Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Pekerja Bisa Meminta PHK Jika Terjadi Akuisisi?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Apakah Pekerja Bisa Meminta PHK Jika Terjadi Akuisisi?

Apakah Pekerja Bisa Meminta PHK Jika Terjadi Akuisisi?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Pekerja Bisa Meminta PHK Jika Terjadi Akuisisi?

PERTANYAAN

Perusahaan A sedang dalam proses penjualan 80% sahamnya ke perusahaan B. Penjualan saham disebabkan Perusahaan A sedang dalam kesulitan finansial. Yang menjadi pertanyaan: 1. Dengan adanya penjualan saham sebagian ke perusahaan B, apakah status karyawan menjadi berubah atau tetap seperti sebelumnya. 2. Bolehkah karyawan mengajukan PHK, dengan dasar hukum UU Ketenagakerjaan Tahun 2013 pasal 163 ayat 1? 3. Apa yang semestinya yang harus dilakukan karyawan dengan adanya kasus seperti ini, agar hak-hak karyawan tetap terlindungi? Terima kasih

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     

    Pengambilalihan saham tidak mengakibatkan berakhirnya perjanjian kerja antara perseroan dengan pekerja.

     

    Mengenai apakah pekerja bisa melakukan pemutusan hubungan kerja jika terjadi pengambilalihan perusahaan, pada dasarnya pekerja tidak bisa begitu saja mengakhiri hubungan kerja. Hubungan kerja hanya bisa diakhiri jika dilakukan restrukturisasi organisasi atau perampingan atau rotasi/mutasi yang mengakibatkan perubahan syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Pengambilalihan Saham

    Jual beli saham sebagian sebesar 80% ini berarti terjadi pengambilalihan oleh perusahaan B (sebagai pembeli saham). Mengenai pengertian pengambilalihan atau akuisisi ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”):

     

    “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.”

    KLINIK TERKAIT

    Stres karena Pekerjaan, Bisakah Jadi Alasan Resign?

    Stres karena Pekerjaan, Bisakah Jadi Alasan <i>Resign</i>?
     

    Pengambilalihan tersebut mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan.[1]

     

    Pengertian serupa juga dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, Dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”):

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.”

     

    Yang dimaksud dengan "sebagian besar" dalam hal ini meliputi baik lebih dari 50% (lima puluh perseratus) maupun suatu jumlah tertentu yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut lebih besar daripada kepemilikan saham dari pemegang saham lainnya.[2]

     

    Jadi, pada dasarnya dalam pengambilalihan perseroan, perseroan tersebut tetap ada, akan tetapi terjadi perubahan pihak yang mempunyai kendali dalam pengambilan keputusan di perseroan.

     
    Status Pekerja

    Mengenai bagaimana status pekerja setelah ada pengambilalihan perseroan, telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) bahwa perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.[3] Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.[4]

     

    Ini berarti tidak ada perubahan status pekerja dan pekerja tetap bekerja untuk perseroan yang sama karena perubahan yang terjadi dalam perseroan tidak mengakibatkan berakhirnya perjanjian.

     

    Pengajuan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja

    Walaupun tidak ada perubahan status pekerja, baik pengusaha dan pekerja dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dalam hal terjadi perubahan status perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 163 UU Ketenagakerjaan, sebagai berikut:

     

    (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

    (2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

     

    Mengenai pelaksanaan Pasal 163 UU Ketenagakerjaan, Umar Kasim dalam artikel berjudul Mekanisme Pelaksanaan Pasal 163 UU No. 13/2003 menjelaskan antara lain sebagai berikut:

     

    “… dalam hal terjadi corporate action: perubahan status, penggabungan (merger), konsolidasi, atau perubahan kepemilikan (take over/akuisisi), pekerja/buruh hanya dapat mengakhiri hubungan kerja (tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan kerja) – setelah - dilakukan restrukturisasi organisasi dan/atau perampingan dan terjadi rotasi/mutasi (sesuai kebutuhan management) yang mengakibatkan adanya perubahan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban yang berbeda dengan apa yang telah dituangkan dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama sebelumnya. Kecuali telah diatur/diperjanjikan sebelumnya.

     

    Dengan kata lain, apabila – setelah - dilakukan restrukturisasi organisasi dan/atau perampingan, namun tidak terjadi perubahan syarat-syarat kerja dan/atau tidak dilakukan rotasi/mutasi (termasuk reposisi atau demosi), maka karyawan yang bersangkutan tidak berhak untuk menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan alasan corporate action sebagaimana tersebut di atas. Apabila karyawan bersangkutan tetap menghendaki pengakhiran hubungan kerja tanpa adanya restrukturisasi, tidak ada rotasi/mutasi, reposisi atau demosi dan tidak ada perubahan syarat-syarat kerja, maka dianggap sebagai mengundurkan diri secara sukarela sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (1) UU No.13/2003.”

     

    Ini berarti, pekerja tidak bisa begitu saja mengakhiri hubungan kerja. Hubungan kerja hanya bisa diakhiri jika dilakukan restrukturisasi organisasi atau perampingan atau rotasi/mutasi yang mengakibatkan perubahan syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban.

     

    Perlindungan Bagi Pekerja

    Pada dasarnya apa yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan cukup memberikan perlindungan dalam hal terjadi pengambilalihan/akuisisi. Yaitu bahwa pekerja tetap bekerja seperti biasa dan mempunyai status yang sama seperti sebelum terjadi pengambilalihan. Sedangkan jika terjadi perubahan terkait pekerjaan akibat pengambilalihan, baik pengusaha dan pekerja dapat memilih untuk mengakhiri hubungan kerja atau tidak.

     

    Perlindungan bagi pekerja juga dapat dilihat dari uang pesangon yang lebih besar yang didapat pekerja jika terjadi pemutusan hubungan kerja dimana pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya.

     

    Lebih lanjut mengenai perhitungan uang pesangon, dapat dilihat dalam artikel Cara Menghitung Pesangon Berdasarkan Alasan PHK.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, Dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
    3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

     


    [1] Pasal 125 ayat (3) UUPT

    [2] Penjelasan Pasal 1 angka 3 PP 27/1998

    [3] Pasal 61 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 61 ayat (3) UU Ketenagakerjaan 

    Tags

    hukumonline
    phk

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!