KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pertanggungjawaban Hukum Jika Terjadi Kecelakaan di Atas Kapal

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Pertanggungjawaban Hukum Jika Terjadi Kecelakaan di Atas Kapal

Pertanggungjawaban Hukum Jika Terjadi Kecelakaan di Atas Kapal
Elizabeth Juliana, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Pertanggungjawaban Hukum Jika Terjadi Kecelakaan di Atas Kapal

PERTANYAAN

Saya mengalami kecelakaan di atas kapal. Tangan saya terjepit pintu ruang tunggu penumpang hingga jari tengah tangan kanan saya putus (langsung di lokasi). Tidak ada penanganan serius dari pihak kapal pada saat kecelakaan, tidak ada SOP yang secara baku mengatur crew kapal terutama bagian klinik perihal apa yang harus dilakukan saat ada kecelakaan. Luka saya hanya diberi obat merah dan dibungkus kapas tanpa ada penanganan medis lanjutan. Jari saya kemudian dioperasi dengan biaya sendiri tanpa didampingi siapapun. Besok lusanya saya menanyakan kembali tentang penanganan kecelakaan tersebut kepada pihak pelayaran dan ASDP. Hasilnya, pihak pelayaran minta maaf karena ada kelalaian nakhoda yang tidak melaporkan peristiwa kecelakaan di atas kapal ke pihak darat. Mereka menawarkan kompensasi damai Rp 5 juta. (Ada rekaman pembicaraan saat mediasi tersebut). Saya sudah melapor ke kabid perla Dephub Provinsi Lampung serta sudah saya email ke website pengaduan masyarakat departemen perhubungan laut tapi saya belum mendapat respon. Apakah bisa dilakukan upaya hukum terhadap lembaga terkait karena nakhoda tidak melaporkan ke bagian pelayaran di darat? Saya sudah berkonsultasi ke Polres untuk membuat laporan polisi tapi ditolak dengan alasan tidak ada unsur pidananya dan sudah dianggap selesai karena sudah diganti biaya operasi, apa itu benar?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

     

     

    Apabila Anda mengaitkan dengan ‘adanya kelalaian nakhoda tidak melaporkan peristiwa kecelakaan di atas kapal ke pihak darat’, hal tersebut tidak termasuk kelalaian yang diatur dalam KUHP. Selain itu, kejadian yang Anda alami juga tidak termasuk dalam kecelakaan yang wajib dilaporkan oleh nakhoda kepada syahbandar menurut UU Pelayaran.

     

    Namun demikian, apabila Anda menolak dana kompensasi yang diberikan, Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan UU Pelayaran.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Anda telah membuat laporan ke Polres, namun ditolak dengan alasan tidak ada unsur pidana. Pernyataan tersebut adalah tepat dan beralasan karena tidak ada diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengenai kronologis yang Anda kemukakan tersebut.

     

    Kelalaian yang Menyebkan Luka

    Apabila Anda mengaitkan dengan ‘adanya kelalaian nakhoda tidak melaporkan peristiwa kecelakaan di atas kapal ke pihak darat’, hal tersebut tidak termasuk kelalaian yang diatur dalam Pasal 360 KUHP, yang isinya :

     

    (1)  barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lama satu tahun.

    (2)  barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikan rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 4.500.

     

    Ini berarti yang dapat dijerat oleh pasal ini adalah orang yang karena perbuatan lalainya menyebabkan orang lain terluka. Dalam kasus Anda, nakhoda kapal bukanlah orang yang karena kelalaiannya menyebabkan tangan Anda terjepit pintu sehingga jari tangan Anda terputus. Oleh karena itu, nakhoda kapal tidak dapat memenuhi unsur tindak pidana Pasal 360 KUHP.

     

    Ketentuan Kecelakaan Pelayaran 

    Secara khusus, mengenai pelayaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran). Dalam Pasal 248 UU Pelayaran diatur mengenai kewajiban nakhoda melaporkan kecelakaan kapal:

    Nakhoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib melaporkan kepada:

    a.    Syahbandar pelabuhan terdekat apabila kecelakaan kapal terjadi di dalam wilayah perairan Indonesia; atau

    b.   Pejabat Perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.

     

    Hal yang wajib dilaporkan oleh nakhoda kapal adalah kecelakaan kapalnya atau kapal lain. Yang dimaksud kecelakaan kapal, diatur dalam Pasal 245 UU Pelayaran :

    Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa:

    a.   kapal tenggelam;

    b.   kapal terbakar;

    c.    kapal tubrukan; dan

    d.   kapal kandas.

     

    Maka dari itu, kejadian yang Anda alami juga tidak termasuk dalam kecelakaan yang wajib dilaporkan oleh nakhoda kepada syahbandar menurut UU Pelayaran.

     

    Ganti Rugi Kecelakaan

    Apabila Anda telah menerima uang santunan atau kompensasi yang ditawarkan oleh pihak pelayaran, maka Anda telah menerima penyelesaian secara damai di luar pengadilan. Namun, apabila Anda menolak dana kompensasi tersebut, Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi.

     

    Gugatan ganti rugi yang Anda dapat ajukan didasari oleh Pasal 40 ayat (1) UU Pelayaran, yang menegaskan:

     

    Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.

     

    Tanggung jawab tersebut dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:[1]

    1.    kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;

    2.    musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;

    3.    keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau

    4.    kerugian pihak ketiga.

     

    Yang dimaksud dengan "kematian atau lukanya penumpang yang diangkut" adalah matinya atau lukanya penumpang yang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakaan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[2]

     

    Berdasarkan penjelasan tersebut, Anda sebagai penumpang, dapat dikategorikan sebagai penumpang yang mengalami kecelakaan ketika dalam pengangkutan, sehingga berhak menerima pertanggungjawaban pihak kapal selaku pihak penyedia jasa.

     

    Jaminan Pertanggungan Kecelakaan Diri

    Terlebih Anda memiliki jaminan pertanggungan yang dijamin oleh Undang-Undang. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (“PP 17/1965”), yaitu :

     

    Kecuali dalam hal-hal tesebut dalam hal Pasal 13 di bawah, tiap penumpang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, termasuk mereka yang dikecualikan dari iuran wajib menurut/berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, diberikan jaminan pertanggungan kecelakaan diri selama penumpang itu berada di dalam alat angkutan yang disediakan oleh pengangkutan untuk jangka waktu antara saat-saat sebagai berikut:

     

    a.    Dalam hal kendaraan bermotor umum: antara saat penumpang naik kendaraan yang bersangkutan di tempat berangkat dan saat turunnya dari kendaraan tersebut di tempat tujuan.

    b.  Dalam hal kereta api: antara saat naik alat angkutan perusahaan kereta api di tempat berangkat dan saat turunnya dari alat angkutan perusahaan kereta api di tempat tujuan menurut karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan.

    c.    Dalam hal pesawat terbang: antara saat naik alat angkutan perusahaan penerbangan yang bersangkutan atau agennya di tempat berangkat dan saat meninggalkan tangga pesawat terbang yang ditumpanginya di tempat tujuan menurut tiketnya yang berlaku untuk penerbangan yang bersangkutan.

    d.    Dalam hal kapal: antara saat naik alat angkutan perusahaan perkapalan/pelayaran yang bersangkutan di tempat berangkat dan saat turun di darat pelabuhan tujuan menurut ticket yang berlaku untuk perjalanan kapal yang bersangkutan.

     

    Berdasarkan pasal tersebut, perusahaan bertanggung jawab memberikan jaminan atas keselamatan penumpang yang sah. Oleh sebab itu, apabila pihak kapal menolak mengganti kerugian yang Anda alami, Anda berhak untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan dasar Pasal 10 ayat (1) PP 17/1965.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

    3.    Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.



    [1] Pasal 41 ayat (1) UU Pelayaran

    [2] Penjelasan Pasal 41 ayat (1) huruf a UU Pelayaran

    Tags

    perbuatan melawan hukum
    penumpang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!