Saya bekerja di perusahaan yang mempunyai jadwal kerja 20 hari kerja dan 10 hari libur (karena rotasi). Terkait izin menikah yang dalam UU Ketenagakerjaan, diatur bahwa karyawan mendapatkan izin tidak masuk kerja selama 3 hari (tanpa mengurangi gaji). Jika saya mengambil cuti menikah pada hari tengah-tengah rotasi (rotasi-menikah-rotasi), apakah itu dibolehkan? Atau justru libur menikah saya tidak bisa gunakan karena saya berada pada saat rotasi (libur tetap 10 hari)? Atau saya bisa mengambil menjadi 13 hari (izin menikah diakui pada saat rotasi seperti yang saya contohkan di awal)? Mohon pencerahannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Benar bahwa pekerja/buruh yang menikah berhak untuk tidak bekerja dan tetap mendapatkan upahnya selama 3 hari. Ketentuan cuti menikah ini lebih lanjut diatur di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama di tempat pekerja/buruh bekerja.
Lantas bagaimana jika mengajukan cuti menikah di tengah-tengah masa rotasi kerja?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ketentuan Tidak Masuk Bekerja Karena Menikah yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 1 Agustus 2017.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Peraturan Cuti Menikah
Pada dasarnya dalam Pasal 81 angka 25 Perppu Cipta Kerjayang mengubah Pasal 79 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, tidak bekerja karena menikah atau lazim dikenal dengan cuti menikah juga menjadi hak karyawan yang harus dipenuhi.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, peraturan tidak bekerja karena menikah terdapat di dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut.
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
Ketentuan di atas tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upahapabila:
pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
pekerja/buruh tidak masuk kerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak ataumenantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Lantas, cuti menikah masuk cuti apa? Jika merujuk ketentuan di atas, cuti menikah tidak tergolong sebagai “cuti”, melainkan tidak masuk kerja karena alasan tertentu dan tetap berhak atas upah.
Lalu, berapa lama cuti menikah dapat diberikan kepada pekerja/buruh? Pasal 93 ayat (4) huruf a UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja karena menikah dibayar untuk selama 3 hari.
Adapun, pengaturan pelaksanaan ketentuan kewajiban pengusaha membayar upah karena pekerja/buruh tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan karena hal-hal tertentu seperti menikah ditetapkan dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[1]
Cuti Menikah pada Kondisi Rotasi Kerja
Terkait dengan rotasi kerja, dari keterangan yang Anda sampaikan, kami menangkap bahwa rotasi yang Anda maksud di sini adalah masa atau hari-hari dimana Anda tidak bekerja (libur atau waktu istirahat).
Pada dasarnya UU Ketenagakerjaan tidak mengatur larangan maupun ketentuan yang eksplisit mengenai cuti menikah di tengah-tengah rotasi. Oleh karena itu, kami menyarankan agar Anda memeriksa kembali dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama adakah ketentuan khusus mengenai cuti menikah atau tidak masuk bekerja karena menikah.
Jika ada larangan cuti menikah di tengah-tengah masa rotasi, maka Anda sebagai karyawan tentu harus mematuhi ketentuan tersebut sesuai asas pacta sunt servanda dimana semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.[2]
Namun, yang pasti dilindungi oleh undang-undang adalah Anda berhak untuk tidak melakukan pekerjaan karena menikah dan tetap dibayar upahnya selama 3 hari. Jadi Anda sebagai pekerja berhak tidak masuk kerja karena alasan menikah dan pengusaha tetap wajib membayar upahnya.
Jika ketentuan cuti menikah tidak diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama di kantor tempat Anda bekerja, maka menurut hemat kami, Anda yang berada pada masa rotasi (istirahat kerja) boleh tidak bekerja karena alasan menikah di hari manapun (baik di tengah-tengah rotasi maupun tidak). Hal ini karena tidak masuk bekerja karena menikah dan tetap menerima upah merupakan hak Anda sebagai pekerja.
Jika pengusaha tidak membayar upah karyawan yang tidak masuk bekerja karena menikah, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta.[3]