Intisari:
Ya benar bahwa pada dasarnya dalam memberikan keterangan di sidang pengadilan saksi harus mengucapkan sumpah atau janji. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Tindak Pidana Ringan
Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 422) menyatakan antara lain bahwa Tindak Pidana Ringan (“Tipiring”) merupakan jenis tindak pidana yang dapat digolongkan ke dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
Berikut pengaturan mengenai Tipiring dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP:
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
Merujuk pada ketentuan-ketentuan di atas, jelas bahwa Tipiring adalah tindak pidana dimana ancaman hukumannya adalah pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500 (dengan penyesuaian), dan penghinaan ringan.
Nota Kesepakatan 2012 tersebut menyebutkan bahwa Tipiring adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda 10.000 kali lipat dari denda. Pasal-pasal yang merupakan Tipiring tersebut terdapat dalam Buku II KUHP. Penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana ringan dapat Anda simak dalam artikel
Tindak Pidana Ringan (Tipiring).
Pemeriksaan Saksi Pada Tindak Pidana Ringan
Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP memang mengatur mengenai keharusan saksi disumpah sebelum memberikan keterangan di persidangan, aturannya berbunyi:
…
…
Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya;
Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.
Tetapi ada beberapa ketentuan dalam Acara Pemeriksaan Cepat (termasuk Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan) yang berbeda dengan ketentuan Pasal 160 (Acara Pemeriksaan Biasa) dalam hal pemeriksaan saksi.
Yahya (hal. 423 s.d hal. 429) menjelaskan dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan diatur antara lain bahwa:
Pelimpahan dan pemeriksaan perkara Tipiring langsung dilimpahkan oleh penyidik ke pengadilan tanpa melalui penuntut umum. Penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
[2]Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua perkara Tipiring yang diterima pengadilan segera disidangkan pada hari itu juga. Pemeriksaan Tipiring diperiksa dan diadili oleh hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir.
[3]Pengajuan perkara tanpa surat dakwaan.
Ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut.
[4]Saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu.
[5]
Jadi menurut Pasal 208 KUHAP, dalam acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali dianggap perlu oleh hakim. Prinsip pada Pasal 208 KUHAP ini seolah-olah bertentangan dengan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang menegaskan “kewajiban” saksi untuk mengucapkan sumpah atau janji sebelum memberi keterangan. Apa yang menjadi latar belakang dan alasan pembuat undang-undang mengenai hal ini tidak dijelaskan. Bagaimanapun anggapan yang diberikan terhadap Tipiring jangan sampai melenyapkan nilai-nilai kekhidmatan dan kebenaran sejati dalam pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan.
[6]
Bertitik tolak dari prinsip pemikiran ini, sebaiknya hakim yang memeriksa perkara dalam acara tindak pidana ringan mengikuti saja kalimat terakhir Pasal 208 yang mengatakan saksi sebelum memberi keterangan mengucapkan sumpah atau janji “jika itu dianggap perlu oleh hakim”. Anggap saja pengucapan sumpah atau janji itu perlu demi untuk menjamin kejujuran dan moralitas saksi mengutarakan keterangan yang sebenarnya. Dari segi kejiwaan, hakim yang bersangkutan akan lebih lega menjatuhkan putusan jika didukung oleh keterangan saksi yang dilandasi dengan sumpah atau janji.
[7]
Tanpa saksi pun perkara dapat diputus, karena dalam acara tindak pidana ringan Pasal 183 KUHAP tentang asas minimum pembuktian sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, tidak perlu diterapkan secara mutlak.
[8]
Buktinya Pasal 208 KUHAP sendiri sudah menegaskan, saksi yang memberi keterangan di sidang pengadilan “tidak mengucapkan” sumpah atau janji. Akan tetapi seperti yang dikatakan, seandainya ada pemeriksaan keterangan saksi, sebaiknya saksi yang bersangkutan lebih dulu mengucapkan sumpah sebelum memberikan keterangan. Karena hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan undang-undang.
[9]
Jadi memang benar bahwa pada dasarnya dalam memberikan keterangan di sidang pengadilan saksi harus mengucapkan sumpah atau janji. Dan dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali dianggap perlu oleh hakim. Saksi yang tidak mengucapkan sumpah dalam memberikan keterangan dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidaklah menyalahi aturan.
Dasar hukum:
-
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP;
- Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, M.HH-07.HM.03.02, KEP-06/E/EJP/10/2012, B/39/X/2012 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Referensi:
Harahap, Yahya. 2015. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Yahya Harahap, hal. 422
[2] Pasal 205 ayat (2) KUHAP
[3] Pasal 205 ayat (3) KUHAP
[4] Penjelasan Pasal 207 ayat (2) huruf b KUHAP
[6] Yahya Harahap, hal. 428
[7] Yahya Harahap, hal. 428
[8] Yahya Harahap, hal. 428
[9] Yahya Harahap, hal. 428