Tetangga saya bukan lulusan sekolah tinggi dari mulai kakeknya sampai ke anak-anaknya. Pendidikan terakhir hanya SD kelas 5. Di umur yang sudah tua dia bekerja banting tulang untuk keluarga. Untuk memenuhi sedikit kebutuhannya dia membantu temannya yang seorang pedagang togel dengan upah Rp 15 ribu. Akhirnya dia tertangkap polisi. 1. Yang saya mau tanyakan harus adakah uang untuk biaya makan di penjara? 2. Dia mendapat perlakuan kasar terhadap fisik dan mental kalau tidak memberikan uang. Pernah juga dia tidak diberi makan 3 hari dan badan yang memar-memar.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Kami kurang mendapat penjelasan apakah tetangga Anda berstatus sebagai tahanan atau narapidana.
Sedangkan narapidana, menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (“UU 12/1995”), adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (“LAPAS”). Sedangkan, pengertian terpidana sendiri adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 angka 6 UU 12/1995).
Pada dasarnya baik tahanan maupun narapidana mempunyai hak untuk mendapatkan makanan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Bahkan dalam Pasal 21 ayat (1) PP 32/1999 diperjelas bahwa Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang bertanggung jawab atas pengelolaan makanan yang meliputi:
a.pengadaan, penyimpanan, dan penyiapan makanan;
b.kebersihan makanan dan dipenuhinya syarat-syarat kesehatan dan gizi; dan
Petugas RUTAN/Cabang RUTAN atau Lembaga Pemasyarakatan/Cabang Lembaga Pemasyarakatan yang mengelola makanan bertanggung jawab atas: (lihat Pasal 29 ayat (1) PP 58/1999)
a.kebersihan makanan dan dipenuhinya syarat-syarat kesehatan makanan dan gizi;
b.pengadaan, penyimpanan, dan penyiapan makanan; dan
c.pemeliharaan peralatan makanan dan peralatan masak.
Jadi pada dasarnya, baik tahanan dan narapidana berhak untuk mendapatkan makanan yang layak dan petugas RUTAN maupun lembaga pemasyarakatan berkewajiban untuk memberikan makanan yang layak kepada tahanan maupun narapidana.
Mengenai kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam penjara, pada dasarnya dalam Pasal 7Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 7/2006”), dijelaskan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa:
a.Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;
b.Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;
c.Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;
d.Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/pertolongan;
e.Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
f.Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan;
g.Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak di bawah umur; dan
h.Merendahkan harkat dan martabat manusia.
Pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 8/2009”), ditegaskan bahwa setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
a.penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;
b.penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
c.pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
d.penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;
e.korupsi dan menerima suap;
f.menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;
g.penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);
h.perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM oleh orang lain;
i.melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum;
j.menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.
Dalam Pasal 13 ayat (1) Perkap 8/2009 juga disebutkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:
a.melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan;
b.menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang;
c.memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
d.memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laboran hasil penyelidikan;
e.merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran;
f.melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.
Ini berarti bahwa polisi pada dasarnya tidak diperbolehkan melakukan tindak kekerasan baik kepada tahanan maupun kepada narapidana.
Mengenai Polri yang melakukan kekerasan, setiap pejabat Polri wajib menjatuhkan sanksi terhadap anggota Polri yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip perlindungan HAM dalam pelaksanaan tugas (Pasal 60 ayat (1) huruf d Perkap 8/2009). Sanksi tersebut dijatuhkan melalui proses penegakan disiplin, penegakan etika kepolisian dan/atau proses peradilan pidana (Pasal 60 ayat (2) Perkap 8/2009). Lebih lanjut silakan baca Prosedur Melaporkan Polisi yang Melakukan Pelanggaran.