Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja
Dr. MICHAEL HANS & Associates Dr. MICHAEL HANS & Associates
Dr. MICHAEL HANS & Associates
Bacaan 10 Menit
Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

PERTANYAAN

Apa saja yang harus diperhatikan dalam kontrak kerja agar saya tidak dirugikan sepihak oleh perusahaan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, dalam kontrak kerja perlu diperhatikan tiga unsur utama, yakni pekerjaan atau kewajiban pekerja, upah, dan perintah atau batasan-batasan yang berlaku saat menjalani pekerjaan.

    Namun, bagaimana dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”)? Apakah ada perbedaan antara kedua perjanjian tersebut?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Isi Perjanjian Kerja yang Harus Diperhatikan Sebelum Tanda Tangan yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 11 Februari 2022.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Jika Perusahaan Tidak Menyediakan Fasilitas Kerja

    Jika Perusahaan Tidak Menyediakan Fasilitas Kerja

    Pengertian Kontrak Kerja

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kontrak kerja atau perjanjian kerja. Pada dasarnya, kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban.[1] Kontrak kerja juga dapat diartikan sebagai dasar terjadinya hubungan kerja.[2] Definisi tersebut sejalan dengan Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

    Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dari definisi tersebut, menurut pendapat kami yang harus diperhatikan terlebih dahulu adalah mengenai unsur esensialianya, yakni pekerjaan, upah, dan perintah.

    Klausul pekerjaan harus memperhatikan jenis pekerja serta job description dari pekerjaan tersebut agar mengetahui detail dari pekerjaan yang menjadi kewajiban pekerja dalam kontrak kerja. Selanjutnya, dalam klausul upah perlu diperhatikan komponen serta besarnya upah agar tidak lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu diperhatikan pula cara pembayaran serta konsekuensi keterlambatan pembayaran upah. Sementara itu, klausul perintah dalam hubungan kerja bermakna bahwa ada yang memberi perintah (pemberi kerja) dan ada yang melaksanakan perintah tersebut.[3]

    Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja

    Pada dasarnya, perjanjian kerja dibuat atas dasar:[4]

    1. kesepakatan kedua belah pihak;
    2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
    3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
    4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Jika perjanjian kerja tersebut tidak memenuhi syarat dalam huruf a dan b, maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan jika bertentangan dengan ketentuan dalam huruf c dan d, maka perjanjian kerja menjadi batal demi hukum.[5]

    Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yang ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.[6]

    Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 13 PP 35/2021, PKWT paling sedikit harus memuat:

    1. nama, alamat Perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat Pekerja/Buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besaran dan cara pembayaran Upah;
    6. hak dan kewajiban Pengusaha dan Pekerja/Buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau syarat kerja yang diatur dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT;
    8. tempat dan tanggal PKWT dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam PKWT.

    Kemudian, jika Anda dipekerjakan secara kontrak atau PKWT, Anda harus melihat juga apakah diperjanjikan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja Anda. Hal ini karena dalam PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Jika dalam PKWT disyaratkan masa percobaan kerja, maka masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.[7]

    Sedangkan, jika Anda dipekerjakan secara tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), maka berdasarkan Pasal 54 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. tempat pekerjaan;
    5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    6. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
    7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

    Namun, beda halnya dengan PWKT, dalam PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan, dan dalam masa percobaan kerja, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.[8] Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan tersebut sekurang kurangnya memuat keterangan:[9]

    1. nama dan alamat pekerja/buruh;
    2. tanggal mulai bekerja;
    3. jenis pekerjaan; dan
    4. besarnya upah.

    Baca juga: Pekerja Wajib Tahu Perbedaan PKWT dan PKWTT

    Kesimpulannya, sebelum Anda menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan, sebaiknya Anda terlebih dahulu memahami isi perjanjian kerja yang mengatur tentang jenis pekerjaan, tempat pekerjaan, besarnya upah dan cara pembayarannya, syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, dan poin-poin sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, jika Anda dipekerjakan secara kontrak atau PKWT, Anda harus memastikan bahwa tidak ada masa percobaan dalam perjanjian kerja Anda. Karena, dalam PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    Referensi:

    1. Asri Wijayanti. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2017;
    2. Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007;
    3. Suryadi Bata Ahmad. Sistem Kontrak Kerja Antara Karyawan dan Perusahaan Perspektif Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab, Vol. 1, No. 2, 2020.

    [1] Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 57.

    [2] Suryadi Bata Ahmad. Sistem Kontrak Kerja Antara Karyawan dan Perusahaan Perspektif Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab, Vol. 1, No. 2, 2020, hal. 21.

    [3] Asri Wijayanti. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hal. 12.

    [4] Pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).

    [5]  Pasal 52 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan.

    [6] Pasal 81 angka 12 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 56 UU Ketenagakerjaan.

    [7] Pasal 81 angka 14 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 58 UU Ketenagakerjaan.

    [8] Pasal 60 UU Ketenagakerjaan.

    [9] Pasal 63 UU Ketenagakerjaan.

    Tags

    hukum
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!