Apakah bisa kita meminta tolong pihak kepolisian untuk memediasi permasalahan? Permasalahannya adalah penipuan immateriil. Jadi seorang mahasiswa ditipu dan dibohongi seorang pria beristri hanya untuk menidurinya. Si pelaku mulai dari awal tidak mengaku beristri. Jadi si korban hanya ingin melakukan mediasi oleh pihak yang tegas. Mendapatkan maaf secara terang dari si pelaku.
Akan tetapi, kita dapat melihat mengenai mediasi oleh polisi dalam tataran di bawah undang-undang, yaitu dalam Surat Kapolri No Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute Resolution (“ADR”) (“Surat Kapolri 8/2009”).
1.Mengupayakan penanganan kasus pidana yang mempunyai kerugian materi kecil, penyelesaiannya dapat diarahkan melalui konsep ADR.
2.Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus disepakati oleh pihak-pihak yang berperkara namun apabila tidak terdapat kesepakatan baru diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku secara profesional dan proporsional.
3.Penyelesaian kasus pidana yang menggunakan ADR harus berprinsip pada musyawarah mufakat dan harus diketahui oleh masyarakat sekitar dengan menyertakan RT RW setempat.
4.Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus menghormati norma hukum sosial / adat serta memenuhi azas keadilan.
5.Memberdayakan anggota Pemolisian/ Perpolisian Masyarakat (“Polmas”) dan memerankan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (“FKPM”) yang ada di wilayah masing-masing untuk mampu mengidentifikasi kasus-kasus pidana yang mempunyai kerugian materiil kecil dan memungkinkan untuk diselesaikan melalui konsep ADR.
6.Untuk kasus yang telah dapat diselesaikan melalui konsep ADR agar tidak lagi di sentuh oleh tindakan hukum lain yang kontra produktif dengan tujuan Polmas.
Dalam perkapolres tersebut dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan mediasi. Mediasi penyelesaian perkara adalah kejahatan yang dapat dilakukan mediasi dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain, karakter, usia, keadaan si pelaku, berat ringannya atau keseriusan dari tindak pidana dan keadaan-keadaan pada saat tindak pidana itu dilakukan dan keadaan-keadaan yang diakibatkan oleh terjadinya tindak pidana itu.[1]
Mediasi merupakan bagian Restorative Justice atau Keadilan restorasi. Restorative Justice atau Keadilan restorasi adalah suatu pendekatan yang lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri, mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi korban dan pelaku.[2]
Perkara yang masuk restorative justice, yaitu:
1.Perkara-perkara yang menjadikan perhatian secara manusiawi dan sosial:[3]
a.Tersangka sudah lanjut usia;
b.Tersangka masih anak-anak;
c.Tersangka untuk kepentingan perut/hidup, bukan sebagai mata pencaharian;
d.Tersangka dan korban ada hubungan keluarga, dan hanya faktor kelalaian saja.
2.Perkara-perkara tindak pidana yang ringan yang kerugian dibawah Rp. 2,5juta:
a.Pasal 364 KUHP (pencurian ringan);
b.Pasal 373 KUHP (penggelapan ringan);
c.Pasal 379 KUHP (penipuan ringan);
d.Pasal 384 KUHP (kejahatan surat ringan);
e.Pasal 407 KUHP (pengrusakan ringan);
f.Pasal 482 KUHP (penadahan ringan).
3.Perkara-perkara kecelakaan lalu lintas yang mempunyai kriteria:[4]
a.Karena kelalaiannya berkendaraan di jalan raya, korban meninggal dunia namun tersangka masih ada hubungan keluarga;
b.Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan massa.
4.Perkara–perkara pidana namun atas pertimbangan kemanusiaan dan mengedepankan -pembinaan antara lain:[5]
a.Pencurian;
b.Penipuan;
c.Penggelapan;
d.Penadahan;
e.Penganiayaan;
f.Bersama-bersama melakukan kekerasan dimuka umum.
5.Perkara-perkara yang rentan melibatkan kekuatan massa dan terjadi konflik antara lain:[6]
a.Pengelolaan sumber daya;
b.Pembagian hasil sumber daya yang dikelola;
c.Sengketa tanah;
d.Politik;
e.SARA.
Kasus Penipuan Status Seseorang
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah penipuan status sudah beristri atau belum merupakan tindak pidana?
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya (hal. 261):
1.membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
2.maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
3.membujuknya itu dengan memakai:
a.nama palsu atau keadaan palsu; atau
b.akal cerdik (tipu muslihat); atau
c.karangan perkataan bohong.
Untuk itu, agar bisa dikatakan penipuan, harus ada setidaknya barang yang diberikan dan hal tersebut menguntungkan orang yang melakukan tindak pidana. Yang menjadi pertanyaan, apakah hubungan senggama dapat dikategorikan barang? Bismar Siregar dalam Putusan No. 144/Pid/1983/PT-Mdn, sebagaimana diberitakan dalam artikel Putusan Bonda yang ‘Mengayun’ Bismar, menganalogi alat kelamin perempuan sebagai barang, atau bonda dalam bahasa Tapanuli.Sehingga ketika korban menyerahkan kehormatannya akibat bujuk rayu terdakwa, berarti sama dengan menyerahkan barang.Akan tetapi putusan tersebut dibatalkan di tingkat kasasi.
Oleh karena itu, jika termasuk tindak pidana, maka bisa dilakukan mediasi oleh kepolisian berdasarkan surat kapolri di atas serta perkapolres. Tetapi, walaupun perbuatan pria itu tidak termasuk tindak pidana pun, si wanita yang merasa tertipu dapat meminta polisi melakukan mediasi karena salah satu tugas dari polisi adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakatyang dilakukan dengan membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.[7]
Sebagai contoh lain, mediasi juga diterapkan dalam perkara pidana anak. Namun, mediasi yang dimaksud di sini adalah mediasi yang dilakukan di pengadilan. Penjelasan lebih lanjut silakan simak Siapa Bilang Kasus Pidana Tak Bisa Dimediasi.