Pemanfaatan Bangunan Gedung untuk Beribadat
PERTANYAAN
Apakah sebuah gedung atau tempat yang dijadikan tempat ibadat bisa dikatakan sebagai rumah ibadah? Meskipun gedung tersebut tidak dipakai secara terus menerus seperti layaknya rumah ibadah.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah sebuah gedung atau tempat yang dijadikan tempat ibadat bisa dikatakan sebagai rumah ibadah? Meskipun gedung tersebut tidak dipakai secara terus menerus seperti layaknya rumah ibadah.
Intisari:
Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. Untuk mendirikan rumah ibadat wajib memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”) rumah ibadat.
Sebuah gedung dapat dijadikan rumah ibadat sementara apabila dimohonkan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung untuk beribadat. Akan tetapi jika sifat kegiatannya adalah insidentil, tidak permanen, maka tidak memerlukan izin-izin tersebut.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Rumah Ibadat
Mengenai rumah ibadat diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat (“Peraturan Bersama 2 Menteri”).
Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.[1]
Pendirian Rumah Ibadat
Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.[2] Pendirian rumah ibadat tesebut dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.[3]
Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.[4]
Untuk mendirikan rumah ibadat wajib memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”) rumah ibadat.[5] Penjelasan selanjutnya dapat Anda simak dalam artikel Persyaratan Pendirian Rumah Ibadat.
Perlu diketahui juga bahwa sebuah gedung dapat dijadikan rumah ibadat sementara apabila dimohonkan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung untuk beribadat.[6] Berikut uraiannya.
Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung Untuk Beribadat
Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan:[7]
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
Persyaratan laik fungsi mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.[8] Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat meliputi:[9]
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota
Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan Forum Kerukunan Umat Beragama (“FKUB”) kabupaten/kota.[10] Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat berlaku paling lama 2 (dua) tahun.[11]
Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara dapat dilimpahkan kepada camat.[12] Penerbitan surat keterangan pemberian Izin sementara dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.[13]
Jadi, sebuah gedung dapat dijadikan rumah ibadat sementara apabila dimohonkan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung untuk beribadat.
Gedung Tidak Dipakai Secara Terus Menerus untuk Beribadah
Kemudian mengenai pertanyaan Anda selanjutnya mengenai bagaimana jika gedung tersebut tidak dipakai secara terus menerus seperti layaknya rumah ibadah, jika kegiatan ibadat tersebut dilakukan hanya secara insidentil tidak terus-menerus maka tidak memerlukan izin sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Sebagai contoh, dalam artikel Ridwan Kamil: Organisasi massa dilarang halangi dan hambat ibadah, yang kami akses dari situs berita www.antaranews.com, berdasarkan hasil kesepakatan antara Pemkot Bandung dengan MUI, Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), Kementerian Agama Kantor Wilayah Kota Bandung, Bimas Kristen Kementerian Agama Jawa Barat, Polrestabes Bandung dan Kejaksaan Negeri Kota Bandung tanggal 8 Desember 2016 dan hasil rapat antara pemerintah Kota Bandung dan Komnas HAM tanggal 9 Desember 2016, terkait permasalahan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani di Sabuga tanggal 6 Desember 2016, kegiatan ibadah keagamaan diperbolehkan dilakukan di gedung umum, selama sifatnya insidentil. Peraturan Bersama 2 Menteri hanyalah tata cara untuk pengurusan izin Pendirian Bangunan Ibadah permanen/sementara.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
[1] Pasal 1 angka 3 Peraturan Bersama 2 Menteri
[2] Pasal 13 ayat (1) Peraturan Bersama 2 Menteri
[3] Pasal 13 ayat (2) Peraturan Bersama 2 Menteri
[4] Pasal 13 ayat (3) Peraturan Bersama 2 Menteri
[5] Pasal 16 ayat (1) Peraturan Bersama 2 Menteri
[6] Bab V Peraturan Bersama 2 Menteri
[7] Pasal 18 ayat (1) Peraturan Bersama 2 Menteri
[8] Pasal 18 ayat (2) Peraturan Bersama 2 Menteri
[9] Pasal 18 ayat (3) Peraturan Bersama 2 Menteri
[10] Pasal 19 ayat (1) Peraturan Bersama 2 Menteri
[11] Pasal 19 ayat (2) Peraturan Bersama 2 Menteri
[12] Pasal 20 ayat (1) Peraturan Bersama 2 Menteri
[13] Pasal 20 ayat (2) Peraturan Bersama 2 Menteri
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?