Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Praktik Bisnis Multi Level Marketing di Perusahaan Asuransi

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Praktik Bisnis Multi Level Marketing di Perusahaan Asuransi

Praktik Bisnis <i>Multi Level Marketing</i> di Perusahaan Asuransi
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Praktik Bisnis <i>Multi Level Marketing</i> di Perusahaan Asuransi

PERTANYAAN

Apakah boleh perusahaan asuransi menerapkan sistem muti level marketing kepada pengguna polisnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Bisnis multi level marketing (“MLM”) dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dikenal dengan istilah penjualan langsung secara multi tingkat. MLM adalah penjualan barang tertentu melalui jaringan pemasaran berjenjang yang dikembangkan penjual langsung yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus dari hasil penjualan ke konsumen.

    Apakah perusahaan asuransi sebagai pelaku usaha jasa keuangan bisa menerapkan penjualan langsung dengan skema MLM? Memang tidak ada ketentuan yang secara langsung melarang perusahaan asuransi melakukan sistem penjualan langsung dengan skema MLM, akan tetapi terdapat larangan terhadap pelaku usaha yang melakukan penjualan langsung (termasuk dengan skema MLM) untuk melakukan usaha yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat, maka perusahaan asuransi sebaiknya tidak menggunakan sistem penjualan langsung MLM.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan Bolehkah Perusahaan Asuransi Berbasis MLM? yang dibuat oleh Alfin Sulaiman, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 26 Mei 2016, dan pertama kali dimutakhirkan pada 17 November 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Asuransi Anggota Tubuh di Indonesia

    Hukumnya Asuransi Anggota Tubuh di Indonesia

     

    Asuransi di Indonesia

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sebelum membahas boleh atau tidaknya skema bisnis multi level marketing dalam asuransi, terlebih dahulu kami sampaikan mengenai dasar hukum asuransi.

    Ketentuan mengenai asuransi diatur dalam  UU Perasuransian. Pasal 1 angka 1 UU Perasuransian menyatakan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

    1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
    2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

     

    Usaha Perasuransian

    Usaha perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.[1]

    OJK dalam lamannya menerangkan bahwa usaha perasuransian merupakan kegiatan yang bergerak di bidang:

    1. Usaha asuransi: usaha jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi dan memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
    2. Usaha penunjang usaha asuransi: penyelenggara jasa keperantaraan dan penilaian kerugian asuransi.

     

    Pelaksanaan Usaha Perasuransian

    Lebih lanjut, OJK menerangkan bentuk-bentuk dan penunjang usaha perasuransian yang diselenggarakan masing-masing usaha.

    1. Bentuk perusahaan asuransi

    1. Perusahaan asuransi kerugian: perusahaan yang memberikan jasa penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
    2. Perusahaan asuransi jiwa: perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
    3. Perusahaan reasuransi: perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh dua perusahaan asuransi lainnya (perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa).

    2. Penunjang usaha asuransi

    1. Perusahaan pialang asuransi: perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
    2. Perusahaan pialang reasuransi: perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
    3. Perusahaan penilai kerugian asuransi: perusahaan yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan. 

     

    Bisnis Multi Level Marketing

    Selanjutnya, mari simak apa yang dimaksud bisnis multi level marketing (“MLM”). Dalam peraturan perundang-undangan, bisnis multi level marketing atau bisnis MLM di Indonesia dikenal dengan istilah penjualan langsung secara multi tingkat.

    Jika diartikan, bisnis MLM atau bisnis multi level marketing adalah penjualan barang tertentu melalui jaringan pemasaran berjenjang yang dikembangkan oleh penjual langsung yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus berdasarkan hasil penjualan barang kepada konsumen.[2]

    Adapun penjual langsung yang dimaksud di sini adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (“PT”) yang merupakan anggota mandiri jaringan pemasaran atau penjualan perusahaan.[3]

    Pelaku usaha yang melakukan distribusi melalui penjualan langsung, termasuk dengan mekanisme bisnis multi level marketing, harus memiliki perizinan di bidang penjualan langsung dan memenuhi kriteria:[4]

    1. memiliki hak distribusi eksklusif terhadap barang yang akan didistribusikan melalui penjualan secara langsung;
    2. memiliki program pemasaran (marketing plan);
    3. memiliki kode etik;
    4. melakukan perekrutan penjual langsung melalui sistem jaringan; dan
    5. melakukan penjualan barang secara langsung kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh penjual langsung.

     

    Larangan Bisnis Multi Level Marketing

    Kemudian, pelaku usaha yang telah mendapat izin melakukan penjualan langsung, termasuk dengan skema bisnis multi level marketing, dilarang untuk:[5]

    1. menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang secara tidak benar, berbeda, atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
    2. menawarkan barang dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen;
    3. menawarkan barang dengan membuat atau mencantumkan klausula baku pada dokumen dan/atau perjanjian yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen;
    4. menjual barang yang tidak mempunyai tanda daftar dari instansi teknis yang berwenang, khususnya bagi barang yang wajib terdaftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    5. menjual barang yang tidak memenuhi ketentuan standar mutu barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    6. mengharuskan atau memaksa penjual langsung untuk membeli barang pada saat pendaftaran;
    7. mengharuskan atau memaksa penjual langsung untuk membeli barang dalam bentuk paket untuk mencapai peringkat tertentu;
    8. menjual atau memasarkan barang yang tercantum dalam surat izin melalui saluran distribusi tidak langsung dan online marketplace;
    9. menjual langsung kepada konsumen tanpa melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh penjual langsung;
    10. melakukan usaha yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat;
    11. membentuk jaringan pemasaran dengan menggunakan skema piramida;
    12. menjual dan/atau memasarkan barang yang tidak tercantum dalam program pemasaran (marketing plan); dan/atau
    13. menjual barang yang termasuk produk komoditi berjangka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau jasa.

     

    Asuransi dengan Skema Bisnis Multi Level Marketing

    Bagaimana dengan usaha asuransi? Apakah bisa dilakukan sistem penjualan langsung dengan skema bisnis multi level marketing? Sebagaimana disebutkan dalam laman Otoritas Jasa Keuangan, perusahaan asuransi merupakan pelaku usaha jasa keuangan[6] yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

    Merujuk pada penjelasan di atas, tidak ada ketentuan yang secara langsung melarang perusahaan asuransi melakukan sistem penjualan langsung dengan skema bisnis multi level marketing. Akan tetapi, melihat larangan terhadap pelaku usaha yang melakukan penjualan langsung (termasuk dengan skema bisnis multi level marketing) untuk melakukan usaha yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat, maka perusahaan asuransi sebaiknya tidak menggunakan sistem penjualan langsung MLM.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian;
    2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan;
    3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2019 tentang Distribusi Barang Secara Langsung.

    Referensi:

    Otoritas Jasa Keuangan, diakses pada 5 Januari 2022, pukul 14.00 WIB.


    [1] Pasal 1 angka 4 UU Perasuransian

    [2] Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2019 tentang Distribusi Barang Secara Langsung (“Permendag 70/2019”)

    [3] Pasal 1 angka 7 Permendag 70/2019

    [4] Pasal 4 dan 5 Permendag 70/2019

    [5] Pasal 21 Permendag 70/2019

    [6] Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

    Tags

    jasa keuangan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!