Kebakaran hutan di Gunung Bromo disebabkan oleh aktivitas prewedding pasangan calon pengantin bersama dengan WO, dengan menggunakan flare. Ternyata ketika sesi pemotretan, percikan flare itu terjatuh dan menyambar rumput kering, hingga memicu kebakaran di kawasan Bromo. Lalu apa sanksi pihak-pihak yang menyebabkan kebakaran di Bromo tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam termasuk sebagai salah satu jenis hutan konservasi.
Terhadap pihak yang menyebabkan kebakaran taman nasional, baik disengaja maupun karena kelalaian, dapat dijatuhi sanksi pidana, tuntutan pembayaran ganti rugi kepada negara, hingga gugatan perdata. Bagaimana ketentuannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Pidana Bagi Orang yang Membakar Taman Nasional yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 27 Agustus 2018.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Taman Nasional sebagai Kawasan Hutan Konservasi
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang pertanggungjawaban kebakaran hutan di Gunung Bromo, perlu Anda ketahui bahwa wilayah Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan konservasi yang merupakan taman nasional dan dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.[1]
Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.[2]
Lebih lanjut, taman nasional merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.[3]
Kawasan pelestarian alam ini salah satunya mencakup hutan konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.[4]
Jerat Hukum bagi Penyebab Kebakaran Taman Nasional
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa taman nasional termasuk dalam kawasan pelestarian alam yang mana mencakup jenis hutan konservasi. Lalu apa jerat hukum pelaku yang menyebabkan kebakaran di Bromo?
Berdasarkan UU Kehutanan dan perubahannya setiap orang dilarang membakar hutan.[5] Setiap orang yang dengan sengaja membakar hutan (termasuk taman nasional), diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar.[6]
Sementara itu, setiap orang yang karena kelalaiannya membakar hutan (termasuk taman nasional) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp3,5 miliar.[7]
Jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi dan/atau atas nama korporasi, maka korporasi dan pengurusnya dikenai pidana dengan pemberatan 1/3 dari denda pidana pokok.[8]
Selain sanksi pidana di atas, pihak yang menyebabkan kebakaran hutan (termasuk taman nasional), tanpa mengurangi sanksi pidananya, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.[9]
Sementara itu, apabila kebakaran taman nasional tersebut melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, maka dalam UU PPLH dapat dikenai pidana. Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.[10]
Jika setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.[11]
Apa itu kriteria baku kerusakan lingkungan hidup? Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditanggung oleh lingkungan hidup untuk dapat melestarikan fungsinya.[12] Kriteria ini adalah instrumen untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, salah satunya berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha/kegiatan.[13]
Dengan kata lain, jika kebakaran hutan di Gunung Bromo (taman nasional) tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan hidup karena melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, maka bagi penyebab kebakaran dapat dipidana sebagaimana disebutkan di atas.
Apabila tindak pidana lingkungan hidup itu dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan tersebut.[14] Adapun ancaman pidana terhadap pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dijatuhkan pidana penjara dan denda diperberat 1/3.[15]
Selain itu, terhadap badan usaha dapat dikenai pidana tambahan atau pidana tata tertib berupa: [16]
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
perbaikan akibat tindak pidana;
pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
Gugatan Perdata
Selain sanksi pidana, dalam UU PPLH, dikenal tiga jenis hak gugat yaitu yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi lingkungan hidup.[17] Hak gugat ini digunakan untuk mengajukan gugatan gati rugi atas kerusakan lingkungan hidup.
Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.[18]
Adapun yang dimaksud dengan kerugian lingkungan hidup adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan merupakan hak milik privat.[19]
Bagi masyarakat, terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau kepentingan masyarakat jika mengalami kerugian akibat pencemaran/kerusakan lingkungan hidup.[20]
Sementara itu, organisasi lingkungan hidup yang memenuhi syarat berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup berupa tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa tuntutan ganti rugi, kecuali biaya/pengeluaran riil.[21]
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, pihak yang menyebabkan kebakaran hutan di Gunung Bromo, baik perorangan maupun badan hukum yang dilakukan dengan sengaja maupun karena kelalaiannya dapat dikenai sanksi pidana. Selain sanksi pidana, pelaku juga dapat digugat secara perdata dan dikenai kewajiban pembayaran ganti rugi kepada negara.
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan PN Pasir Pangaraian No. 354/PID.B/2013/PN.PSP. Dalam kasus tersebut, terdakwa membakar lahan yang termasuk ke dalam hutan produksi yang nantinya akan ditanami padi oleh terdakwa (hal. 3).
Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “dengan sengaja membakar hutan”. Akibat perbuatan terdakwa tersebut, terdakwa dipidana penjara selama satu tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider satu bulan pidana kurungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (3) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU Kehutanan (hal. 22 – 23).