Intisari :
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation). Jika ada, maka masa probation tersebut batal demi hukum. Dalam kasus Anda, menurut hemat kami istilah batal demi hukum bukan berarti masa pecobaan tidak dihitung dan dianggap tidak ada, namun status percobaannya yang batal demi hukum sehingga masa kerja tersebut dianggap menjadi sebuah awal dibuatnya PKWT. Karena masa percobaan batal demi hukum, maka PKWT awal (pertama) adalah selama 3 bulan, lalu diperpanjang 1 tahun, dan diperbaharui 1 tahun (setelah ada masa tenggang 30 hari sejak berakhirnya PKWT ke-dua) sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setelah masa PKWT tersebut berakhir (pembaruan terakhir), maka demi hukum status Anda seharusnya menjadi pegawai dengan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pegawai tetap. Langkah apa yang dapat Anda lakukan? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Kontrak kerja yang Anda maksud dalam Hukum Ketenagakerjaan dikenal dengan sebutan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Perjanjian kerja ada 2 (dua) jenis yaitu:
[1]Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”)
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”)
Dalam kasus Anda sebelum Anda menjalani kontrak pertama (PKWT I) Anda menjalani masa percobaan kerja (probation) selama 3 bulan, hal ini jelas menyalahi ketentuan Pasal 58 UU Ketenagakerjaan, berikut bunyi pasalnya:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum
Berdasarkan ketentuan tersebut, itu artinya masa percobaan kerja dalam PKWT Anda, masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Dalam kasus Anda, menurut hemat kami istilah batal demi hukum bukan berarti masa pecobaan tidak dihitung dan dianggap tidak ada, namun status percobaannya yang batal demi hukum sehingga masa kerja tersebut dianggap menjadi sebuah awal dibuatnya PKWT. Itu artinya PKWT pertama Anda adalah selama 3 bulan.
Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat periode 2006-2016, Juanda Pangaribuan, batal demi hukum itu artinya masa percobaan dianggap tidak pernah ada, sehingga PKWT tetap berjalan tanpa masa percobaan. Apabila PKWT dibuat 1 tahun, tapi ada masa percobaan untuk 3 bulan, maka percobaan batal demi hukum yang berakibat PKWT 1 tahun tetap dihitung. Begitu juga jika 3 bulan percobaan sebelum PKWT, maka percobaan itu batal demi hukum dan masa 3 bulan tersebut dianggap sebagai PKWT (bukan percobaan).
Ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Kemudian mengenai ketentuan perpanjangan PKWT, pengaturannya terdapat pada Pasal 59 UU Ketenagakerjaan:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
pekerjaan yang bersifat musiman; atau
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk perkerjaan yang bersifat tetap.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Berdasarkan aturan di atas dan dikaitkan dengan kasus Anda, berikut kami ilustrasikan fase PKWT Anda:
PKWT I (percobaan selama 3 bulan) + PKWT II (diperpanjang 1 tahun) + PKWT III (diperpanjang 1 tahun)
Harusnya berdasarkan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan PKWT Anda sebagai berikut:
PKWT I (selama 3 bulan) + PKWT II (diperpanjang 1 tahun) + PKWT III (pembaruan 1 tahun, dengan catatan setelah ada masa tenggang 30 hari sejak berakhirnya PKWT II) -> demi hukum menjadi PKWTT (pegawai tetap).
Kenapa demikian? Berdasarkan Pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, PKWT hanya dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk paling lama 1 (satu) tahun. Jika ingin di ‘perpanjang lagi’ PKWTnya, maka harus dilakukan pembaruan PKWT sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (6) UU Ketenagakerjaan, yakni dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. Dengan catatan, pembaruan ini dilakukan setelah ada masa tenggang 30 hari sejak berakhirnya PKWT yang lama.
Setelah PKWT Anda diperbarui, harusnya demi hukum status Anda berubah menjadi PKWTT (pegawai tetap) sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan.
Harusnya tes untuk calon pegawai tidak diperlukan lagi, karena demi hukum status Anda sudah dapat dikatakan sebagai PKWTT (pegawai tetap).
Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan
Apa langkah hukum yang dapat Anda lakukan terkait dengan kasus yang Anda alami ini?
Perundingan bipartit yang gagal tersebut dicatatkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya perundingan bipartit telah dilakukan.
[3]
Apabila penyelesaian secara bipartit tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral,
[4] salah satu penyelesaian yang dilakukan melalui mediasi adalah masalah perselisihan hak (termasuk masalah perjanjian kerja)
[5], Jika mediasi gagal atau tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
[6]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Juanda Pangaribuan via pesan singkat pada 12 Desember 2018 pukul 15.46 WIB.
[1] Pasal 56 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 3 ayat (2) dan (3) UU PPHI
[3] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI
[4] Pasal 1 angka 11 UU PPHI