Bolehkah Anggota BPD Menyuplai Material untuk Proyek Desa?
PERTANYAAN
Apakah anggota BPD diperbolehkan menyuplai material dalam proyek desa yang dibiayai dari Dana Desa? (anggota BPD tersebut mempunyai toko bangunan).
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah anggota BPD diperbolehkan menyuplai material dalam proyek desa yang dibiayai dari Dana Desa? (anggota BPD tersebut mempunyai toko bangunan).
Intisari:
UU Desa telah mengatur tegas larangan Anggota BPD sebagai pelaksana proyek desa. Dari sini, kita harus ketahui apakah menyuplai material untuk proyek desa bisa dikatakan sebagai pelaksana proyek desa atau tidak. Apabila itu merupakan wujud dari keterlibatan pelaksanaan proyek desa, maka tentu itu telah tegas dilarang oleh UU Desa.
Jika menyuplai material untuk proyek desa tidak bisa dikatakan sebagai bentuk pelaksana proyek, maka perlu diketahui juga bahwa seorang anggota BPD berkewajiban mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan dan tidak boleh menyalahgunakan wewenang. Menyuplai material untuk kepentingan proyek desa yang dibiayai oleh Dana Desa dari toko bangunan miliknya sendiri itu sehingga anggota BPD tersebut mendapat keuntungan pribadi, bisa dikatakan bahwa ia tidak mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Oleh karena itu menurut hemat kami, anggota BPD yang bersangkutan sebaiknya tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek desa dan harus berhati-hati dalam menjalankan kewajibannya.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”).
Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.[1]
Adapun fungsi BPD yaitu:[2]
1. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
2. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
3. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. Anggota BPD dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.[3]
Kewajiban dan Larangan Bagi Anggota BPD
Anggota BPD wajib:[4]
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan
f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa.
Anggota BPD dilarang:[5]
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa;
b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c. menyalahgunakan wewenang;
d. melanggar sumpah/janji jabatan;
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g. sebagai pelaksana proyek Desa;
h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa anggota BPD dilarang menjadi pelaksana proyek desa. Apa itu yang dikatakan sebagai pelaksana?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang diartikan sebagai pelaksana adalah orang (panitia, organisasi, dan sebagainya) yang mengerjakan atau melaksanakan (rancangan dan sebagainya).
Dari sini, kita harus ketahui apakah menyuplai material untuk proyek desa bisa dikatakan sebagai pelaksana proyek desa. Apabila itu merupakan wujud dari keterlibatan pelaksanaan proyek desa, maka tentu itu telah tegas dilarang oleh UU Desa.
Jika menyuplai material untuk proyek desa tidak bisa dikatakan sebagai pelaksana proyek desa, maka perlu diketahui bahwa seorang anggota BPD berkewajiban mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan dan tidak boleh menyalahgunakan wewenang. Menyuplai material untuk kepentingan proyek desa yang dibiayai oleh Dana Desa dari toko bangunan miliknya sendiri sehingga anggota BPD tersebut mendapat keuntungan pribadi bisa dikatakan tidak mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Oleh karena itu menurut hemat kami, anggota BPD yang bersangkutan sebaiknya tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek desa dan harus berhati-hati dalam menjalankan kewajibannya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?