Bolehkah Kepala Desa Memiliki Bisnis?
PERTANYAAN
Bolehkah seorang Kepala Desa melakukan beberapa bisnis atau usaha dagang? Apakah tidak mengganggu tugas awalnya sebagai Kepala Desa? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bolehkah seorang Kepala Desa melakukan beberapa bisnis atau usaha dagang? Apakah tidak mengganggu tugas awalnya sebagai Kepala Desa? Terima kasih.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pada dasarnya, tidak ada aturan yang secara ekplisit melarang kepala desa untuk memiliki bisnis. Namun, apabila kepala desa tersebut berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), ia berkewajiban untuk membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“KPK”) yang bertujuan untuk mengetahui asal-usul dari pendapatan yang ia peroleh sebelum, selama dan setelah menjabat sebagai PNS untuk membuktikan bahwa kekayaan yang diperoleh dari bisnis yang dimilikinya tersebut bukanlah diperoleh dari hasil tindak pidana. Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Kepala desa adalah bagian dari pemerintah desa. Kepala desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Demikian dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”). Jadi, kepala desa adalah penyelenggara pemerintahan desa (lihat juga Pasal 23 dan Pasal 25 UU Desa).
Pada dasarnya, tidak ada larangan bagi kepala desa untuk mempunyai bisnis. Larangan-larangan bagi kepala desa berdasarkan Pasal 29 UU Desa yaitu:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Menjawab pertanyaan Anda, dari sejumlah larangan bagi kepala desa di atas tidak ada aturan yang melarang kepala desa berbisnis. Namun, salah satu larangan adalah kepala desa dilarang meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana disebut dalam Pasal 29 huruf l UU Desa. Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, hendaknya ketentuan ini dapat dijadikan pedoman bahwa usaha yang dijalankan oleh kepala desa jangan sampai membuat kepala desa tersebut meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala desa.
Selain itu tentu saja bisnis atau usaha yang dilakukan oleh kepala desa tidak boleh membuat kepala desa itu membuat keputusan-keputusan untuk menguntungkan dirinya ataupun usahanya, maupun melakukan tindakan kolusi, korupsi, dan nepotisme (Pasal 29 huruf b dan f UU Desa),
Jika kepala desa melanggar larangan dalam Pasal 29 UU Desa, maka kepala desa yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. Demikian yang diatur dalam Pasal 30 UU Desa.
Kemudian, dalam hal kepala desa tersebut diberhentikan karena tidak dapat melakukan kewajibannya, bupati/walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai penjabat kepala Desa sampai terpilihnya kepala Desa yang baru dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti tidak lebih dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan (lihat Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa – “PP Desa”).
Sebagai informasi untuk Anda, adakalanya kepala desa itu dijabat oleh orang yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”). Pasal 43 ayat (1) PP Desa berbunyi:
“Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.”
Jika PNS tersebut terpilih dan diangkat menjadi kepala desa, PNS tersebut dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi kepala desa tanpa kehilangan hak sebagai PNS (Pasal 43 ayat (2) PP Desa).
Sehingga, jika kepala desa itu berstatus sebagai PNS, harus dilihat juga mengenai aturan kewajiban PNS melaporkan dan mengumumkan kekayaannya. Dalam artikel Bukti yang Harus Dimiliki PNS atas Penghasilan Sampingan disebutkan antara lain bahwa PNS berkewajiban untuk membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“KPK”) yang bertujuan untuk mengetahui asal-usul dari pendapatan yang ia peroleh sebelum, selama dan setelah menjabat sebagai PNS.
Dalam artikel tersebut juga dijelaskan, Pasal 5 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (“UU 28/1999”) telah menentukan bahwa seorang PNS sebagai penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sebagai PNS. Jadi, kepala desa PNS yang memiliki bisnis harus membuktikan bahwa kekayaan yang diperoleh dari usaha/pekerjaan sampingan tersebut bukanlah diperoleh dari hasil tindak pidana. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel tersebut dan Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?