Intisari :
Surat cinta merupakan salah satu karya tulis yang termasuk ciptaan yang dilindungi. Meskipun surat tersebut telah diberikan kepada mantan kekasihnya, tidak berarti bahwa pada saat itu hak ciptanya secara otomatis beralih pada sang mantan kekasih. Sehingga tentu saja apabila sang mantan kekasih berniat untuk menerbitkan surat cinta tersebut, sang mantan kekasih wajib mendapatkan izin dari pria yang menulis surat cinta itu. Dari sisi hak moral, pria yang menulis surat cinta tersebut dapat mempertahankan haknya untuk melarang mantannya menerbitkan surat cinta tersebut karena dianggap merugikan kehormatan diri atau reputasinya berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf e UU Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Melihat sebuah surat cinta dari sisi hukum hak cipta sebenarnya sama saja dengan melihat hak cipta karya tulis lain.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) mengatur tentang perlindungan terhadap setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Itulah yang disebut sebagai ciptaan dalam undang-undang tersebut.
Kemudian dalam Pasal 40 angka (1) huruf a UU Hak Cipta dinyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra adalah ‘buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya’.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, surat cinta merupakan salah satu karya tulis yang termasuk ciptaan yang dilindungi. Meskipun surat tersebut telah diberikan kepada mantan kekasihnya, tidak berarti bahwa pada saat itu hak ciptanya secara otomatis beralih pada sang mantan kekasih. Sehingga tentu saja apabila sang mantan kekasih berniat untuk menerbitkan surat cinta tersebut, sang mantan kekasih wajib mendapatkan izin dari pria yang menulis surat cinta itu. Sama halnya dengan perlindungan atas ciptaan yang lain, pria yang menulis surat cinta tersebut memiliki hak eksklusif atas surat cintanya tersebut. Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta.
[1]
Sebagai pencipta surat, pria yang menulis surat memiliki eksklusif berupa hak moral dan hak ekonomi. Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta mengatur perlindungan hak cipta apabila ada hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:
Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:
tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Jadi, dari sisi hak moral, pria yang menulis surat cinta tersebut dapat mempertahankan haknya untuk melarang mantannya menerbitkan surat cinta tersebut karena dianggap merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan bahwa:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Sedangkan sanksi dari pasal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 menyatakan bahwa:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta