiliator (bertindak pasif) atau mediator (bertindak aktif).[14] Namun, BPSK wajib memberikan masukan yang seimbang kepada para pihak yang bersengketa.
Jika tercapai kesepakatan, hal itu dituangkan dalam perjanjian tertulis berupa surat perjanjian perdamaian yang ditandatangani para pihak yang bersengketa. Perjanjian tersebut kemudian dikuatkan oleh dalam bentuk keputusan, berupa Surat Putusan BPSK.[15]
Penyelesaian melalui arbitrase
Penyelesaian dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh majelis yang bertindak sebagai artbiter.[16] Dalam hal ini, para pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis.[17] Kemudian, arbiter yang dipilih tersebut memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis.[18]
Putusan BPSK dapat berupa perdamaian, menolak, atau mengabulkan gugatan konsumen.[19] Putusan tersebut bersifat final dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.[20] Terhadap putusan tersebut, dapat dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.[21]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.