Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Ada Klausula Domisili Hukum dan Klausula Arbitrase Dalam Satu Akta

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Jika Ada Klausula Domisili Hukum dan Klausula Arbitrase Dalam Satu Akta

Jika Ada Klausula Domisili Hukum dan Klausula Arbitrase Dalam Satu Akta
Albert Aries, S.H., M.H.Albert Aries & Partners
Albert Aries & Partners
Bacaan 10 Menit
Jika Ada Klausula Domisili Hukum dan Klausula Arbitrase Dalam Satu Akta

PERTANYAAN

Apakah diperbolehkan suatu akta mengatur penyelesaian perselisihan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), namun pada pasal selanjutnya diatur bahwa "Segala akibat yang terjadi dari pelaksanaan perjanjian kontrak kerja ini, PARA PIHAK memilih domisili hukum yang tetap dan umum di Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat”? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian

    Tips Menentukan Pilihan Hukum dan Yurisdiksi dalam Perjanjian

     

     

    Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sudah memberikan pembatasan yang tegas dan jelas mengenai kompetensi absolut dari forum Arbitrase, misalnya BANI, untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut, sehingga meniadakan kewenangan dari pengadilan negeri untuk mencampurinya.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Pertama-tama perlu saya sampaikan bahwa pengaturan klausula mengenai forum penyelesaian perselisihan dalam suatu perjanjian oleh para pihak yang terikat di dalamnya adalah tunduk pada asas kebebasan berkontrak (asas pacta sun servanda) yang bersifat universal dan konsensual (kesepakatan para pihak). Di Indonesia, asas ini menjelma dalam ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) tentang kebebasan berkontrak.

     

    Sebagai gambaran untuk Anda, dalam ketentuan Pasal 118 ayat (4) Het Indische Reglement (HIR) sebagai salah satu sumber Hukum Acara Perdata Indonesia, telah diatur mengenai kompetensi relatif dari pengadilan tertentu berdasarkan pemilihan domisili yang ditentukan bersama/disepakati oleh para pihak.

     

    Menurut Yahya Harahap, dalam bukunya Hukum Acara Perdata, terbitan Sinar Grafika (2005), (hal. 200), para pihak dalam perjanjian dapat menyepakati domisili (pengadilan) pilihan yang berisi klausul sepakat memilih pengadilan negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian. Pencantuman klausula tersebut harus berbentuk akta tertulis yang dicantumkan dalam perjanjian pokok atau dalam akta tersendiri/terpisah dari perjanjian pokok.

     

    Sebaliknya, jika pilihan penyelesaian sengketanya adalah melalui forum arbitrase, maka sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase dan APS”), yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

     

    Adapun kewenangan arbitrase adalah untuk menyelesaikan sengketa perdagangan[1], hal mana jika klausula penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase telah disepakati para pihak dalam suatu perjanjian, maka Pengadilan Negeri tidak berwenang lagi untuk memeriksa sengketa tersebut[2].

     

    Menjawab pertanyaan pokok Anda, yang menanyakan apakah dalam suatu akta atau perjanjian dapat diatur dua forum penyelesaian yang berbeda yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk penyelesaian perselisihan, dan Pengadilan Negeri untuk akibat hukum dari pelaksanaan perjanjian tersebut, maka menurut hemat kami akta tersebut mengandung suatu yang obscuur (kabur/tidak jelas), sehingga sangat mungkin ditafsirkan berbeda oleh masing-masing pihak yang bersengketa.

     

    Sebagai referensi tambahan untuk Anda, menurut ketentuan Pasal 1342 KUH Perdata tentang penafsiran diatur bahwa jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan melakukan penafsiran. Dengan adanya dua forum penyelesaian sengketa dalam perjanjian tersebut menyebabkan klausula penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian tersebut menjadi tidak jelas dan dapat merugikan pihak yang mencari keadilan.

     

    Akan tetapi, menurut pendapat kami, Pasal 3 UU Arbitrase dan APS sudah memberikan pembatasan yang tegas dan jelas mengenai kompetensi absolut dari forum Arbitrase, misalnya BANI untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut, sehingga meniadakan kewenangan dari pengadilan negeri untuk mencampurinya.

     

    Namun demikian, perlu kami informasikan juga kepada Anda bahwa Klausula Arbitrase yang bersifat absolut (mengesampingkan kewenangan pengadilan negeri) sekali-kali tidak dapat mengesampingkan kewenangan Pengadilan Niaga, apabila ternyata yang dituntut adalah soal kepailitan dari seorang debitur. Hal ini dapat dilihat di  Putusan Mahkamah Agung RI No. 019 K/N/1999 tanggal 9 Agustus 1999 jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 32/Pailit/1999/PN Niaga/Jkt.Pst tanggal 17 Juni 1999, yang pada intinya mempunyai kaidah hukum sebagai berikut:

     

    Klausula Arbitrase hanya merupakan suatu kesepakatan para pihak tentang tata cara penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase yang diinginkannya. Namun berbeda dengan Pengadilan Niaga, maka “Legal Effect Arbitrase” tidak dapat menyingkirkan kedudukan dan kewenangan Pengadilan Niaga yang bersifat “Extraordinary Court“ yang khusus untuk menyelesaikan perkara kepailitan berdasarkan undang-undang, meskipun perkara kepailitan tersebut lahir dari perjanjian yang mengandung clausula arbitrase.”

     

    Demikian jawaban dari saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Het Indische Reglement;

    3.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

     



    [1] Pasal 5 UU Arbitrase dan APS

    [2] Pasal 3 UU Arbitrase dan APS

     

    Tags

    pengadilan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!