Pemalsuan Ijazah 15 Tahun Lalu, Masih Bisakah Dituntut?
PERTANYAAN
Apakah benar, pemalsuan ijazah yang dilakukan 15 tahun yang lalu, pidananya telah hilang/tidak bisa dipidana?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah benar, pemalsuan ijazah yang dilakukan 15 tahun yang lalu, pidananya telah hilang/tidak bisa dipidana?
Pemalsuan ijazah merupakan bentuk tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang memuat ancaman pidana berupa pidana penjara selama-lamanya enam tahun. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, maka daluwarsanya adalah sesudah dua belas tahun. Oleh karena itu, jika kasus pemalsuan ijazah dilakukan 15 tahun yang lalu, maka penuntutan kasus tersebut tidak dapat dilakukan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Pertanyaan Anda ini memiliki keterkaitan dengan daluwarsa penuntutan dalam hukum pidana. Pemalsuan ijazah merupakan bentuk tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), khususnya pada ketentuan ayat (2). Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa yang diartikan dengan surat dalam ketentuan tersebut adalah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain-lainnya. Selain itu, surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang:
a. Dapat menerbitkan suatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dll);
b. Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dsb);
c. Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
d. Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa (misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi dan masih banyak lagi).
Penjelasan lebih lanjut soal pemalsuan ijazah dapat Anda simak dalam artikel Ancaman Hukuman Buat Pengguna Ijazah Palsu dan Melamar Pekerjaan dengan Memakai Ijazah Orang Lain.
Untuk menjawab pertanyaan Anda soal apakah masih bisa dilakukan penuntutan pidana terhadap pelaku pemalsuan ijazah yang dilakukan 15 (lima belas) tahun yang lalu, kita berpedoman pada prinsip daluwarsa penuntutan pidana yang terdapat dalam Pasal 78 KUHP yang berbunyi:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Ancaman pidana yang disebut dalam Pasal 263 KUHP adalah hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. Oleh karena itu, mengacu pada Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP, maka daluwarsa penuntutan pidana terhadap pelaku pemalsuan ijazah tersebut adalah 12 tahun.
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, memang benar bahwa jika penuntutan pidana terhadap pelaku pemalsuan ijazah dilakukan setelah melewati 15 tahun, maka penuntutan pidana terhadap kasus tersebut telah gugur (melewati daluwarsa penuntutan pidana). Sebagai tambahan referensi, Anda juga dapat membaca artikel Daluarsa Penuntutan Pidana dan Menjalani Hukuman.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?