Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Mengarak Pasangan Mesum Keliling Kampung

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Hukumnya Mengarak Pasangan Mesum Keliling Kampung

Hukumnya Mengarak Pasangan Mesum Keliling Kampung
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Mengarak Pasangan Mesum Keliling Kampung

PERTANYAAN

Apa sih arti zina yang sebenarnya dalam hukum? Kalau misalnya ada dua sejoli ketahuan melakukan mesum yakni hubungan intim di luar perkawinan lalu mereka diarak keliling kampung dalam keadaan telanjang, apakah bisa dua sejoli tersebut menuntut atas perlakuan tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Zina menurut hukum, khususnya yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Perbuatan zina ini diatur dalam Pasal 284 KUHP.
     
    Soal dua ‘sejoli’ ketahuan melakukan hubungan intim di luar perkawinan, jika dua sejoli yang Anda maksud adalah pasangan yang kedua atau salah satunya belum terikat perkawinan, maka tidak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 284 KUHP.
     
    Lalu bagaimana jika warga kampung ‘main hakim sendiri’ dengan mengarak dua sejoli tersebut dalam keadaan telanjang? Dapatkah dua sejoli itu menuntut atas perlakuan warga?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Zina menurut hukum, khususnya yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Perbuatan zina ini diatur dalam Pasal 284 KUHP.
     
    Soal dua ‘sejoli’ ketahuan melakukan hubungan intim di luar perkawinan, jika dua sejoli yang Anda maksud adalah pasangan yang kedua atau salah satunya belum terikat perkawinan, maka tidak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 284 KUHP.
     
    Lalu bagaimana jika warga kampung ‘main hakim sendiri’ dengan mengarak dua sejoli tersebut dalam keadaan telanjang? Dapatkah dua sejoli itu menuntut atas perlakuan warga?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sebelumnya, kami asumsikan kedua sejoli yang Anda maksud telah dewasa, yakni usianya telah mencapai 18 tahun dan melakukannya atas dasar suka sama suka.
     
    Arti mengarak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses melalui laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah:
     
    mengiringkan (mengantarkan, membawa berkeliling, dan sebagainya) beramai-ramai.
     
    Arti Zina
    Sedangkan, arti zina menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
     
    1. perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan); fornikasi
    2. perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya
     
    Namun, dalam hukum hanya dikenal satu istilah zina yang terdapat pada hukum pidana, hal ini diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), berbunyi:
     
    1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
        1. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
        2. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
      1. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
      2. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
    1. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
    2. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
    3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
    4. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
     
    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209) berpendapat zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.
     
    Jika Ketahuan Berhubungan Intim di Luar Perkawinan
    Berdasarkan pertanyaan Anda yang menyatakan dua ‘sejoli’ ketahuan melakukan hubungan intim di luar perkawinan, jika dua sejoli yang Anda maksud adalah pasangan yang kedua atau salah satunya belum terikat perkawinan, maka tidak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 284 KUHP.
     
    Jadi Pasal 284 KUHP tentang perzinaan ini hanya dapat dikenakan pada dua ‘sejoli’ yang kedua atau salah satunya telah terikat perkawinan. Berhubungan seks di luar perkawinan tentunya bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dianut di dalam masyarakat, namun sepanjang penelusuran kami belum ada pasal yang dapat menjerat perilaku ini sepanjang dilakukan oleh kedua orang dewasa atas dasar suka sama suka.
     
    Namun jika melakukan hubungan intim yang dilakukan oleh orang yang belum kawin atas dasar suka sama suka dilakukan di muka umum, maka dapat dipidana berdasarkan:
     
    Pasal 281 angka 1 KUHP
    Dihukum pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.5 juta[1] barang siapa dengan sengaja di muka umum melanggar kesusilaan.
     
    Menurut R. Soesilo (hal. 205) supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang itu harus:
      1. Sengaja merusak kesopanan di muka umum, artinya perbuatan merusak kesopanan itu harus sengaja dilakukan di tempat yang dapat dilihat atau didatangi orang banyak, misalnya di pinggir jalan, di gedung bioskop, di pasar, dan lain-lain.
      2. Sengaja merusak kesopanan di muka orang lain (seseorang sudah cukup umur) yang hadir di situ tidak dengan kemauannya sendiri, maksudnya tidak perlu di muka umum, di muka seseorang lain sudah cukup, asal orang ini tidak menghendaki perbuatan itu.
     
    Lebih lanjut R. Soesilo menjelaskan, meskipun perbuatan tersebut tidak dilakukan di muka umum, perbuatan tersebut dapat dihukum asal itu terjadi di hadapan orang lain yang kebetulan berada di tempat itu yang telah datang dengan tidak bermaksud khusus untuk melihat perbuatan itu.
     
    Maka terhadap peristiwa hubungan intim yang dilakukan pasangan tanpa ikatan perkawinan jika tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut di muka umum, maka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 281 angka 1 KUHP apabila memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal tersebut.
     
    Tertangkap Tangan
    Kemudian Anda menyatakan bahwa kedua ‘sejoli’ yang melakukan hubungan intim dan ketahuan oleh warga, ketahuan di sini, istilah hukumnya dikenal dengan tertangkap tangan, yang diatur dalam Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu:
     
    Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
     
    Masyarakat memiliki hak untuk melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan yang disebutkan dalam Pasal 111 ayat (1) KUHAP:
     
    Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
     
    Terkait pasal ini, Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan  (hal. 122) menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk menangkapnya, tidak terkecuali siapapun berhak untuk menangkap orang yang sedang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Berarti, orang yang melihat atau memergokinya boleh menggunakan haknya untuk menangkap, boleh tidak.
     
    Memang dalam praktiknya masyarakat tidak mengetahui secara rinci istilah zina menurut hukum karena memang apa yang dipandang oleh masyarakat adalah zina secara umum, yang jelas melanggar norma kesusilaan dan agama yang ada di kehidupan masyarakat Indonesia.
     
    Terhadap peristiwa tertangkap tangan sah-sah saja dilakukan proses hukum, karena pada akhirnya setelah menerima penyerahan tersangka karena tertangkap tangan oleh masyarakat, penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.[2]
     
    Hukumnya Mengarak Pasangan Mesum dalam Keadaan Telanjang
    Setelah dilakukan tindakan tertangkap tangan, seharusnya masyarakat yang melakukan tindakan penangkapan, memperlakukan tersangka dengan perbuatan yang tidak melanggar hukum dan menyerahkan pelaku untuk diproses secara hukum, bukan malah bertindak sendiri (main hakim sendiri).
     
    Jika masyarakat main hakim sendiri dengan mengarak pasangan mesum tersebut dalam keadaan telanjang keliling kampung, maka menurut hemat kami, kedua sejoli tersebut yang merasa dirugikan dapat melaporkan tindakan yang dilakukan masyarakat berdasarkan Pasal 10 jo. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”) yang berbunyi:
     
    Pasal 10 UU Pornografi:
     
    Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.
     
    Pasal 36 UU Pornografi:
     
    Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
     
    Berdasarkan UU Pornografi di atas, menurut hemat kami tindakan mengarak tersangka dalam keadaan telanjang termasuk ke dalam perbuatan pornografi yang dapat diancam pidana.
     
    Kami sarankan agar warga kampung hendaknya menyerahkan pelaku kepada pihak berwajib untuk diproses hukum, karena memang hak setiap orang dalam hal menangkap tangan pelaku tindak pidana adalah menyerahkannya kepada pihak berwajib sebagaimana yang kami jelaskan di atas, bukan justru main hakim sendiri dengan mengaraknya keliling kampung.
     
    Sebagai informasi Anda dapat simak artikel Pidana Bagi Pelaku Main Hakim Sendiri.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada Jumat 28 Desember 2018, pukul 13.30 WIB.
    2. M. Yahya Harahap. 2016. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Sinar Grafika.
    3. R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia – Bogor.

    [1] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP
    [2] Pasal 111 ayat (2) KUHAP

    Tags

    asusila
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!