Intisari :
Jika bank menuduh Anda mempunyai tunggakan pembayaran kredit selama 4 bulan (dalam hal ini bank menuntut haknya yakni utangnya segera dibayar), maka untuk memperkuat agumennya diperlukan pembuktian, atau sebaliknya Anda yang menyangkal tuduhan tersebut juga perlu membuktikan sangkalan tersebut berdasarkan Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika Anda dirugikan tentunya dapat diselesaikan terlebih dahulu dengan menghubungi bank tersebut dan membicarakannya secara baik-baik. Namun jika bank bersikukuh bahwa Anda memang memiliki tunggakan utang, padahal Anda yakin tidak memiliki tunggakan (dan dapat membuktikannya) sehingga Anda merasa dirugikan, maka Anda dapat mengajukan upaya hukum perdata, berupa gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan. Lalu bagaimana dengan upaya hukum pidana? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pembuktian Ada atau Tidaknya Utang oleh Bank dan Nasabah
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
[1] Nasabah terdiri dari:
[2]Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Jadi Anda sebagai orang yang mendapatkan fasilitas kredit rumah dapat dikatakan sebagai nasabah debitur sebuah bank.
Kredit di sini adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
[3]
Perihal tuduhan tunggakan pembayaran kredit selama 4 (empat) bulan yang dilakukan oleh bank kepada Anda, maka pada dasarnya tuduhan tersebut perlu adanya pembuktian. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1865
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yang berbunyi:
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
Jadi dalam hal ini jika bank menuduh Anda mempunyai tunggakan pembayaran kredit selama 4 bulan (bank menuntut haknya yakni utang yang harus segera dibayar), maka untuk memperkuat argumennya diperlukan pembuktian, atau sebaliknya Anda yang menyangkal tuduhan tersebut juga perlu membuktikan sangkalan tersebut.
Terkait pembuktian tentunya memerlukan alat bukti, hal itu merujuk ke Pasal 1866 KUH Perdata, yang terdiri dari:
bukti tertulis;
bukti saksi;
persangkaan;
pengakuan;
sumpah.
Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan (Gugatan Perdata)
Tuduhan terhadap Anda wajib dibuktikan. Jika akibat tuduhan tersebut Anda menjadi dirugikan, tentunya hal itu dapat diselesaikan terlebih dahulu dengan menghubungi bank tersebut dan membicarakannya secara baik-baik.
Namun jika bank bersikukuh bahwa Anda memang memiliki tunggakan, padahal Anda yakin tidak memiliki tunggakan (dan dapat membuktikannya) sehingga Anda merasa dirugikan maka Anda dapat mengajukan upaya hukum perdata, berupa gugatan perbuatan melawan hukum (”PMH”) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Lalu apa saja unsur-unsur PMH? Dalam artikel
Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras dijelaskan antara lain bahwa Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “
KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku “
Perbuatan Melawan Hukum” (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:
Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
Perbuatan itu harus melawan hukum;
Ada kerugian;
Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
Ada kesalahan.
Berdasarkan pendapat Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum, terbitan Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia (2003), (hal. 117), dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat:
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
Bertentangan dengan kesusilaan;
Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Dalam hal ini, Anda sebagai orang yang merasa dirugikan harus dapat membuktikan bahwa semua unsur di atas terpenuhi. Dengan kata lain pada gugatan PMH yang Anda ajukan, Anda harus membuktikan bahwa bank telah salah melakukan penilaian terhadap tunggakan yang semestinya tidak Anda miliki.
Semisal Anda melakukan perjanjian kredit tersebut selama 1 tahun, Anda sudah membayar 11 bulan. Di bulan terakhir pada saat ingin melunasi, ternyata Anda dituduh memiliki tunggakan 4 bulan. Berarti yang seharusnya Anda membayar tinggal 1 kali, menjadi 5 kali (ditambah tunggakan 4 bulan). Berarti di sini atas kesalahan yang dilakukan oleh bank, timbul kerugian terhadap Anda.
Tuntutan Pidana
Selain itu terhadap tuduhan tunggkan kredit rumah yang diajukan oleh bank terhadap Anda tersebut, Anda juga dapat menuntut pidana (selama bank tidak dapat membuktikan kalau tuduhannya benar dan juga tuduhan tersebut diketahui oleh orang banyak) berdasarkan Pasal 311 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang perbuatan fitnah:
Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Unsur-unsur dari Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah:
Seseorang;
Menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan;
Orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan tersebut diketahuinya tidak benar.
Akan tetapi, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-[4]
Mengenai Pasal 311 ayat (1) KUHP ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.227), mengatakan bahwa kejahatan pada pasal ini dinamakan memfitnah. Atas pasal ini, R. Soesilo merujuk kepada catatannya pada Pasal 310 KUHP no. 3 yang menjelaskan tentang apa itu menista.
Dalam penjelasan Pasal 310 nomor 3, sebagaimana kami sarikan, R. Soesilo mengatakan antara lain bahwa untuk dikatakan sebagai menista, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu” dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak).
Sebagai tambahan, mengenai “perbuatan yang dituduhkan” dalam Pasal 310 KUHP ini, S.R. Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Sianturi berpendapat (hal. 560) bahwa yang dituduhkan itu dapat berupa berita yang benar-benar terjadi dan dapat juga “isapan jempol” belaka.
Jadi, Anda juga dapat melakukan tuntutan pidana terhadap bank atas dasar perbuatan fitnah sepanjang tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan dan jika tuduhan tersebut diketahuinya tidak benar serta diketahui oleh orang banyak.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum.Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
S.R. Sianturi. 1983. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Jakarta,: Alumni AHM-PTHM.
[1] Pasal 1 angka 16 UU Perbankan
[2] Pasal 1 angka 17 dan 18 UU Perbankan
[3] Pasal 1 angka 11 UU Perbankan