Intisari :
Vonis yang meringankan terdakwa lainnya tidak berlaku bagi saudara Anda. Karena ia tidak melakukan upaya hukum, maka ia dianggap menerima putusan di Pengadilan Negeri tersebut sehingga putusan Pengadilan Negeri terhadap saudara Anda telah berkekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh saudara Anda adalah mengajukan Peninjauan Kembali atau mengajukan permohonan grasi pada Presiden. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Mengajukan Banding
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Selain itu, putusan praperadilan juga tidak dapat dilakukan banding sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) KUHAP. Maka secara a-contrairo, selain putusan di atas, dapat diajukan Banding.
Permintaan banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum. Hanya pemintaan banding tersebut yang boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir.
[1] Apabila tenggang waktu itu telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.
[2]
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 471), yang berhak mengajukan permintaan banding diatur dalam Pasal 67, Pasal 233 ayat (1) dan ayat (5) KUHAP yaitu:
Terdakwa, atau;
Orang yang khusus dikuasakan terdakwa, atau;
Penuntut umum; atau
Terdakwa dengan penuntut umum sekaligus sama-sama mengajukan banding.
Pemeriksaan Tingkat Banding Sesuai Subjek yang Mengajukan
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, apakah vonis 5 tahun (putusan banding) yang diberikan pada terdakwa 2 juga diberikan pada saudara Anda selaku terdakwa 1 yang tidak mengajukan banding?
Yahya Harahap (hal. 450) menjelaskan bahwa dari segi formal, pemeriksaan banding merupakan upaya yang dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan, supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Jadi secara yuridis formal, undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama di tingkat banding.
Lebih lanjut Yahya Harahap (hal. 454) menjelaskan bahwa dengan adanya permintaan banding, segala sesuatu yang berhubungan dengan perkara tersebut beralih menjadi tanggung jawab yuridis Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding. Peralihan tanggung jawab yuridis terhitung sejak tanggal permintaan banding diajukan, sepanjang permintaan banding tidak dicabut kembali. Baik mengenai barang bukti dan penahanan beralih menjadi tanggung jawab peradilan tingkat banding. Pengadilan Negeri sebagai peradilan tingkat pertama, tidak mempunyai kewenangan apa-apa lagi. Wewenang dan tanggung jawab dengan sendirinya beralih terhitung sejak tanggal permintaan banding.
Dalam hal ini, Yahya mengingatkan bahwa Pengadilan Tinggi jangan sampai keliru memeriksa dan memutus terhadap terdakwa yang menerima putusan, sedangkan jaksa tidak mengajukan banding. Kasus seperti ini bisa terjadi pada perkara yang terdakwanya terdiri dari beberapa orang. Misalnya dapat diambil contoh putusan Pengadilan Tinggi Medan. Oleh Pengadilan Negeri, terdakwa I, II, III, IV, V, dan VI dijatuhi pidana karena melakukan penganiayaan yang menyebabkan matinya korban. Terdakwa I, II, IV, dan VI menerima putusan, jaksa juga tidak banding (menerima putusan). Yang mengajukan banding hanya terdakwa III dan IV. Secara formal, pemeriksaan banding hanya berlaku terhadap terdakwa III dan IV, karena terdakwa lainnya dianggap telah menerima putusan Pengadilan Negeri. Lain halnya seandainya jaksa banding, putusan Pengadilan Negeri berlaku untuk semua terdakwa.
Jadi berdasarkan penjelasan Yahya tersebut, menjawab pertanyaan Anda, vonis yang meringankan terdakwa 2 tidak berlaku bagi saudara Anda (terdakwa 1). Karena ia tidak melakukan upaya hukum banding seperti halnya terdakwa 2, maka ia dianggap menerima putusan di Pengadilan Negeri tersebut sehingga putusan Pengadilan Negeri terhadap saudara Anda telah berkekuatan hukum tetap.
Berarti saudara Anda sudah tidak bisa melakukan upaya hukum banding lagi karena putusannya sudah berkekuatan hukum tetap sehingga Pengadilan Tinggi tidak berwenang lagi untuk memeriksanya.
[3]
Dalam hal ini upaya hukum yang dapat dilakukan oleh saudara Anda adalah mengajukan Peninjauan Kembali (“PK”). PK dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
[4]
Adapun permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar-dasar yang diatur Pasal 263 ayat (2) KUHAP:
apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Selain itu terhadap putusan saudara Anda (terdakwa 1) yang sudah berkekuatan hukum tetap, terpidana (saudara Anda) juga dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.
[5] Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” salah satunya adalah
putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding. Penjelasan lebih lanjut tentang grasi dapat Anda simak dalam artikel
Dapatkah Pemberian Grasi dari Presiden Dicabut Kembali?.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
M. Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Sinar Grafika: Jakarta.
[1] Pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP
[2] Pasal 234 ayat (1) KUHAP
[3] Yahya Harahap, hal. 454
[5] Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010 dan penjelasannya