Intisari :
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Guna Usaha
Berdasarkan Pasal 720 KUH Perdata, HGU didefinisikan sebagai berikut:
Hak Guna Usaha adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan.
Sementara itu, dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa HGU adalah:
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Menurut Salim HS, apabila kita bandingkan kedua definisi ini, maka kita dapat mengemukakan perbedaan dan persamaan dari kedua definisi tersebut. Perbedaannya, yaitu:
Status tanahnya
Dalam Pasal 720 KUH Perdata bahwa barang tak bergerak yang diusahakan merupakan milik orang lain, sedangkan dalam Pasal 28 ayat (1) UUPA tanah yang diusahakan merupakan tanah yang dikuasai oleh negara.
Dari aspek penggunaan tanah
Penggunaan tanah dalam Pasal 720 KUH Perdata untuk kepentingan semua bidang pembangunan, sedangkan dalam Pasal 18 UUPA, penggunaan tanah untuk pertanian, perikanan atau peternakan.
Sedangkan persamaannya menurut KUH Perdata dan UUPA adalah perihal objek HGU yaitu benda tidak bergerak.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 6 PP 40/1996, HGU diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri di bidang Agraria/Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
[1]
Menurut Pasal 29 UUPA, HGU dapat diberikan untuk jangka waktu maksimal 25 tahun (untuk perusahaan dengan kebutuhan tertentu, dapat diberikan dengan jangka waktu maksimal 35 tahun). Setelah habis jangka waktunya, HGU dapat diperpanjang untuk waktu yang paling lama 25 tahun.
Pengaturan mengenai perpanjangan HGU dapat kita temui dalam Pasal 9 ayat (1) PP 40/1996, yang menyebutkan bahwa HGU dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak sepanjang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam pasal ini.
Sesudah jangka waktu HGU dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama jika memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2) PP 40/1996.[2]
Pembebanan HGU sebagai Jaminan Utang
Hak Milik;
Hak Guna Usaha;
Hak Guna Bangunan;
Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara;
Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.
Oleh karenanya, Sertifikat HGU yang telah diterbitkan oleh menteri atau pejabat berwenang dapat dijadikan jaminan utang pada lembaga perbankan selama Sertifikat HGU tersebut dibebani dengan hak tanggungan.
Pemberian hak tanggungan hanya akan terjadi bilamana sebelumnya diadakan perjanjian pokok yang berupa perjanjian yang menimbulkan suatu hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan, sesuai dengan sifat accessoir dari perjanjian hak tanggungan. Ketentuan ini telah secara tegas dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (1) UU Hak Tanggungan, bahwa:
Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.
Jadi jika kembali ke pertanyaan Anda, meskipun secara normatif tidak disebutkan bahwa semua HGU yang telah diterbitkan oleh Menteri di bidang Agraria/Pertanahan atau pejabat yang berwenang dapat dijadikan jaminan kredit pada lembaga perbankan, namun secara tersirat hal tersebut diperbolehkan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Hak Tanggungan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
[1] Pasal 1 angka 8 PP 40/1996
[2] Pasal 8 ayat (2) PP 40/1996