KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

9 Jenis Tindak Pidana Pemilu

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

9 Jenis Tindak Pidana Pemilu

9 Jenis Tindak Pidana Pemilu
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
9 Jenis Tindak Pidana Pemilu

PERTANYAAN

Perbuatan-perbuatan apa saja yang digolongkan sebagai tindak pidana dalam Pemilu? Saya ingin tahu sebagai bahan antisipasi pemilu 2024 mendatang.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Tindak pidana pemilu adalah delik atau tindak pidana yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu atau berhubungan dengan pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu. Tindak pidana pemilu diatur di dalam Pasal 488 sampai dengan Pasal 554 UU Pemilu. Lalu, apa saja contoh tindak pidana pemilu tersebut?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbuatan-Perbuatan yang Termasuk Tindak Pidana Pemilu yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 16 Oktober 2018.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Definisi Tindak Pidana Pemilu

    Apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemilu? Tindak pidana pemilihan umum (“pemilu”) pada dasarnya merupakan bagian dari tindak pidana dalam rezim hukum pidana yang juga disebut sebagai perbuatan pidana atau delik. Dengan menggunakan istilah delik atau tindak pidana pemilu, maka akan menjadi lebih khusus, yaitu hanya terkait dengan perbuatan pidana yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu. Artinya, istilah tindak pidana pemilu diperuntukan bagi tindak pidana yang terjadi dalam atau berhubungan dengan pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu.[1]

    Secara yuridis, tindak pidana pemilu menurut Pasal 1 angka 2 Perma 1/2018 adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.

    Sedangkan yang dimaksud dengan pemilu menurut Pasal 1 angka 1 UU Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

    Jenis-Jenis Tindak Pidana Pemilu

    Jenis-jenis tindak pidana pemilu diatur dalam Bab II tentang Ketentuan Pidana Pemilu, yaitu Pasal 488 s.d. Pasal 554 UU Pemilu. Namun demikian, guna menyederhanakan jawaban, maka dalam artikel ini kami akan membahas 9 contoh tindak pidana pemilu sebagai berikut:

    1. Memberikan Keterangan Tidak Benar dalam Pengisian Data Diri Daftar Pemilih

    Pasal 488 UU Pemilu

    Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

    Data diri untuk pengisian daftar pemilih antara lain mengenai nama, tempat dan tanggal lahir, gelar, alamat, jenis kelamin, dan status perkawinan.[2]

    1. Kepala Desa Menguntungkan atau Merugikan Peserta Pemilu

    Pasal 490 UU Pemilu

    Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

    1. Mengacaukan, Menghalangi, atau Mengganggu Kampanye Pemilu

    Pasal 491 UU Pemilu

    Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

    1. Kampanye di Luar Jadwal yang Ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (“KPU”)

    Pasal 492 UU Pemilu

    Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

    Kampanye pemilu sebagaimana dimaksud berupa iklan media massa cetak, media massa elektronik, internet, dan rapat umum. Kampanye tersebut dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dimulainya masa tenang.[3]

    1. Melakukan Pelanggaran Larangan Kampanye

    Terdapat 10 bentuk larangan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu ketika melakukan kampanye, yang tercantum di dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu yaitu:

      1. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaaan UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”);
      2. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI;
      3. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
      4. menghasut dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat;
      5. mengganggu ketertiban umum;
      6. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu lain;
      7. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
      8. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
      9. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
      10. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

    Selain itu, Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu melarang pelaksana dan/atau tim kampanye mengikutsertakan beberapa pihak dalam kegiatan kampanye, seperti hakim agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, aparatur sipil negara, kepala desa dan perangkatnya, anggota TNI/Polri, pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, dan lain-lain.

    Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 521 dan Pasal 523 ayat (1) UU Pemilu.

    Sementara itu, pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu, diatur dalam Pasal 493 UU Pemilu yaitu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 belas juta.

    1. Memberikan Keterangan Tidak Benar dalam Laporan Dana Kampanye Pemilu

    Pasal 496 UU Pemilu

    Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

    Pasal 497 UU Pemilu

    Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.

    1. Menyebabkan Orang Lain Kehilangan Hak Pilihnya

    Pasal 510 UU Pemilu

    Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.

    1. Menetapkan Jumlah Surat Suara yang Dicetak Melebihi Jumlah yang Ditentukan

    Pasal 514 UU Pemilu

    Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp240 juta.

    Adapun, jumlah surat suara yang seharusnya dicetak adalah jumlah pemilih tetap ditambah dengan 2% dari jumlah pemilih tetap sebagai cadangan. Selain itu, KPU juga menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan ulang sebanyak 1.000 surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus untuk setiap daerah, masing-masing surat suara untuk pasangan calon, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.[4]

    1. Memberikan Suara Lebih dari Satu Kali

    Pasal 516 UU Pemilu

    Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/ TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta.

    Penanganan Tindak Pidana Pemilu

    Terhadap tindak pidana pemilu, Pasal 2 huruf b Perma 1/2018 mengatur bahwa pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus tindak pidana pemilu yang timbul karena laporan dugaan tindak pidana pemilu yang diteruskan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (“Bawaslu”), Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (“Panwaslu”) kecamatan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 jam, sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu.

    Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu menggunakan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam UU Pemilu.[5]

    Dalam hal putusan pengadilan negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan. Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 hari setelah permohonan banding diterima. Putusan pengadilan tinggi yang memeriksa dan memutus perkara banding dalam tindak pidana pemilu merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.[6

    Baca juga: Bisakah Dipidana Jika Golput dalam Pemilu?

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023;
    2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum.

    Referensi:

    Khairul Fahmi. Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu. Jurnal Konstitusi, Vol. 12, No. 2, Juni 2015.


    [1] Khairul Fahmi. Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu. Jurnal Konstitusi. Vol. 12, No. 2, Juni 2015, hal. 266.

    [2] Penjelasan Pasal 203 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”).

    [3] Pasal 276 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum jo. Pasal 275 ayat (1) huruf f dan g UU Pemilu.

    [4] Pasal 344 ayat (2), (3), dan (4) UU Pemilu.

    [5] Pasal 481 ayat (1) UU Pemilu.

    [6] Pasal 482 ayat (2), (4), dan (5) UU Pemilu

    Tags

    kampanye
    kpu

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!