Saya menemukan adanya fenomena di mana yayasan mendaftarkan merek di Ditjen KI. Apakah pendaftaran tersebut sah? Apa akibat yang dapat ditimbulkan dengan disahkannya pendaftaran merek oleh yayasan? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat olehTri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 19 Agustus 2016.
Pemohon pendaftaran merek dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. Ini berarti, yayasan sebagai badan hukum dapat mengajukan permohonan pendaftaran merek. Akibat hukumnya, yayasan memiliki hak eksklusif untuk menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Yayasan adalah Badan Hukum
Yayasanadalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.[1]Dari sini kita ketahui bahwa yayasan adalah badan hukum.
Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri.[2]
Pendaftaran Merek
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.[3]
Guna menjawab pertanyaan Anda, pertama kita harus tahu siapa saja pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran merek. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU 20/2016”) tidak disebutkan secara rinci siapa saja yang berhak menjadi pemohon merek.
UU 20/2016 hanya menyebutkan bahwa Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Merek atau Indikasi Geografis.[4] Akan tetapi, dari ketentuan terkait permohonan pendaftaran merek, dapat dilihat bahwa pemohon pendaftaran merek ini bisa orang perorangan Warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia, maupun orang perorangan Warga Negara Asing, dan badan hukum asing.[5]
Ini berarti, yayasan sebagai badan hukum dapat mengajukan permohonan pendaftaran merek. Akibat hukumnya, yayasan memiliki hak eksklusif untuk menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Syarat-Syarat Permohonan Pendaftaran Merek
Permohonan pendaftaran merek diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia.[6]Permohonan harus mencantumkan:[7]
a.tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b.nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c.nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d.warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna;
e.nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan
f.kelas barang dan/ atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.
Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya. Permohonan dilampiri dengan label Merek dan bukti pembayaran biaya. Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas barang dan/atau jasa.[8]
Dalam hal Merek berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label Merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari Merek tersebut. Dalam hal Merek berupa suara, label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara. Permohonan wajib dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya.[9]
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 08/HAKI/2007/PN.Niaga Sby. Penggugat adalah EY yang bertindak untuk dan atas nama Yayasan Sejahtera SPINS Indonesia yang telah mendaftarkan merek Sophomore International School kepada pemerintahan Republik Indonesia Cq Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Cq Direktorat Merek selaku Turut Tergugat. Namun Tergugat (Yayasan Kasih Bunda) mengajukan pendaftaran merek dengan nama yang sama tanpa sepengetahuan, seizin, atau tanpa bermusyawarah dengan Penggugat selaku yang menggunakan merek tersebut lebih dahulu.
Melihat pada kasus ini, jelas bahwa yayasan sebagai badan hukum dapat melakukan pendaftaran merek.