Intisari :
Barang yang dirampas oleh negara dalam kasus pidana disebut sebagai Barang Rampasan Negara (“Baran”). Nantinya Baran tersebut dilakukan pelelangan untuk kemudian hasil dari lelang disetor ke kas negara/daerah. Hasil dari pelelangan atas Baran yang disetor ke kas negara tersebut termasuk penerimaan negara, sehingga merupakan Keuangan Negara. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Keuangan Negara
Keuangan Negara menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU Keuangan Negara”) adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Keuangan Negara berdasarkan definisi di atas, meliputi:
[1]hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
Penerimaan Negara;
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
[2]Pengeluaran Negara;
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara
[3]Penerimaan Daerah;
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
[4]Pengeluaran Daerah;
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah
[5]kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ruang lingkup keuangan negara menurut Angka 3 Penjelasan Umum UU Keuangan Negara adalah:
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.
Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Jadi keuangan negara itu dari segi objek meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Apakah Barang yang Dirampas oleh Negara Termasuk Keuangan Negara?
Menjawab pertanyaan Anda yaitu apakah aset sebuah perusahaan yang dirampas oleh negara dalam kasus pidana bisa dikatakan sebagai bagian dari keuangan negara? Berikut penjelasannya:
Aset sebuah perusahaan berdasarkan putusan pengadilan pada perkara pidana yang dinyatakan dirampas oleh negara disebut dengan barang rampasan negara.
Sedangkan yang disebut dengan Benda Sitaan Negara (Basan) adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan.
[6] Benda ini bisa disita oleh penyidik atau penuntut umum guna keperluan proses peradilan.
[7]
Namun, yang menjadi lingkup PMK 13/2018 ini adalah Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, atau Benda Sita Eksekusi yang berasal dari Kejaksaan Republik Indonesia.
[8]
Terhadap Baran dan Basan dapat dilakukan Lelang eksekusi yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (“KPKNL”).
[9] Lelang eksekusi tersebut terdiri dari:
[10]Lelang Eksekusi Benda Sitaan atau Barang Bukti yang putusannya dikembalikan kepada Kementerian/Lembaga tanpa pernyataan dirampas;
Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara yang dokumennya tidak lengkap;
Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara berupa sertifikat atau surat tanah;
Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara yang berbeda data dalam putusan, surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan dan/atau identitas fisik; dan
Lelang Eksekusi Benda Sita Eksekusi untuk membayar Denda atau Uang Pengganti.
Yang dimaksud Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
[11]
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa barang rampasan negara (Baran) merupakan barang Milik Negara/Daerah. Hasil bersih Baran yang dilelang merupakan ke dalam penerimaan Negara/Daerah yang dimasuk ke kas Negara/Daerah, sehingga berdasarkan Pasal 2 UU Keuangan Negara Baran merupakan bagian dari keuangan negara.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 2 UU Keuangan Negara
[2] Pasal 1 angka 9 UU Keuangan Negara
[3] Pasal 1 angka 10 UU Keuangan Negara
[4] Pasal 1 angka 11 UU Keuangan Negara
[5] Pasal 1 angka 12 UU Keuangan Negara
[6] Pasal 1 angka 3 Permenkumham 16/2014 dan Pasal 1 angka 3 PMK 13/2018
[7] Lihat Pasal 4 dan Pasal 5 Permenkumham 16/2014
[10] Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 4 ayat (3) PMK 13/2018
[11] Pasal 1 angka 2 PMK 13/2018