Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kedudukan Harta Istri yang Dijaminkan dalam Pembagian Gono-Gini

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Kedudukan Harta Istri yang Dijaminkan dalam Pembagian Gono-Gini

Kedudukan Harta Istri yang Dijaminkan dalam Pembagian Gono-Gini
Anisah Marwah Nabilah, S.H. Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKIHI FHUI)
Bacaan 10 Menit
Kedudukan Harta Istri yang Dijaminkan dalam Pembagian Gono-Gini

PERTANYAAN

Saya mau menanyakan, sebelum proses cerai, kami menjaminkan SHM di bank (kami pasangan Muslim), pinjaman atas nama saya (suami) dan sertifikat tanah SHM atas nama istri. Sekarang kami dalam proses cerai dan belum ada keputusan tetap dari Pengadilan Agama. Apabila suatu saat pihak istri melakukan pelunasan dan pengambilan sertifikat di bank sedangkan masih proses cerai, adakah tindakan hukum yang bisa saya lakukan? Ke pihak mana? Bank atau istri?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam hukum perkawinan dikenal adanya 2 jenis harta, yaitu harta bersama dan harta bawaan. Terhadap harta bersama, suami atau istri hanya dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
     
    Sementara terhadap harta bawaan, masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
     
    Apabila suami dan istri yang sedang dalam proses cerai memiliki pinjaman kepada bank atas nama suami dan menjaminkan sertifikat hak milik istri sebagai objek jaminannya, kemudian sang istri melakukan pelunasan terhadap pinjaman tersebut sebelum adanya putusan cerai, maka bisa atau tidaknya suami melakukan upaya hukum bergantung pada status sertifikat hak milik yang dijaminkan tersebut, apakah merupakan bagian harta bersama atau harta bawaan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Untuk mengetahui hukumnya pengambilan objek jaminan oleh pihak istri dalam proses perceraian seperti pada kasus di atas, maka perlu untuk memahami terlebih dahulu mengenai harta bersama dan harta bawaan dalam perkawinan.
     
    Harta Bersama dan Harta Bawaan dalam Perkawinan
    Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) disebutkan bahwa: 
     
    1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
    2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
     
    Kemudian, dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 36 UU Perkawinan bahwa:  
     
    1. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
    2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
     
    Sedangkan, dalam Hukum Islam, harta memiliki kedudukan yang penting, karena dari lima maqashid syariah atau tujuan dari Hukum Islam, salah satu di antaranya adalah al-maal atau harta.
     
    Menurut Ulama Hanafiyah, harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfaatkan. Harta juga merupakan sesuatu yang sifatnya sementara, tetapi terdapat pemiliknya sebagaimana Islam juga mengakui adanya hak pribadi seseorang terhadap harta.
     
    Dalam sebuah perkawinan, dikenal dengan harta bersama dan harta bawaan.
     
    Bagi seorang Muslim, pengaturan mengenai harta perkawinan diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 91 Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
     
    Pengertian harta bersama disebutkan dalam Pasal 85 KHI:
     
    Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masingmasing suami atau isteri.
     
    Lebih lanjut, dalam Pasal 86 KHI menyebutkan bahwa:
     
    1. Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.
    2. Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.
     
    Kemudian, dalam Pasal 88 KHI mengatur perihal:
     
    Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.
     
    Perlu digarisbawahi bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan penjelasannya, pasangan diperbolehkan mengajukan permohonan cerai talak atau cerai gugat disertai pembagian harta gono-gini di Pengadilan Agama yang proses persidangannya dilakukan bersama-sama.
     
    Artinya, terkait pertanyaan Anda, proses permohonan cerai dan pembagian harta gono-gini dilakukan pada saat yang bersamaan.
     
    Namun, apabila keinginan terhadap pembagian harta gono-gini datangnya belakangan, maka permohonan tersebut dapat diselesaikan setelah adanya penetapan atau putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dari perceraian.
     
    Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, jika harta yang dijadikan objek jaminan di bank tersebut merupakan harta bersama, maka terhadap harta bersama tersebut dapat dilakukan pembagian oleh Pengadilan Agama setelah adanya penetapan atau putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atas perceraian.
     
    Maka, apabila Sertifikat Hak Milik (“SHM”) yang dijadikan objek jaminan tersebut merupakan harta bersama milik suami dan istri, maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh suami adalah mengajukan upaya hukum dan penetapannya sebagai harta bersama ke Pengadilan Agama setelah adanya putusan atas perceraiannya.
     
    Sementara mengenai harta bawaan di dalam Pasal 87 KHI menyebutkan bahwa:
     
    1. Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah d ibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
    2. Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.
     
    Sesuai dengan Pasal 87 ayat (1) KHI, jika SHM atas nama istri tersebut, misalnya, merupakan hadiah atau warisan yang ia peroleh sendiri, maka SHM tersebut adalah harta bawaan istri yang berada di bawah penguasaan istri.
     
    Kemudian, jika dikaitkan dengan Pasal 87 ayat (2) KHI, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa jika SHM merupakan harta bawaan dari pihak istri, maka istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas hartanya tersebut.
     
    Perbuatan yang dimaksud dalam kasus ini adalah istri melakukan pelunasan dan pengambilan terhadap SHM yang telah dijaminkan di bank.
     
    Hal ini juga merujuk pada Pasal 86 ayat (2) KHI bahwa harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, sehingga SHM yang Anda maksud akan tetap menjadi hak dari istri dan dikuasai penuh oleh istri, dan bukan menjadi bagian dari harta bersama dan tidak pula menjadi objek pembagian harta bersama dalam perceraian.
     
    Jika SHM tersebut adalah harta bawaan dari istri, maka suami tidak dapat melakukan upaya hukum baik ke pihak istri maupun ke pihak bank sebab harta tersebut memang berada di bawah penguasaan istri, kecuali suami dan istri telah membuat perjanjian kawin yang menentukan lain.
     
    Sehingga, apabila dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa SHM tersebut menjadi harta bersama, maka suami dapat melakukan upaya hukum berupa penyelesaian dan penetapan harta gono-gini ke Pengadilan Agama setelah mendapat putusan cerai.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

              1.  
    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    Tags

    keluarga dan perkawinan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!