Saya memiliki permasalahan, yaitu saya membaca SMS dari salah satu teman kantor suami saya yang mengakibatkan saat ini keharmonisan rumah tangga kami terganggu.
Isi dari SMS tersebut seolah-olah ada kebiasaan mereka setiap hari yang saling pamit setiap pulang kerja, dan ada indikasi hubungan yang spesial antara keduanya. Berikut adalah bunyi SMSnya:
SMS 1: udah pulang ya? Nggak kabarin aku.. telfon juga nggak diangkat.. hufhhh...ya sudah deh..
SMS 2: pulang ya tinggal pulang ya.. kamu nggak ngabarin aku.. udah mulai cuek ya sama aku :(
Pertanyaan saya:
Apakah bukti SMS tersebut dapat dijadikan bukti sebagai delik aduan perbuatan tidak menyenangkan? Mengingat akibat yang ditimbulkan sangat merugikan saya dan keluarga.
Apakah SMS tersebut dapat mengarah ke fitnah, jika ternyata menurut pernyataan suami saya mereka tidak ada hubungan apa-apa? Pasal apa yang dapat saya jadikan dasar sebagai aduan/laporan saya nanti dan apa hukumannya?
Kemana jika saya ingin membuat pengaduan, apakah ke Polsek di wilayah tempat tinggal saya?
Selain pidana, apakah orang tersebut dapat dituntut menurut perdata dan juga UU ITE? Mohon penjelasan secara terperinci pasal-pasal dan hukumannya. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pasal 335 KUHP yang semula memuat frasa/unsur “perbuatan tidak menyenangkan” telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK No.1/PUU-XI-2013 sehingga unsur yang tersisa adalah unsur “memakai kekerasan” atau “ancaman kekerasan”. Muatan SMS sebagaimana yang Anda maksud tidak memenuhi salah satu unsur memakai kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga SMS tersebut tidak dapat dijadikan bukti.
Namun, ada risiko hukum yang dapat menjerat pengirim SMS yaitu pasal tindak pidana lainnya, di antaranya tindak pidana fitnah, perbuatan melawan hukum, dan pencemaran nama baik. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Langkah Hukum Jika Teman Kantor Suami yang Mengganggu Keharmonisan Rumah Tangga yang dibuat oleh NAYARA Advocacy dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 8 Desember 2016.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Frasa “Perbuatan Tidak Menyenangkan” Telah Dihapus
Secara historis, perbuatan tidak menyenangkan memang pernah diatur dalam KUHPyang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1]yaitu tahun 2026.
Pasal 335 KUHP
Pasal 448 UU 1/2023
Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta:[2]
1) Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
2) Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta[3] setiap orang yang:
secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau
memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana.
Disarikan dari artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya,sebelumnya pasal tersebut dapat digunakan sebagai pasal perbuatan tidak menyenangkan di media sosial, yang oleh sebagian kalangan warganet disebut dengan undang-undang perbuatan tidak menyenangkan. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No.1/PUU-XI-2013 telah menghapus frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Sehingga, unsur perbuatan tidak menyenangkan tidak lagi berlaku untuk Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP, dan pasal tersebut tidak lagi bisa disebut pasal perbuatan tidak menyenangkan. Dengan demikian, rumusan Pasal 335 ayat (1) KUHP yang tadinya mengatur pasal tentang perbuatan tidak menyenangkan menjadi berbunyi:
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Dengan demikian, untuk dapat dijerat Pasal 335 KUHP atau Pasal 448 UU 1/2023, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut:
barang siapa;
secara melawan hukum;
memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu;
memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Menjawab pertanyaan pertama Anda, menurut hemat kami, muatan SMS yang Anda maksud tidak memenuhi salah satu unsur memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, sehingga SMS tersebut tidak dapat dijadikan bukti.
Ketentuan Hukum tentang Fitnah
Sehubungan dengan pertanyaan Anda kedua, pada dasarnya, untuk dikatakan sebagai fitnah suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.
Pasal 311 ayat (1) KUHP
Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023
Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan
apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa
yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Jika setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 yaitu yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum (pencemaran) diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[4]
menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan;
orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan tersebut diketahuinya tidak benar.
Menurut R. Soesilo dalam buku berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan pada Pasal 311 dinamakan memfitnah (hal.227). Atas pasal ini, R. Soesilo merujuk kepada catatannya pada Pasal 310 KUHP yang menjelaskan tentang apa itu menista. Untuk dikatakan sebagai menista, penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar atau diketahui orang banyak. Salah satu bentuk penghinaan adalah memfitnah (hal. 225-226).
Adapun, penghinaan adalah delik aduan, yang artinya, hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita. Orang yang melakukan tuduhan tanpa alat bukti (bukan fakta yang sesungguhnya), dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur Pasal 311 ayat (1) KUHP, karena telah melakukan fitnah (hal. 225-226).
Menjawab pertanyaan Anda yang kedua, berdasarkan penjelasan di atas, sepanjang SMS tersebut tidak tersiar atau diketahui orang banyak, maka perbuatannya itu tidak dapat dikatakan sebagai fitnah.
Kemudian, sepanjang SMS tersebut tidak tersiar maka tidak ada dugaan tindak pidana yang dapat diproses. Namun sebaliknya, apabila ternyata pengirim SMS menyebarkan SMS tersebut, maka langkah yang dapat Anda lakukan adalah membuat pengaduan atas tindakan yang dilakukan oleh pengirim SMS dengan dugaan melakukan tindak pidana dengan merujuk kepada Pasal 311 ayat (1) jo. Pasal 310 ayat (1) KUHP dan Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023.
Pencemaran Nama Baik berdasarkan UU ITE
Kemudian, Anda juga dapat menuntut pengirim SMS berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan:
Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik;
informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Sebagai informasi, ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE juga mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam KUHP.[6] Lalu, setiap orang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE berpotensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.[7]
Namun, sebagaimana telah kami sampaikan pada penjelasan sebelumnya, sepanjang SMS tersebut tidak tersiar atau dalam kata lain tidak didistribusikan, maka tidak ada dugaan tindak pidana yang dapat diproses. Dengan demikian, menurut hemat kami unsur “perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak terpenuhi.
Perbuatan Melawan Hukum
Lebih lanjut, apabila pengirim SMS menyebarkan SMS tersebut kepada khalayak ramai, maka selain dapat diadukan berdasarkan KUHP, jika tersebarnya SMS menimbulkan kerugian (misalnya suami Anda dipecat dari perusahaannya), Anda dapat mengajukan gugatan perdata atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Berdasarkan uraian di atas,unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum meliputi adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan, adanya sebab akibat antara kerugian dan perbuatan, serta adanya kerugian.[8]
Selanjutnya berkaitan dengan melaporkan tindak pidana ke Polisi, jika terdapat tindak pidana yang terjadi, Anda dapat datang ke kantor polisi terdekat dari lokasi tindak pidana. Sebagai informasi daerah hukum kepolisian meliputi:
Daerah hukum kepolisian markas besar (MABES POLRI) untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Daerah hukum kepolisian daerah (POLDA) untuk wilayah provinsi;
Daerah hukum kepolisian resort (POLRES) untuk wilayah kabupaten/kota;
Daerah hukum kepolisian sektor (POLSEK) untuk wilayah kecamatan.
Indah Sari. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol. 11, No. 1, 2020;
Josua Julio Lalujan dan Liju Zet Viany. Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Aaas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE terhadap Kebebasan Berpendapat di Indonesia. Lex Et Societatis Vol. VIII, No. 4, 2020;
Peter Jeremiah Setiawan (et.al). Konstitusionalitas Perbuatan Tidak Menyenangkan Sebagai Tindak Pidana Ujaran Kebencian: Analisis Surat Edaran Kapolri Nomor: Se/6/X/2015. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, Vol. 8, No. 1, 2021;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor, 1991.
[5]Josua Julio Lalujan dan Liju Zet Viany. Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Aaas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE terhadap Kebebasan Berpendapat di Indonesia. Lex Et Societatis Vol. VIII, No. 4, 2020, hal. 145-146.