KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Dipecat karena Perbedaan Aliran Politik dengan Atasan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bolehkah Dipecat karena Perbedaan Aliran Politik dengan Atasan?

Bolehkah Dipecat karena Perbedaan Aliran Politik dengan Atasan?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Dipecat karena Perbedaan Aliran Politik dengan Atasan?

PERTANYAAN

Saya bekerja di perusahaan jasa yaitu ekspedisi, saya sudah 7 tahun bekerja di perusahaan tersebut. Tetapi karena ada masalah dengan atasan terkait perbedaan aliran politik, yang sebenarnya dapat dibicarakan tetapi atasan saya tidak ada nyali untuk membicarakannya ke saya sehingga dengan sepihak atasan saya mengadukan ke komisaris dan saya di PHK dengan alasan yang tidak sesuai dengan fakta yaitu saya bekerja dengan tidak baik di perusahaan tersebut. Yang saya ingin tanyakan, dalam kasus ini saya menuntut atas pesangon saya selama masa kerja saya. Apakah saya berhak atas pesangon tersebut yang sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Lalu jika perusahaan tersebut tidak mau membayar pesangon saya, langkah apa yang harus saya ambil. Mohon pencerahannya agar saya tidak difitnah ketika dipecat dengan aduan yang tidak sesuai dengan faktanya. Terima kasih

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dengan alasan perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
     
    Berdasarkan Pasal 153 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut di atas, batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dengan alasan perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
     
    Berdasarkan Pasal 153 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut di atas, batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pertama-tama, harus dipahami terlebih dahulu bahwa berdasarkan Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (“PHK”).
     
    Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.[1]
     
    Selanjutnya, jika perundingan juga tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.[2]
     
    Jika terjadi PHK, maka pengusaha (perusahaan) diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (“UPMK”), serta uang penggantian hak (“UPH”) yang seharusnya diterima oleh pekerja sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
     
    Karena Anda sudah 7 tahun bekerja maka sesuai Pasal 156 ayat (2) huruf h UU Ketenagakerjaan, Anda berhak atas uang pesangon sebesar 8 (delapan) bulan upah. Anda pun berhak atas uang penghargaan masa kerja sebesar 3 (tiga) bulan upah, mengacu ke Pasal 156 ayat (3) huruf b UU Ketenagakerjaan. Selain itu, berdasarkan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan Anda pun berhak atas uang penggantian hak atas:
    1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
    2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
    3. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
    4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
     
    Yang menjadi pokok pembahasan adalah apakah alasan sebenarnya (perbedaan aliran politik) dari PHK yang dilakukan oleh perusahaan Anda dapat dibenarkan oleh undang-undang?
     
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1) huruf i UU Ketenagakerjaan, bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
     
    Berdasarkan Pasal 153 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut di atas, batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
     
    Mengenai perselisihan PHK ini, pertama Anda dapat melakukan perundingan dengan pihak perusahaan (bipartit), apabila perundingan bipartit tidak terjadi kesepakatan maka langkah selanjutnya adalah penyelesaian melalui konsiliasi (tripartit) ataupun melalui mediasi dengan perusahaan dan mediator, jika tetap tidak terjadi kesepakatan maka Anda dapat menempuh tahap akhir yaitu mengajukan  gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sesuai dengan domisili perusahaan tempat Anda bekerja.[3]
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    [1] Pasal 151 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
    [3] Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 4 jo. Pasal 56 huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    Tags

    hukumonline
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!