Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Syarat Fisik/Jasmani untuk Menjadi Jaksa

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Syarat Fisik/Jasmani untuk Menjadi Jaksa

Syarat Fisik/Jasmani untuk Menjadi Jaksa
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Syarat Fisik/Jasmani untuk Menjadi Jaksa

PERTANYAAN

Saya mau bertanya: 1. Mengapa calon jaksa tidak boleh cacat fisik? 2. Seandainya seorang jaksa terjadi kecelakaan mengakibatkan kehilangan salah satu anggota tubuhnya/cacat fisik, apakah boleh menjadi jaksa kembali? 3. Apa syarat menjadi advokat? Terima kasih atas pengetahuannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     

    Kami luruskan bahwa tidak ada aturan yang secara eksplisit mensyaratkan seorang calon jaksa tidak boleh cacat fisik. Syarat yang ada bagi seorang calon jaksa adalah sehat jasmani dan rohani. Sedangkan syarat tidak boleh cacat fisik itu adalah persyaratan khusus bagi Pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan Republik Indonesia.

     

    Jika seorang jaksa mengalami kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya salah satu anggota tubuhnya/cacat fisik sehingga ia tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka jaksa tersebut dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    1.    Untuk menjawab pertanyaan pertama, kita perlu mengetahui apa saja syarat-syarat menjadi seorang jaksa, yaitu:[1]

    KLINIK TERKAIT

    Peran Jaksa dalam Proses Hukum Perdata dan Pidana

    Peran Jaksa dalam Proses Hukum Perdata dan Pidana

    a.    warga negara Indonesia;

    b.    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    c.    setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    d.    berijazah paling rendah sarjana hukum;

    e.    berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;

    f.     sehat jasmani dan rohani;

    g.    berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan

    h.    pegawai negeri sipil

     

    Selain syarat-syarat di atas, untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.

     

    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Jalan Berliku Seorang Jaksa, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung yang saat itu dijabat Babul Khoir Harahap menegaskan bahwa proses rekrutmen menjadi seorang jaksa itu tidak mudah dan panjang. Ia menyatakan syarat-syaratnya telah diatur dalam UU Kejaksaan dan Peraturan Jaksa Agung (Perja).


    Peraturan Jaksa Agung (Perja) yang dimaksud adalah Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-064/A/Ja/07/2007 tentang Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia (“Perja Per-064/A/Ja/07/2007”).

     

    Persyaratan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa, adalah:[2]

    a.    Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.

    b.    Sarjana Hukum.

    c.    Berpangkat serendah-rendahnya Yuana Wira/golongan III/a.

    d.    Usia serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat dilantik menjadi Jaksa.

    e.    Berkelakuan tidak tercela.

    f.     Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan secara lengkap (general check up) pada rumah sakit yang ditunjuk, mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan bebas dari narkoba yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.

    g.    Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh atasan minimal eselon III.

    h.    Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara serta dibuktikan dengan sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat dengan standar yang ditentukan.

    i.      Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.


    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Syarat dan Prosedur Menjadi Jaksa.

     

    Jadi, di sini kami luruskan bahwa tidak ada aturan yang mensyaratkan seorang calon jaksa tidak boleh cacat fisik, syarat yang ada bagi seorang calon jaksa adalah sehat jasmani dan rohani.

     

    Mengenai syarat tidak boleh cacat fisik, itu adalah persyaratan khusus bagi Pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) Kejaksaan Republik Indonesia.[3]

     

    Menjawab pertanyaan kedua Anda, kami asumsikan yang Anda tanyakan adalah apakah jaksa yang mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cacat fisik tersebut masih bisa kembali melakukan tugasnya sebagai jaksa. Untuk menjawab pertanyaan Anda, kita harus melihat hal-hal apa saja yang dapat mengakibatkan seorang jaksa dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. Yaitu antara lain karena:[4]

    a.    permintaan sendiri;

    b.    sakit jasmani atau rohani terus-menerus;

    c.    telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun;

    d.    meninggal dunia;

    e.    tidak cakap dalam menjalankan tugas.
     

    Yang dimaksud dengan “sakit jasmani atau rohani terus menerus” adalah sakit yang menyebabkan si penderita tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[5] Jika memang cacat fisik ini diartikan bahwa ia sakit jasmani sehingga tidak mampu lagi menjalankan tugas kewajibannya, maka ia dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.

     

    Menjawab pertanyaan ketiga Anda tentang syarat menjadi advokat, kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”). Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[6]

    a.    warga negara Republik Indonesia;

    b.    bertempat tinggal di Indonesia;

    c.    tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;

    d.    berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;

    e.    berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);

    f.     lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;

    g.    magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;

    h.    tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

    i.      berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

     

    Lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel Prosedur Menjadi Advokat Sejak PKPA Hingga Pengangkatan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

    2.    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

    3.    Peraturan Jaksa Agung Republik IndonesiaNomor : Per-064/A/Ja/07/2007 tentang Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.

     

     


    [1] Pasal 9 ayat (1) jo. ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”)

    [2] Pasal 19 Perja Per-064/A/Ja/07/2007

    [3] Pasal 8 Perja Per-064/A/Ja/07/2007

    [4] Pasal 12 UU Kejaksaan

    [5] Penjelasan Pasal 12 huruf b UU Kejaksaan

    [6] Pasal 3 ayat (1) UU Advokat

    Tags

    hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!