Intisari :
Pada dasarnya permohonan grasi harus mendapatkan persetujuan terpidana. Namun berdasarkan kepentingan kemanusiaan, dalam hal terpidana dijatuhi hukuman mati, keluarga dapat mengajukan grasi tanpa persetujuan terpidana. Sedangkan untuk pengacara atau kuasa hukum, tetap harus bertindak berdasarkan kuasa yang diberikan oleh terpidana, sehingga tidak dimungkinkan apabila pengacara atau kuasa hukum terpidana mengajukan grasi tanpa persetujuan terpidana. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.
Terpidana memiliki hak untuk mengajukan permohonan grasi terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang berisi putusan pemidanaan hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
[2] Terhadap permohonan tersebut, Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengabulkan atau menolak permohonan setelah memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung.
[3] Secara teknis administrasi, tata cara pengajuan permohonan grasi dapat dilihat dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 49 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Grasi (“Permenkumham Grasi”).
Pihak yang Berhak Mengajukan Grasi
Ketentuan mengenai siapa saja yang berhak mengajukan permohonan grasi serta apakah permohonan tersebut dapat dilakukan tanpa persetujuan terpidana dapat ditemui dalam Pasal 6 UU Grasi yang selengkapnya berisi:
Permohonan grasi oleh terpidana atau kuasa hukumnya diajukan kepada Presiden.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh keluarga terpidana, dengan persetujuan terpidana.
Dalam Hal terpidana dijatuhi pidana mati, permohonan grasi dapat diajukan oleh keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana.
Ketentuan tersebut memberikan dua kondisi yang menimbulkan perbedaan hak bagi keluarga dalam mengajukan permohonan grasi dengan atau tanpa persetujuan terpidana. Perbedaan dalam hal terpidana dijatuhi hukum mati, didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan terkait hak untuk hidup. Ketentuan tersebut menunjukkan fakta, meskipun hukuman mati masih berlaku di Indonesia, tetapi penerapannya harus dikurangi sebisa mungkin. Melalui revisi UU Grasi pada tahun 2010, pemerintah bahkan memberikan kewenangan bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dapat meminta keluarga mengajukan permohonan grasi.
[4] Berdasarkan ketentuan di atas, keluarga dapat mengajukan permohonan grasi tanpa persetujuan terpidana dalam hal terpidana dijatuhi hukuman mati. Mengenai siapa saja yang dimaksud dengan keluarga yaitu sebagai berikut:
[5]
Yang dimaksud dengan “keluarga” adalah isteri atau suami, anak kandung, orang tua kandung, atau saudara sekandung terpidana.
Menjawab pertanyaan Anda berikutnya, apakah kuasa hukum terpidana dapat mengajukan grasi tanpa persetujuan terpidana? kami berpendapat hal itu tidak dimungkinkan. Pertama, kuasa hukum bertindak dengan dasar surat kuasa. Terpidana tidak akan memberikan surat kuasa mengajukan grasi jika ia sendiri tidak setuju mengajukan grasi. Surat kuasa juga merupakan salah satu syarat dalam tata cara pengajuan permohonan grasi bagi terpidana yang didampingi kuasa hukum.
[6] Kedua, Pasal 6 UU Grasi telah menyatakan, yang dapat mengajukan grasi tanpa persetujuan terpidana dalam hal terpidana dijatuhi hukuman mati adalah keluarga terpidana. Dengan dasar Pasal 6 UU Grasi jika ditafsirkan secara
a contrario, diperoleh kesimpulan yaitu orang selain keluarga tidak dapat mengajukan permohonan grasi tanpa persetujuan terpidana.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 1 UU Grasi
[2] Pasal 2 dan Penjelasan Pasal 2 UU 5/2010
[5] Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU Grasi
[6] Pasal 5 ayat (4) huruf d Permenkumham Grasi