KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural Jaksa

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Perbedaan Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural Jaksa

Perbedaan Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural Jaksa
Togar S.M. Sijabat, S.H., M.H. PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Perbedaan Jabatan Fungsional dan Jabatan Struktural Jaksa

PERTANYAAN

1. Sebenarnya apa yang membedakan antara Jabatan Jaksa Fungsional dan Jaksa Struktural? 2. Apakah keduanya berpengaruh terhadap karir seorang Jaksa? 3. Bagaimana cara untuk menentukan seorang Jaksa itu menempati posisi Fungsional atau Struktural?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Syarat dan Prosedur Menjadi Jaksa

    Syarat dan Prosedur Menjadi Jaksa

     

     

    Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.

     

    Jaksa merupakan pejabat fungsional, dimana ia memiliki tugas dan fungsi sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan. Sementara istilah jabatan struktural jaksa pada dasarnya merujuk pada jabatan ia dalam struktur organisasi Kejaksaan.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami ingin luruskan pernyataan Anda bahwa istilah yang tepat adalah Jabatan Fungsional Jaksa, bukan Jabatan Jaksa Fungsional. Sementara itu, istilah Jabatan Struktural Jaksa atau Jaksa Struktural pada dasarnya tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”). Istilah jabatan struktural jaksa merujuk pada jabatan ia dalam struktur organisasi Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan. Berikut penjelasannya yang akan kami uraikan.

     

    Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.[1]

     

    Pengertian Jabatan dalam Lingkungan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”)

    Perlu diketahui Kejaksaan termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan.[2] Untuk diangkat menjadi seorang Jaksa, salah satu syarat yang wajib dipenuhi adalah ia merupakan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”).[3]

     

    Sebagaimana informasi yang kami dapatkan dari laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekjen Dewan Energi Nasional, dalam birokrasi pemerintahan, dikenal jabatan karier yaitu jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

     

    1.    Jabatan Struktural

    Yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi, kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah yaitu Eselon IVb hingga tertinggi dari level Eselon Ia. Contoh jabatan struktural di PNS adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro dan Staf Ahli, sedangkan contoh jabatan struktural di Pemda adalah Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kepala Badan dan Kepala Kantor, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Camat, Sekretaris Camat, Lurah dan Sekretaris Lurah.

     

    2.    Jabatan Fungsional

    Yaitu jabatan yang tidak tercantum dalam struktur organisasi tetapi dari sudut pandang tugas dan fungsi (tusi) pekerjaannya tidak bisa terlepas dari struktur organisasi dan sangat diperlukan oleh organisasi dan pelaksanaannya merupakan satu kesatuan, misalnya auditor (Jabatan fungsional Auditor JFA) guru, dosen pengajar, arsiparis, perancang peraturan perundang-undangan dan lain-lain.

     

    Jabatan Fungsional dan Struktural Jaksa

    Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.[4]

     

    Jadi, dari definisi ‘Jaksa’ di atas jelas bahwa jaksa merupakan pejabat fungsional, dimana ia memiliki tugas dan fungsi sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan. Sementara istilah Jabatan Struktural Jaksa merujuk pada jabatan ia dalam struktur organisasi Kejaksaan.

     

    Sebagai informasi, penggabungan kata menjadi Jaksa Penuntut Umum itu sebenarnya tidak tepat. Jaksa adalah sebutan jabatan. Sedangkan Penuntut Umum hanyalah sebutan untuk seseorang yang diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan di muka hakim. Sifatnya hanya fungsional saja. Penjelasan selengkapnya tentang syarat menjadi jaksa dapat Anda simak artikel Syarat dan Prosedur Menjadi Jaksa, Penuntut Umum atau Jaksa Penuntut Umum?, dan Tuntut Kesejahteraan Diperhatikan, Jaksa Akan Mogok Sidang Sehari.

     

    Contoh Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Tuntut Kesejahteraan Diperhatikan, Jaksa Akan Mogok Sidang Sehari, jaksa itu ada yang struktural dan ada yang fungsional. Jaksa fungsional itu hanya sebagai jaksa penuntut umum (JPU), tidak naik menjadi kepala seksi atau Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Tinggi. Gaji jaksa fungsional dengan gajinya struktural berbeda, lebih tinggi yang struktural.

     

    Jadi, jabatan fungsional jaksa itu hanya merujuk pada tugas dan fungsinya sebagai Penuntut Umum.

     

    Untuk tambahan informasi, seorang PNS pada dasarnya dilarang menduduki jabatan rangkap.[5] Namun ada pengecualian, ada PNS yang menduduki jabatan rangkap yaitu PNS yang diangkat dalam jabatan struktural merangkap jabatan fungsional.[6]

     

    Contoh PNS yang boleh menduduki jabatan rangkap adalah PNS yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan:[7]

    a.   Jaksa, merangkap jabatan struktural di lingkungan kejaksaan yang tugas pokoknya berkaitan erat dengan bidang penuntutan atau dapat diberi tugas penuntutan;

    b.    Peneliti, merangkap jabatan struktural di lingkungan instansi pemerintah yang tugas pokoknya berkaitan erat dengan bidang penelitian; dan

    c.    Perancang, merangkap jabatan struktural di lingkungan instansi pemerintah yang tugas pokoknya berkaitan erat dengan bidang peraturan perundang-undangan.

     

    Misalnya, sebagai salah satu organ Negara yang memakai dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), laporan pendapatan dan pembelanjaan Kejaksaan harus dikelola dengan baik dan benar. Sedangkan di sisi lain, tidak semua PNS di Kejaksaan yang umumnya berlatar hukum mengerti tentang keuangan dan akuntansi sehingga Kejaksaan membutuhkan orang yang ahli di bidang tata usaha keuangan dan akuntansi. Demikian juga di bidang pengkajian di bidang pengembangan hukum yang sangat membutuhkan para peneliti. Sehingga Kejaksaan membutuhkan peneliti-peneliti yang ahli.

     

    Namun dalam proses manajemen Kejaksaan, kedua jabatan ini saling mendukung satu dengan yang lain.

     

    Untuk jenjang karir, jabatan fungsional juga memiliki jenjang karir sendiri. Misalnya jabatan fungsional peneliti, memiliki sertifikasi peneliti yang selain ditetapkan oleh Kejaksaan Agung RI juga memperoleh sertifikasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kejaksaan sudah memiliki mekanisme tersendiri.

     

    Dalam perkembangan karir sumber daya manusia (SDM) di Kejaksaan RI, banyak jaksa yang menjadi petinggi Kejaksaan Agung RI yang berasal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Kejaksaan.

     

    Semua kebutuhan Kejaksaan didanai oleh APBN. Sehingga, untuk menentukan seseorang menempati posisi fungsional atau struktural biasanya sudah ditetapkan dari awal. Artinya, sebagai organisasi besar, Kejaksaan dari awal sudah membuat rancangan jangka panjang dan jangka pendek mengenai kebutuhan mereka akan jumlah personil jabatan fungsional dan jabatan struktural karena semua jumlah kebutuhan tersebut berujung kepada dana yang akan diajukan oleh Kejaksaan kepada Negara melalui APBN.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

    2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

    3.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

    4.    Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan Rangkap sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Rangkap.

     

    Referensi:

    Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekjen Dewan Energi Nasional, diakses pada 16 Desember 2016 pukul 13.16 WIB



    [1] Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan

    [2] Lihat Konsiderans UU Kejaksaan

    [3] Pasal 9 ayat (1) huruf h UU Kejaksaan

    [4] Pasal 1 angka 4 UU Kejaksaan

    [5] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Rangkap (“PP 47/2005”)

    [6] Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 Tentang Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan Rangkap (“PP 29/1997”)

    [7] Pasal 2 ayat (2) PP 47/2005

    Tags

    acara peradilan
    pengadilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!