KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbandingan Waktu Kerja dengan Waktu Istirahat Karyawan Sektor Pertambangan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Perbandingan Waktu Kerja dengan Waktu Istirahat Karyawan Sektor Pertambangan

Perbandingan Waktu Kerja dengan Waktu Istirahat Karyawan Sektor Pertambangan
Steven Lie, S.H. Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Perbandingan Waktu Kerja dengan Waktu Istirahat Karyawan Sektor Pertambangan

PERTANYAAN

Saya bekerja di perusahaan kontraktor pertambangan bauksit di pedalaman Kalimantan. Jam kerja saya dimulai dari pukul 07.00-17.00 WIB dan lewat dari pukul 17.00 baru dihitung jam lembur. Dan waktu istirahat saya 3 bulan kerja - 2 minggu cuti. Apakah wajar atau bertentangan dengan undang-undang?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Jika dikaitkan dengan jam kerja Anda yang bekerja mulai jam 07.00 – 17.00 dengan asumsi terdapat waktu istirahat selama 1 (satu) jam atau dengan kata lain bekerja selama 9 (sembilan) jam per hari, maka waktu kerja Anda tersebut tidaklah melanggar ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/2003 tentang Waktu  Kerja  dan  Istirahat  Pada  Sektor  Usaha  Energi  dan  Sumber  Daya  Mineral  Pada  Daerah  Tertentu (“Kepmenakertrans 234/2003”). Sebab Pasal 2 huruf c, f, i, dan l Kepmenakertrans 234/2003 secara tegas memperbolehkan adanya jam kerja 9 (sembilan) jam dalam 1 (satu hari). Sehingga dengan demikian waktu jam kerja Anda sah menurut hukum.
     
    Lalu bagaimana dengan waktu istirahatnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Jika dikaitkan dengan jam kerja Anda yang bekerja mulai jam 07.00 – 17.00 dengan asumsi terdapat waktu istirahat selama 1 (satu) jam atau dengan kata lain bekerja selama 9 (sembilan) jam per hari, maka waktu kerja Anda tersebut tidaklah melanggar ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/2003 tentang Waktu  Kerja  dan  Istirahat  Pada  Sektor  Usaha  Energi  dan  Sumber  Daya  Mineral  Pada  Daerah  Tertentu (“Kepmenakertrans 234/2003”). Sebab Pasal 2 huruf c, f, i, dan l Kepmenakertrans 234/2003 secara tegas memperbolehkan adanya jam kerja 9 (sembilan) jam dalam 1 (satu hari). Sehingga dengan demikian waktu jam kerja Anda sah menurut hukum.
     
    Lalu bagaimana dengan waktu istirahatnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Mengenai Waktu Kerja
    Perlu diketahui bahwa waktu kerja pada setiap perusahaan berbeda-beda tergantung pada jenis pekerjaan atau sektor usaha perusahaan tersebut. Secara umum ketentuan mengenai waktu kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) sebagai berikut:
     
    Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
    Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
    2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)  minggu untuk 5( (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
     
    Pasal 78 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan
    1. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
    1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
    2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
    1. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
     
    Anda telah secara spesifik menyebutkan bahwa Anda bekerja pada kontraktor pertambangan bauksit (sektor pertambangan). Pengaturan mengenai jam kerja dan jam istirahat pada pekerjaan sektor pertambangan secara lex specialis diatur menyimpang dari UU Ketenagakerjaan yaitu di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/2003 tentang Waktu  Kerja  dan  Istirahat  Pada  Sektor  Usaha  Energi  dan  Sumber  Daya  Mineral  Pada  Daerah  Tertentu (“Kepmenakertrans 234/2003”) sebagai berikut:
     
    Pasal 2 ayat (1) Kepmenakertrans 234/2003
    Perusahaan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral termasuk perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu dapat memilih dan menetapkan salah satu dan atau beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan sebagai berikut:
    1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk waktu kerja 6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu;
    2.  8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk waktu kerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu;
    3. 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 45 (empat puluh lima) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode kerja;
    4. 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 50 (lima puluh) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode kerja;
    5. 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 55 (lima puluh lima) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode kerja;
    6. 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 63 (enam puluh tiga) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode kerja;
    7. 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 70 (tujuh puluh) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode kerja;
    8. 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 77 (tujuh puluh tujuh) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode kerja;
    9. 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 90 (sembilan puluh) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode kerja;
    10. 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 100 (seratus) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode kerja;
    11. 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 110 (seratus sepuluh) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode kerja;
    12. 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 126 (seratus dua puluh enam) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja;
    13. 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 140 (seratus empat puluh) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja;
    14. 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 154 (seratus lima puluh empat) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja.
     
    Perlu diketahui bahwa waktu kerja di atas, tidak termasuk waktu istirahat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) jam.[1]
     
    Bahwa ketentuan tersebut di atas memberikan opsi bagi para pengusaha yang bergerak pada sektor pertambangan untuk menentukan lama waktu jam kerja pekerja/buruh dalam 1 (satu) hari. Jika dikaitkan dengan jam kerja Anda yang bekerja mulai jam 07.00 – 17.00 dengan asumsi terdapat waktu istirahat selama 1 (satu) jam atau dengan kata lain bekerja selama 9 (sembilan) jam per hari, maka waktu kerja Anda tersebut tidaklah melanggar ketentuan dalam Kepmenakertrans 234/2003 di atas. Sebab Pasal 2 ayat (1) huruf c, f, i, dan l Kepmenakertrans 234/2003 secara tegas memperbolehkan adanya jam kerja 9 (sembilan) jam dalam 1 (satu hari). Sehingga dengan demikian waktu jam kerja Anda sah menurut hukum.
     
    Mengenai Waktu Istirahat
    Selanjutnya, untuk waktu istirahat diatur didalam Pasal 5 ayat (2) Kepmenakertrans 234/2003 sebagai berikut:
     
    Perusahaan yang menggunakan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf n, harus menggunakan perbandingan waktu kerja dengan waktu istirahat 2 (dua) banding 1 (satu) untuk 1 (satu) periode kerja dengan ketentuan maksimum 14 (empat belas) hari terus menerus dan istirahat minimum 5 (lima) hari dengan upah tetap dibayar.
     
    Jika melihat ketentuan Pasal 5 ayat (2) Kepmenakertrans 234/2003 di atas, dapat diketahui bahwa setiap pengusaha harus menggunakan perbandingan waktu kerja dengan waktu istirahat dengan rasio 2:1 untuk 1 (satu) periode kerja dengan ketentuan maksimum 14 (empat belas) hari kerja terus menerus dan istirahat minimum 5 (lima) hari, sebagai contoh:
     
    Jika terdapat pekerja yang bekerja 900 (sembilan ratus) jam dalam kurun waktu 1 (satu) periode kerja maka waktu istirahatnya 450 (empat ratus lima puluh) jam, dan dalam hal pekerja/buruh telah bekerja 14 (empat belas) hari terus menerus maka mendapatkan waktu istirahat minimum 5 (lima) hari dengan upah yang harus dibayar oleh pihak perusahaan.
     
    Anda menyatakan perbandingan waktu kerja Anda adalah 3 (tiga) bulan kerja dan 2 minggu cuti. Sayang sekali Anda tidak menjelaskan dengan detail apakah 3 (tiga) bulan tersebut dilakukan secara terus menerus atau tidak, sehingga kami akan mengasumsikan bahwa waktu kerja Anda selama 3 (tiga) bulan terus menerus.
     
    Jika dikaitkan dengan aturan yang berlaku, maka waktu kerja Anda tersebut telah melanggar ketentuan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) Kepmenakertrans 234/2003, sebab pengusaha tidak diperbolehkan memperkerjakan pekerja/buruh selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus tanpa diselangi waktu istirahat. Seharusnya Anda berhak atas istirahat minimum 5 (lima) hari setelah Anda bekerja selama 14 (empat belas) hari secara terus menerus, bukan setelah 3 (tiga) bulan kerja secara terus- menerus.
     
    Bahwa atas adanya pelanggaran dalam pemberian waktu istirahat tersebut, maka Anda dapat melakukan perundingan dengan pihak perusahaan (bipartit), apabila perundingan bipartit tidak terjadi kesepakatan maka langkah selanjutnya adalah mediasi dengan perusahaan dan mediator (tripartit), jika tetap tidak terjadi kesepakatan maka Anda dapat menempuh tahap akhir yaitu mengajukan gugatan perselisihan hak pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sesuai dengan domisili perusahaan tempat Anda bekerja.[2]
     
    Demikian penjelasan kami, kiranya dapat membantu pertanyaan yang Anda ajukan.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    [1] Pasal 2 ayat (2) Kepmenakertrans 234/2003
    [2] Pasal 1 angka 10, angka 11, angka 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    Tags

    hukumonline
    karyawan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!