Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Membuat Perjanjian Kawin Setelah Perkawinan Berlangsung (Postnuptial Agreement)?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bisakah Membuat Perjanjian Kawin Setelah Perkawinan Berlangsung (Postnuptial Agreement)?

Bisakah Membuat Perjanjian Kawin Setelah Perkawinan Berlangsung (<i>Postnuptial Agreement</i>)?
NAYARA AdvocacyNAYARA Advocacy
NAYARA Advocacy
Bacaan 10 Menit
Bisakah Membuat Perjanjian Kawin Setelah Perkawinan Berlangsung (<i>Postnuptial Agreement</i>)?

PERTANYAAN

Saya WNI menikah dengan WNA 7 tahun lalu, saat ini saya ingin membeli tanah hak milik namun terjegal dengan perkawinan saya dengan WNA yang tanpa perjanjian pra nikah. Apakah saya bisa membuat perjanjian pasca nikah setelah kami menikah agar saya dapat melakukan proses jual beli tanah yang saya butuhkan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Kawin Kontrak di Indonesia

    Hukum Kawin Kontrak di Indonesia

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    Nayara Advocacy 

    NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga.

    Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 22837970 atau email ke: [email protected]

    Website : http://www.nayaraadvocacycom

     

     

    Intisari:

     

     

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 memberikan kesempatan bagi pasangan suami istri untuk dapat membuat suatu perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan atau yang biasa dikenal dengan Postnuptial Agreement. Ini berarti Anda dapat membuat perjanjian perkawinan pasca Anda menikah.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

     

    Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan Anda. Dalam kesempatan ini kami akan mencoba memberikan jawaban kami atas permasalahan Anda sebagai berikut:

     

    Kami mencatat bahwa berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) telah diatur bahwa Perjanjian Perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Lebih lanjut, Perjanjian Perkawinan tersebut wajib untuk disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Berikut kutipan pasal yang kami maksud:

     

    Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan:

    “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

     

    Jika tidak ada perjanjian kawin, maka harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.[1]

     

    Sejalan dengan pemisahan harta sebagai suatu akibat dari adanya Perjanjian Perkawinan, ketentuan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) ternyata telah terlebih dahulu mengatur mengenai hal tersebut. Di dalam Pasal 119 KUHPer disebutkan bahwa perkawinan pada hakikatnya menyebabkan percampuran dan persatuan harta pasangan menikah, kecuali apabila pasangan menikah tersebut membuat sebuah Perjanjian Perkawinan yang mengatur mengenai pemisahan harta.

     

    Keterkaitan antara Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement) dengan hak kepemilikan tanah bagi pasangan Warga Negara Indonesia (“WNI”) yang menikah dengan warga negara asing (“WNA”) adalah pada pengaturan dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”). Pasal tersebut menyatakan bahwa hanya WNI saja yang diizinkan untuk memiliki tanah dengan hak milik.

     

    Padahal sebagaimana telah dijelaskan di atas, jika tidak ada perjanjian perkawinan, maka harta suami istri setelah menikah menjadi harta bersama, yang berarti WNA dalam perkawinan tersebut ikut menjadi pemilik tanah hak milik jika pasangan WNI-nya membeli tanah hak milik setelah mereka menikah.

     

    Merujuk kepada ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU Agraria jo. Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan di atas, maka Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement) akan sangat memberikan manfaat bagi pasangan menikah yang berbeda kewarganegaraan. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement), maka sudah jelas bahwa pasangan tersebut telah sepakat untuk memisahkan harta masing-masing. Dengan demikian, tanah hak milik yang dibeli oleh WNI hanya akan menjadi miliknya, bukan menjadi milik bersama dengan pasangan WNA-nya.

     

    Permasalahan di atas, kini telah mendapatkan solusi dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 (“Putusan MK 69/2015”). Dengan adanya Putusan MK 69/2015, maka ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan berubah menjadi sebagai berikut:

     

    (1)  Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

    (2)  Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

    (3)  Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.

    (4)  Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

     

    Putusan MK 69/2015 ini mengatasi keresahan dari para WNI yang menikah dengan pasangan berbeda kewarganegaraan. Putusan MK 69/2015 memberikan kesempatan bagi pasangan suami istri untuk dapat membuat suatu perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan atau yang biasa dikenal dengan Postnuptial Agreement, selama pasangan tersebut masih terikat di dalam perkawinan yang sah. Adapun, Perjanjian Perkawinan ini harus disahkan oleh notaris atau pegawai pencatat pernikahan.

     

    Dengan ketentuan baru ini, maka WNI yang menikah dengan pasangan WNA tetap dapat memiliki hak khususnya atas tanah di Indonesia.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

    2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015.

     



    [1] Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan

     

    Tags

    hukumonline
    perjanjian kawin

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!