Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar
PERTANYAAN
Bagaimana hukumnya apabila seorang suami meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita dan tanpa nafkah lahir batin? Langkah hukum apa yang bisa diambil? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bagaimana hukumnya apabila seorang suami meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita dan tanpa nafkah lahir batin? Langkah hukum apa yang bisa diambil? Terima kasih.
NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga. Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 22837970 atau email ke: [email protected] Website : http://www.nayaraadvocacycom |
Intisari:
Suami adalah seorang kepala rumah tangga yang memiliki kewajiban melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai kemampuannya termasuk memberikan tempat tinggal dan segala biaya terkait menafkahi istri. Suami selaku orang tua juga memiliki kewajiban terhadap anak yaitu memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya termasuk memberikan biaya pendidikan dan perawatan bagi anak yang berlaku terus sampai dengan si anak menikah atau mandiri, bahkan jika keadaan perkawinan suami dan istri putus sekalipun.
Suami yang meninggalkan istri dan anaknya tanpa kabar dan tidak memberikan nafkah lahir batin dapat dipidana karena melakukan penelantaran rumah tangga.
Penjelasan lebih lanjut dapat disimak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Suami adalah seorang kepala rumah tangga yang memiliki kewajiban melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai kemampuannya termasuk memberikan tempat tinggal dan segala biaya terkait menafkahi istri.[1]
Selain itu, suami selaku orang tua juga memiliki kewajiban terhadap anak yaitu memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya termasuk memberikan biaya pendidikan dan perawatan bagi anak yang berlaku terus sampai dengan si anak menikah atau mandiri, bahkan jika keadaan perkawinan suami dan istri putus sekalipun.[2]
Perbuatan suami yang meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita dan nafkah lahir batin merupakan suatu pelanggaran atas kewajiban suami terhadap istri dan melanggar kewajiban suami sebagai orang tua terhadap anak berdasarkan UU Perkawinan dan KHI (ketentuan KHI akan berlaku apabila suami beragama Islam).
Lebih lanjut, tindakan suami tersebut juga tergolong tindakan menelantarkan istri dan anak berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU Penghapusan KDRT”):
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Langkah Hukum Yang Dapat Diambil
Dengan bukti adanya tindakan suami yang menelantarkan istri dan anak yang diperkuat dengan bukti-bukti yang cukup seperti saksi-saksi, maka istri dapat melaporkan sang suami kepada kepolisian setempat atas dugaan tindak pidana penelantaran. Adapun berdasarkan Pasal 49 UU Penghapusan KDRT, apabila suami dinyatakan bersalah dengan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka suami dapat dipidana dengan penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 15 juta.
Lebih lanjut, tindakan penelantaran suami tersebut juga dapat menjadi alasan perceraian apabila telah berlangsung setidaknya 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah.[3] Dengan demikian, istri dapat mengajukan suatu gugatan perceraian terhadap suami apabila diinginkan, dengan mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepastian status hukum istri.
Demikian kami sampaikan. Kiranya jawaban kami dapat membantu Anda dalam menemukan solusi atas permasalahan yang Anda alami.
Terima kasih.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
3. Kompilasi Hukum Islam
[1] Pasal 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) jo. Pasal 80 ayat (2) dan (4) butir a dan b Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
[2] Pasal 45 UU Perkawinan jo. Pasal 80 ayat (4) butir b dan c KHI
[3] Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No, 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 116 huruf b KHI
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?