KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Meninggalkan Istri Setelah Akad Nikah, Termasuk KDRT?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Meninggalkan Istri Setelah Akad Nikah, Termasuk KDRT?

Meninggalkan Istri Setelah Akad Nikah, Termasuk KDRT?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Meninggalkan Istri Setelah Akad Nikah, Termasuk KDRT?

PERTANYAAN

Apakah seorang lelaki yang telah melaksanakan akad nikah dan pada saat pelaksanaan resepsi perkawinan meninggalkan istrinya, dapat dikategorikan penelantaran? Terima kasih atas jawabannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     Intisari:

     

     

    Penelantaran dalam rumah tangga yang dimaksud dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah penelantaran dalam bentuk: kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan.

     

    Seorang suami yang telah melaksanakan akad nikah dan pada saat pelaksanaan resepsi perkawinan meninggalkan istrinya, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai penelantaran rumah tangga. Perlu ada keterangan lebih lanjut terkait hal ini dan apakah memang si suami memenuhi kriteria penelantaran rumah tangga dalam UU PKDRT.

     

    Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Guna menjawab pertanyaan Anda, kita perlu ketahui arti dan lingkup penelantaran rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”) itu.

     

    Penelantaran dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 9 PKDRT sebagai berikut:

     

    (1)  Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

    (2)  Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

     

    Ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta diberikan kepada setiap orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas.[1]

     

    Dari aturan soal larangan penelantaran dalam rumah tangga di atas dapat kita lihat bahwa penelantaran yang dimaksud adalah penelantaran dalam bentuk: kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan; seperti pemberian nafkah.

     

    Jika telah dilakukan akad nikah dan telah didaftarkan di Kantor Urusan Agama, maka pasangan tersebut telah sah sebagai suami istri. Maka telah memenuhi kriteria apa yang disebut dengan rumah tangga. Lingkup rumah tangga dalam UU PKDRT meliputi:[2]

    a.    suami, isteri, dan anak;

    b.    orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

    c.    orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

     

    Akan tetapi, seorang suami yang telah melaksanakan akad nikah dan pada saat pelaksanaan resepsi perkawinan meninggalkan istrinya, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai penelantaran rumah tangga. Perlu ada keterangan lebih lanjut terkait hal ini. Apakah kemudian ia kembali lagi kepada istrinya keesokan harinya atau meninggalkan berturut-turut dalam jangka waktu tertentu, tidak memberikan nafkah, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

     

    Hanya saja, dilihat dari sudut pandang sosial, mempelai pria yang tidak hadir saat resepsi pernikahan dipandang sesuatu hal yang tidak lumrah dan cenderung dinilai negatif; meskipun ikatan perkawinan telah ada dalam bentuk ijab kabul (akad nikah).

     

    Perlu diketahui, jika si suami meninggalkan istrinya dan tidak kembali lagi seterusnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, ini dapat dijadikan alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:

    a.    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

    b.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

    c.    Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

    d.    Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

    e.    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

    f.     Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    2.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;

    3.    Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

     

     



    [1] Pasal 49 UU PKDRT

    [2] Pasal 2 ayat (1) UU PKDRT

    Tags

    kekerasan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!