Saya janda 40 tahun beranak satu, non muslim, ingin menikah dan dijadikan istri kedua oleh seorang pria beristri. Saya sudah bersedia menjadi mualaf, bersedia menjadi istri kedua dan istri tua pun sudah menyetujui untuk dipoligami. Masalahnya, orang tua saya sama sekali tidak setuju. Apakah bisa kami tetap menikah dalam kondisi tanpa persetujuan orang tua dan kerabat saya? Apa yang harus saya lakukan agar kami dapat tetap menikah secara sah? Apakah status pernikahan saya ini adalah nikah siri? Terima kasih.
Jika memang Anda berusia 40 tahun, maka Anda tidak perlu izin orang tua jika ingin menikah. Hal ini karena menurut UU Perkawinan, hanya orang yang belum mencapai umur 21 tahun saja yang harus mendapat izin kedua orang tua. Meski demikian, kami menyarankan agar Anda bicara baik-baik dengan orang tua dan kerabat Anda agar Anda disetujui menikah.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dari keterangan-keterangan yang Anda berikan, kami menyimpulkan hal-hal berikut:
-Anda janda beranak satu
-Anda non muslim yang ingin menikah dengan pria muslim yang sudah beristri
-Anda akan dijadikan istri kedua oleh pria tersebut
-Anda bersedia menjadi mualaf
-Orang tua Anda tidak setuju
-Anda ingin menikah secara sah (sesuai agama dan hukum negara). Berarti, Anda tidak ingin menikah siri
Atas keterangan-keterangan tersebut, Anda bertanya:
-Bisakah Anda dan pria itu menikah dalam kondisi tanpa persetujuan orang tua?
-Apa yang harus Anda dan pria itu lakukan agar dapat tetap menikah secara sah?
Berikut penjelasan kami:
Menikah adalah Hak
Pada prinsipnya, setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Demikian yang termaktub dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (“UUD 1945”). Ini artinya, sudah menjadi hak setiap orang untuk menikah dengan siapapun sesuai kehendaknya dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. Termasuk Anda.
Kebebasan manusia untuk memilih pasangan hidupnya untuk membentuk suatu keluarga juga telah disebut dalam instrumen hukum lain, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”). Negara menjamin kebebasan warganya untuk memilih pasangannya untuk membentuk sebuah keluarga. Hak ini disebut dalam Pasal 10 UU HAM yang berbunyi:
(1)Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2)Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Meskipun Anda janda, jika Anda ingin menikah dengan pria yang menjadi pilihan hati Anda, tentu Anda boleh menikah. Kami menyarankan agar Anda bicara baik-baik dengan orang tua dan kerabat Anda agar Anda disetujui menikah. Namun, soal izin menikah dari orang tua, hal ini tidak diperlukan lagi.
Izin Menikah dari Orang Tua
Anda telah berusia 40 tahun. Oleh karena itu, Anda telah mencapai usia yang diizinkan oleh UU Perkawinan untuk menikah dan pernikahan Anda tidak lagi memerlukan izin orang tua. Hal ini karena Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) telah mengatur sebagai berikut:
Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
Menjawab pertanyaan Anda, ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa jika memang Anda berusia 40 tahun, maka Anda tidak perlu izin orang tua jika ingin menikah.
Meski demikian, kami menyarankan hendaknya Anda tetap mengutamakan jalan musyawarah dengan membicarakan masalah ini secara baik-baik dengan orang tua Anda.
Kemudian mengenai nikah siri, tidak disetujuinya atau diizinkannya pernikahan Anda oleh orang tua, tidak serta-merta menjadikan pernikahan Anda adalah nikah siri. Jika pernikahan Anda sesuai dengan hukum agama dan hukum negara, maka pernikahan Anda bukan nikah siri. Penjelasan lebih lanjut soal nikah siri dapat Anda simak dalam artikel Status Hukum Perkawinan Siri Tanpa Sepengetahuan Keluarga.
Syarat Perkawinan Yang Sah
Agar perkawinan Anda sah, baik secara hukum agama maupun hukum negara; tentu perkawinan tersebut harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]
Oleh karena itu, perkawinan Anda harus sah secara hukum agama dan kemudian perkawinan Anda harus dicatatkan. Jika Anda sudah memeluk agama Islam (menjadi mualaf), menurut hukum Islam, untuk melaksanakan perkawinan harus ada:[2]
a.Calon suami
b.Calon Istri
c.Wali Nikah
d.Dua orang saksi, dan
e.Ijab dan kabul
Jadi, menurut hukum Islam, kelima syarat tersebut di atas harus dipenuhi agar perkawinan sah. Selain itu, pasangan suami istri tersebut wajib mencatatkan perkawinannya ke Kantor Urusan Agama (“KUA”) (pegawai Pencatat Nikah) dan mendapatkan buku nikah sebagai bukti pencatatan perkawinan.
Jika Anda tidak ada wali nikah, maka yang menjadi wali nikah adalah wali hakim dari KUA. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Wali Hakim dari KUA, Apakah Namanya Dicantumkan di Buku Nikah?
Soal poligami, pastikan pasangan Anda juga memenuhi prosedur poligami yang sah. Penjelasan selengkapnya tentang hal ini dapat Anda simak dalam artikel Prosedur Poligami yang Sah.