Apakah Surat Keputusan Bisa Disamakan dengan Perjanjian?
PERTANYAAN
Bagaimana perbedaan dampak hukum antara surat keputusan dan surat perjanjian? Apakah penyimpangan atas klausul di dalam surat keputusan tersebut dapat disebut sebagai wanprestasi?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bagaimana perbedaan dampak hukum antara surat keputusan dan surat perjanjian? Apakah penyimpangan atas klausul di dalam surat keputusan tersebut dapat disebut sebagai wanprestasi?
Dokumen apapun yang didalamnya memuat klausula yang mengandung suatu kewajiban untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, maka dokumen tersebut telah melahirkan sebuah perikatan, yang dapat dituntut pemenuhannya di muka pengadilan (secara perdata), apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan apa yang tercantum di dalamnya. Penjelasan lebih lengkap silakan baca ulasan di bawah ini. |
Terima kasih atas pertanyaan anda.
Berbicara mengenai perbedaan antara dampak hukum dari Surat Keputusan dan Surat Perjanjian, maka sebelumnya kita perlu untuk mengenal Buku Ketiga dari Kitab Undang Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) tentang Perikatan. Dalam bahasa Inggris, terjemahan dari Perikatan lebih mendekati makna aslinya, yaitu obligation atau “kewajiban”.
Suatu Perikatan dimaksudkan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Dalam hal ini, Perikatan dapat timbul karena adanya suatu perjanjian atau karena undang-undang[1]. Dibawah ini kita akan membahas lebih dalam mengenai Perikatan yang lahir karena Perjanjian. Namun demikian, para pembaca juga perlu mengetahui Perikatan yang lahir karena undang-undang ada 3, yaitu Kekuasaan Orang Tua[2], Perbuatan Sukarela Untuk Mewakili Urusan Orang Lain (zaakwarneming)[3] dan Perbuatan Melawan Hukum[4].
Mengenai Perikatan yang timbul karena Perjanjian adalah manakala satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata) untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Jadi dalam hal ini, terdapat suatu kewajiban (dalam bahasa hukum disebut sebagai “prestasi”) yang melekat pada diri seseorang atau lebih yang terikat dalam perjanjian tersebut.
Sebelum menjawab pokok pertanyaan anda, saya mencoba untuk medefinisikansecara umum mengenai Surat Keputusan sebagai sebuah surat yang dikeluarkan orang atau lembaga/badan yang yang berwenang untuk menerbitkan keputusan tersebut yang bersifat mengatur atau memutuskan sesuatu yang membawa suatu akibat tertentu bagi anda atau orang lain.
Jika kita mencermati ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas, sepanjang suatu surat atau “dokumen”, baik itu berupa Surat Perjanjian maupun Surat Keputusan, yang didalamnya memuat klausula yang mengandung suatu kewajiban (prestasi) untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu, maka apapun namanya, “dokumen” tersebut telah melahirkan sebuah perikatan.Sehingga dapat dituntut pemenuhannya di muka pengadilan secara perdata, apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan apa yang tercantum di dalamnya.
Mengenai wanprestasi, Subekti berpendapat bahwa wanprestasi atau perbuatan cidera/ingkar janji (breach of contract) berasal dari bahasa Belanda yang artinya “prestasi” yang buruk dari seorang debitur (atau orang yang berhutang) dalam melaksanakan suatu perjanjian.
Lebih lanjut, menurut pendapat Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, penerbit PT Intermasa, halaman 45, wanprestasi seorang debitur dapat berupa:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Masih menurut pendapat Subekti, hukuman bagi debitur yang lalai (wanprestasi) adalah:
Jadi, manakala suatu Surat Keputusan yang didalamnya mengandung suatu kewajiban (prestasi) untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu tidak dilaksanakan sesuai dengan apa tersebut didalamnya, maka keadaan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai wanprestasi atau breach of contract yang dapat dituntut pemenuhannya secara hukum.
Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan bagi anda.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
[4] Pasal 1365 KUH Perdata
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?