Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Batas Kepemilikan Saham Asing Pada Perusahaan Fintech Lending

Share
copy-paste Share Icon
Start-Up & UMKM

Batas Kepemilikan Saham Asing Pada Perusahaan Fintech Lending

Batas Kepemilikan Saham Asing Pada Perusahaan <i>Fintech Lending</i>
Yusuf Fachrurrozi, S.H., CLA.THEY Partnership
THEY Partnership
Bacaan 10 Menit
Batas Kepemilikan Saham Asing Pada Perusahaan <i>Fintech Lending</i>

PERTANYAAN

Menurut hukum Indonesia, apakah diperbolehkan kepemilikan saham oleh pihak/investor asing pada start-up berbasis fintech lending sudah hampir mencapai 100 persen (akhirnya start-up menjadi milik asing)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Menurut POJK 10/5/2022, dalam hal ada kepemilikan asing pada penyelenggara layanan fintech, kepemilikan asing pada penyelenggara baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melebihi 85% dari modal disetor penyelenggara. Namun, batasan kepemilikan asing pada penyelenggara tersebut tidak berlaku bagi penyelenggara yang merupakan perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek.

    Sehingga, kepemilikan asing atas perusahaan start-up berbasis fintech lending yang melebihi 85% atau hampir 100% dari modal disetor penyelenggara diperbolehkan menurut ketentuan OJK, dengan catatan perusahaan start-up tersebut telah menjadi perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek. Bagaimana bunyi dasar hukum selengkapnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 21 Mei 2018.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai boleh tidaknya kepemilikan 100% saham pada perusahaan financial technology, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu apa itu pengertian perusahaan start-up dan financial technology.

    Pengertian Start-up dan Financial Technology

    Start-up adalah sebuah perusahaan yang belum lama berdiri atau beroperasi. Start-up juga diartikan sebagai sebuah perusahaan yang menciptakan produk atau jasa di tengah ketidakpastian dan dapat menemukan sebuah model bisnis yang dapat berulang serta berskala. Istilah perusahaan start-up biasanya mengacu pada perusahaan-perusahaan yang layanan atau produknya berbasiskan teknologi.[1]

    Secara yuridis, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala Bekraf 10/2016, start-up adalah adalah rintisan usaha bisnis yang dapat berbentuk sebuah perusahaan, sebuah kerja sama kemitraan, atau organisasi sementara yang dengan pengembangan kapasitas dan kemampuan teknis maupun manajerial wirausaha, berpotensi untuk menumbuhkan nilai usaha dan daya saing secara inovatif dan kreatif dalam jangka waktu tertentu.

    Sedangkan financial technology (“fintech”) merupakan salah satu inovasi layanan jasa keuangan yang mulai popular di era digital sekarang ini dan teknologi dengan konsep digitalisasi pembayaran menjadi salah satu sektor dalam industri fintech yang paling berkembang di Indonesia.[2]

    Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 14 PBI 23/6/2021, Layanan Keuangan Digital (“LKD”) adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Pembayaran yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan sumber dana berupa penerbitan uang elektronik melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile atau piranti digital lainnya untuk ekonomi digital dan keuangan inklusif.

    Berdasarkan praktik kami, perusahaan fintech merupakan sebuah “barang baru” dalam dunia bisnis di Indonesia. Hal tersebut setidaknya dilihat dari usia pengaturannya yang masih relatif muda dan pada umumnya digolongkan sebagai jenis usaha rintisan baru atau start-up.

    Ketika berbicara mengenai fintech, perlu diperhatikan juga ketentuan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“LPBBTI”), yaitu penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 POJK 10/5/2022.

    Adapun pendanaan adalah penyaluran dana dari pemberi dana kepada penerima dana dengan suatu janji yang akan dibayarkan atau dikembalikan sesuai dengan jangka waktu tertentu.[3]

    Kemudian, penyelenggara LPBBTI adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPBBTI baik secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.[4] Penyelenggara tersebut wajib dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan berbentuk perseroan terbatas, yang dalam melaksanakan kegiatan usaha LPBBTI harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[5]

    Selanjutnya, kami akan bahas ketentuan mengenai permodalan usaha fintech.

    Modal Perusahaan Fintech

    Terkait modal, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan (2) POJK 10/5/2022, penyelenggara layanan fintech wajib mempunyai modal disetor paling sedikit sebesar Rp25 miliar pada saat pendirian. Lalu, modal tersebut harus disetor secara tunai, penuh, dan ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atas nama penyelenggara pada:

    1. bank umum, bank umum syariah, atau unit usaha syariah dari bank umum di indonesia bagi penyelenggara konvensional; atau
    2. bank umum syariah atau unit usaha syariah dari bank umum di indonesia bagi penyelenggara berdasarkan prinsip syariah.

    Batas Maksimum Kepemilikan Saham Asing

    Kemudian, pada dasarnya, saham penyelenggara yang berbentuk perseroan terbatas dilarang dimiliki oleh pihak selain:[6]

    1. Warga Negara Indonesia (“WNI”) dan/atau badan hukum Indonesia; atau
    2. WNI dan/atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a, bersama-sama dengan badan hukum asing dan/atau warga negara asing.

    Dalam hal ada kepemilikan asing pada penyelenggara, menurut Pasal 3 ayat (4) POJK 10/5/2022, kepemilikan asing pada penyelenggara baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melebihi 85% dari modal disetor penyelenggara.

    Kemudian, perlu dicatat bahwa batasan kepemilikan asing pada penyelenggara tersebut tidak berlaku bagi penyelenggara yang merupakan perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek.[7] Dengan kata lain, ketentuan batasan tersebut hanya berlaku pada perusahaan fintech lending yang merupakan perseroan tertutup, atau secara singkat batasan tidak berlaku bagi perusahaan fintech lending yang merupakan perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek.

    Sehingga menjawab pertanyaan dari Anda, kepemilikan asing atas perusahaan start-up berbasis fintech lending yang melebihi 85% atau hampir 100% dari modal disetor penyelenggara diperbolehkan menurut ketentuan OJK, dengan catatan perusahaan start-up tersebut telah menjadi perseroan terbuka dan memperdagangkan sahamnya di bursa efek, serta transaksi saham tersebut dilakukan melalui bursa efek.

    Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemberian Bantuan Pemerintah Untuk Pendanaan Awal Rintisan Usaha Bisnis (Start-up);
    2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran;
    3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

    Referensi:

    1. Dhiyaah Karina (et.al). Pengaruh Perusahaan Startup terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia selama Pandemi Covid-19. Berajah Journal, Vol. 2, No. 1, 2021;
    2. Ratnawaty Marginingsih. Financial Technology (Fintech) dalam Inklusi Keuangan Nasional di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, 2021.

    [1] Dhiyaah Karina (et.al). Pengaruh Perusahaan Startup terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia selama Pandemi Covid-19. Berajah Journal, Vol. 2, No. 1, 2021, hal. 159

    [2] Ratnawaty Marginingsih. Financial Technology (Fintech) dalam Inklusi Keuangan Nasional di Masa Pandemi Covid-19.  Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, 2021, hal. 57

    [3] Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 10/5/2022”)

    [4] Pasal 1 angka 8 POJK 10/5/2022

    [5] Pasal 2 jo. Pasal 8 ayat (1) POJK 10/5/2022

    [6] Pasal 3 ayat (1) POJK 10/5/2022

    [7] Pasal 3 ayat (5) POJK 10/5/2022

    Tags

    start-up
    fintech

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!