KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar

Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar
NAYARA AdvocacyNAYARA Advocacy
NAYARA Advocacy
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya apabila seorang suami meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita dan tanpa nafkah lahir batin? Langkah hukum apa yang bisa diambil? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar

    Jerat Hukum Bagi Suami yang Meninggalkan Keluarganya Tanpa Kabar

     

    NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga.

    Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 22837970 atau email ke: [email protected]

    Website : http://www.nayaraadvocacycom


     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Intisari:

     

     

    Suami adalah seorang kepala rumah tangga yang memiliki kewajiban melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai kemampuannya termasuk memberikan tempat tinggal dan segala biaya terkait menafkahi istri. Suami selaku orang tua juga memiliki kewajiban terhadap anak yaitu memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya termasuk memberikan biaya pendidikan dan perawatan bagi anak yang berlaku terus sampai dengan si anak menikah atau mandiri, bahkan jika keadaan perkawinan suami dan istri putus sekalipun.

     

    Suami yang meninggalkan istri dan anaknya tanpa kabar dan tidak memberikan nafkah lahir batin dapat dipidana karena melakukan penelantaran rumah tangga.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat disimak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

     

    Suami adalah seorang kepala rumah tangga yang memiliki kewajiban melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai kemampuannya termasuk memberikan tempat tinggal dan segala biaya terkait menafkahi istri.[1]

     

    Selain itu, suami selaku orang tua juga memiliki kewajiban terhadap anak yaitu memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya termasuk memberikan biaya pendidikan dan perawatan bagi anak yang berlaku terus sampai dengan si anak menikah atau mandiri, bahkan jika keadaan perkawinan suami dan istri putus sekalipun.[2]

     

    Perbuatan suami yang meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita dan nafkah lahir batin merupakan suatu pelanggaran atas kewajiban suami terhadap istri dan melanggar kewajiban suami sebagai orang tua terhadap anak berdasarkan UU Perkawinan dan KHI (ketentuan KHI akan berlaku apabila suami beragama Islam).

     

    Lebih lanjut, tindakan suami tersebut juga tergolong tindakan menelantarkan istri dan anak berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU Penghapusan KDRT”):

     

    (1)  Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

    (2)  Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

     

    Langkah Hukum Yang Dapat Diambil

    Dengan bukti adanya tindakan suami yang menelantarkan istri dan anak yang diperkuat dengan bukti-bukti yang cukup seperti saksi-saksi, maka istri dapat melaporkan sang suami kepada kepolisian setempat atas dugaan tindak pidana penelantaran. Adapun berdasarkan Pasal 49 UU Penghapusan KDRT, apabila suami dinyatakan bersalah dengan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka suami dapat dipidana dengan penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 15 juta.

     

    Lebih lanjut, tindakan penelantaran suami tersebut juga dapat menjadi alasan perceraian apabila telah berlangsung setidaknya 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan yang sah.[3] Dengan demikian, istri dapat mengajukan suatu gugatan perceraian terhadap suami apabila diinginkan, dengan mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepastian status hukum istri.

     

    Demikian kami sampaikan. Kiranya jawaban kami dapat membantu Anda dalam menemukan solusi atas permasalahan yang Anda alami.

     

    Terima kasih.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    2.    Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No, 1 Tahun 1974 tentang  Perkawinan;

    3.    Kompilasi Hukum Islam

     

     



    [1] Pasal 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) jo. Pasal 80 ayat (2) dan (4) butir a dan b Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [2] Pasal 45 UU Perkawinan jo. Pasal 80 ayat (4) butir b dan c KHI

    [3] Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No, 1 Tahun 1974 tentang  Perkawinan dan Pasal 116 huruf b KHI

     

    Tags

    hukumonline
    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!