Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Tersangka Berhak Mengetahui Hasil Visum et Repertum?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Tersangka Berhak Mengetahui Hasil Visum et Repertum?

Apakah Tersangka Berhak Mengetahui Hasil Visum et Repertum?
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Apakah Tersangka Berhak Mengetahui Hasil Visum et Repertum?

PERTANYAAN

Dear admin yth, saya mempunyai seorang teman yang dilaporkan ke Polres dengan kasus adanya dugaan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur padahal teman saya tidak melakukan perbuatan tersebut. Memang sudah diadakan visum et repertum berdasarkan rujukan dari pihak Kepolisian. Lalu teman saya langsung diperiksa atau BAP selama 3,5 jam dan ditahan pada ruang JUDISILA Polres tersebut selama 1 malam. Setelah itu akhirnya dia dilepas tetapi sang istri yang dijadikan penjamin dengan membayar sejumlah uang terhadap oknum kepolisian tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah: 1. Proses seperti apakah dan apakah dasar hukum seorang dapat dijadikan tersangka? 2. Apakah keluarga tersangka ataupun kuasa hukumnya dapat mengetahui hasil dari visum et repertum tersebut? 3. Jika seorang tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang dilaporkan, tindakan hukum apakah yang dapat kita tempuh untuk memulihkan nama baik orang tersebut atau bisakah kita laporkan kembali untuk dugaan tindak pidana pencemaran nama baik (fitnah)? Saat ini pihak terlapor/tersangka sangat trauma dan minder, dikarenakan kolega ataupun yang mendengar berita tersebut seperti menjauh dari beliau. Atas perhatiannya dan informasinya saya ucapkan banyak terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :

     
     

    Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bukti permulaan yang cukup merupakan alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

     

    Penahanan atau penahanan lanjutan dapat dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

     

    Tersangka mempunyai hak untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan hukum yang menimpa dirinya, termasuk berhak mendapatkan hasil visum et repertum.

      

    Penjelasan lengkapnya silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan: 
     

    Sahabat Hukumonline, terima kasih atas pertanyaannya. 

     

    Tindak pidana perbuatan cabul, biasa juga dipakai istilah kejahatan terhadap kesopanan, diatur dalam Bab XIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mulai dari Pasal 281 sampai Pasal 303 bis. Kami tidak tahu pasal tepatnya, tetapi kita dapat mengetahui pasal kasus yang dialami teman Saudara jika kita sudah melihat surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan oleh kepolisian.

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya
     

    Menurut Pasal 1 angka 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

     

    Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Marry Margaretha Saragi, S.H., LL.M. dalam artikel Bukti Permulaan yang Cukup Sebagai Dasar Penangkapan, dalam Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana di mana diatur bahwa bukti permulaan yang cukup merupakan alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Alat bukti tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu:

    a.    keterangan saksi
    b.    keterangan ahli
    c.    surat
    d.    petunjuk
    e.    keterangan terdakwa
     

    Kemudian mengenai penahanan teman Saudara, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa untuk dapat dilakukan penahanan, harus ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran sebagaimana diuraikan di atas.

     

    Melihat mengenai uraian tersangka dan penahanan di atas, jika diterangkan bahwa Penyidik/Polisi berani menahan teman Saudara selama 1 malam, berarti kemungkinannya polisi telah memiliki 2 (dua) alat bukti, misalnya laporan dari saksi korban dan keterangan saksi ahli dalam bentuk visum et repertum (Pasal 133 KUHAP), serta polisi mempunyai kekhawatiran bahwa teman Anda akan melakukan hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.

     

    Seseorang yang ditahan, bisa ditangguhkan penahanannya dengan jaminan perorangan maupun jaminan dalam bentuk uang. Penjamin, biasanya keluarga dekat, membuat surat pernyataan di atas materai yang diketahui oleh Lurah/kepala desa dan camat. Sedangkan jika ada jaminan dalam bentuk uang, uang tersebut oleh penyidik dibuat tanda terima dan selanjutnya dititipkan di pengadilan. Namun jika pembayaran itu diberikan kepada oknum polisi, perbuatan tersebut sudah masuk dalam tindak pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi sehingga baik yang memberi maupun yang menerima diancam hukuman penjara.

     

    Dari penjelasan tersebut kami menjawab pertanyaan Saudara, yaitu:

    1.    Sesuai dengan Pasal 1 angka 14 KUHAP, seseorang bisa menjadi tersangka jika orang tersebut diduga melakukan tindak pidana dan sudah diperoleh bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal satu laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah.

     

    2.    Sesuai dengan Pasal 133 KUHAP, visum et repertum masuk dalam kategori keterangan ahli. Tersangka berhak mengetahui apa isi visum et repertum tersebut karena tersangka berhak atas segala informasi terhadap permasalahan hukum yang menimpa dirinya. Tersangka berhak meminta isi visum et repertum tersebut kepada Penyidik/Polisi.

     

    3.    Jika tindak pidana yang disangka nyata tidak terbukti, Penyidik/Kepolisian berhak untuk menghentikan penyidikan dan dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

     

    4.    Sesuai dengan Pasal 95 KUHAP, tersangka yang ditahan berhak untuk menuntut ganti kerugian kepada pengadilan. Tetapi yang dituntut di sini adalah penyidik, bukan Pelapor. Tuntutan tersebut dilakukan atas dasar tersangka ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

     

    5.    Jika fokus tuntutan kepada pelapor, teman Saudara dapat melaporkan balik saksi korban dengan mengacu kepada Pasal 311 KUHP, atas dasar pencemaran nama baik.

     

    6.    Selain itu, teman Saudara dapat mengajukan gugatan perdata ganti kerugian kepada saksi korban ke pengadilan di mana saksi korban berdomisili (Pasal 1372 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

     

    7.    Terhadap perbuatan oknum polisi yang meminta uang, teman Saudara dapat melaporkannya kepada aparat pengawasan internal polisi (Propam dan Inspektorat Pengawasan Daerah/IRWASDA) atau dapat langsung melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) karena itu adalah perbuatan korupsi dalam bentuk gratifikasi.

     

    Demikian jawaban dan pendapat kami. 

     

    Semoga membantu. Terima kasih.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    3.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

    4.    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;

    5.    Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

    6.    Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana;

    7.    Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana.

     
    Referensi:

    M. Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 

    Tags

    hukum
    pemerkosaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!