Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul
yang sama yang dibuat oleh
Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 01 November 2017.
Intisari:
Ya, jika seorang wajib pajak meninggal dunia, maka bisa dilakukan penghapusan NPWP-nya, dengan catatan, wajib pajak tersebut tidak meninggalkan warisan atau warisannya sudah terbagi. Lalu bagaimana jika wajib pajak yang meninggal dunia itu mempunyai warisan yang belum dibagi? Apakah NPWP-nya bisa dihapuskan? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
[1]
Wajib Pajak itu meliputi:
[2]Wajib Pajak orang pribadi;
Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi;
Wajib Pajak Badan; dan
bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sedangkan yang disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
[3]
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (“KPP”) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (“KP2KP”) yang wilayah kerjanya meliputi:
[4]tempat tinggal wajib pajak;
tempat kedudukan Wajib Pajak; atau
tempat kegiatan usaha wajib pajak.
Terhadap Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri diberikan NPWP.
[5]
Jadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan, sedangkan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Penghapusan NPWP
Jika wajib pajak meninggal dunia, maka dapat dilakukan penghapusan NPWP. Penghapusan NPWP dilakukan oleh Kepala KPP atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dapat melakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
[6]
Penghapusan NPWP dilakukan antara lain dalam hal:
[7]Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP;
Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah dan penghasilan netonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;
wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya; atau
wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya.
Cara menghapuskan NPWPnya yaitu dengan mengajukan permohonan penghapusan NPWP yang disampaikan pada:
[8]KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau
KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Permohonan penghapusan NPWP dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. Dokumen yang disyaratkan sebagai lampiran permohonan penghapusan NPWP merupakan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, berupa:
[9]dokumen yang menunjukkan Wajib Pajak sudah meninggal dunia beserta surat pernyataan bahwa tidak mempunyai warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi dengan menyebutkan ahli waris, dalam hal Wajib Pajak telah meninggal dunia;
dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, dalam hal Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
dokumen yang menunjukkan bahwa penghasilan neto orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik dan pegawai yang telah diberikan NPWP melalui pemberi kerja/bendahara pemerintah tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak; atau
fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis dan surat pernyataan tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami, dalam hal wanita kawin tidak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah dari suaminya
Jadi, jika seorang wajib pajak meninggal dunia, NPWP-nya bisa dihapuskan, dengan catatan, wajib pajak tersebut tidak meninggalkan warisan atau warisannya sudah terbagi.
Pajak terhadap Warisan
Lalu bagaimana jika wajib pajak yang meninggal dunia itu mempunyai warisan yang belum dibagi? Apakah NPWP nya bisa dihapuskan?
- orang pribadi;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
badan; dan
bentuk usaha tetap.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan sebagaimana disebutkan di atas merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan Pajak atas Penghasilan (“PPh”) yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
[11]
Penghasilan yang menjadi objek PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
[12]
Jika ingin dilakukan penghapusan NPWP terhadap Wajib Pajak yang telah meninggal dunia dengan meninggalkan warisan, maka mengacu pada Pasal 13 ayat (3) huruf a PMK 147/2017, harus dilakukan pembagian warisan terlebih dahulu, kemudian dibuat surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi dengan menyebutkan ahli waris.
Contoh
Sebagai contoh, A merupakan pengusaha mebel yang taat melakukan kewajiban perpajakannya. Setelah A sebagai wajib pajak (pewaris) itu meninggal dunia, usaha mebel miliknya itu merupakan harta warisan, namun ternyata warisan belum dibagi di antara ahli warisnya dan masih menghasilkan nilai ekonomis.
Dalam hal ini, maka selama harta warisan tersebut masih belum dibagi, harta itu merupakan subjek pajak pengganti. Selama harta warisan belum dibagi, maka ahli warislah yang membayarkan kewajiban pajak selama tahun pajak berjalan itu dengan menggunakan NPWP si pewaris. Setelah pajaknya disetorkan dan dilaporkan, kemudian harta warisan dibagi di antara ahli waris, maka berakhirlah kedudukan harta warisan tersebut sebagai subjek pajak pengganti. Di sinilah kemudian NPWP dari si pewaris bisa dihapuskan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
[1] Pasal 1 angka 4 PMK 147/2017
[2] Pasal 2 ayat (6) PMK 147/2017
[3] Pasal 1 angka 10 PMK 147/2017
[4] Pasal 2 ayat (1) PMK 147/2017
[5] Pasal 2 ayat (3) PMK 147/2017
[6] Pasal 12 ayat (1) PMK 147/2017
[7] Pasal 12 ayat (2) PMK 147/2017
[8] Pasal 13 ayat (1) PMK 147/2017
[9] Pasal 13 ayat (2) dan (3) PMK 147/2017
[10] Pasal 2 ayat (1) UU 36/2008
[11] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf a UU 36/2008
[12] Pasal 4 ayat (1) UU 36/2008