Intisari :
Perbuatan penjual yang memberi judul produk yang dijual di marketplace dengan merek terkenal dapat dikatakan sebagai passing off, karena produk yang dijual berbeda dengan merek yang dicantumkan dalam judul produk di marketplace. Atas perbuatan di atas, gugatan ganti rugi dapat diajukan oleh pemilik merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan. Pemberian hak untuk mengajukan gugatan perdata berdasarkan perbuatan curang yang dilakukan oleh pihak lain dimaksudkan untuk memberikan pelindungan hukum kepada pemilik merek terkenal meskipun belum terdaftar. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Apa itu Passing Off?
Making some false representation likely to induce a person to believe that the goods or services are those of another.
Sementara menurut Black’s Law Dictionary, 9th Edition (hal. 1233) passing off didefinisikan sebagai berikut:
The act or an instance of falsely representing one's own product as that of another in an attempt to deceive potential buyers. Passing off is actionable in tort under the law ofunfair competition. It may also be actionable as trademark infringement.
Menurut hemat kami, tindakan penjual yang memberi judul produk yang dijual di marketplace dengan merek yang sudah terkenal dikatakan sebagai passing off karena produk yang dijual berbeda dengan merek yang dicantumkan dalam judul produk di marketplace. Sehingga pembeli atau calon pembeli mengira bahwa barang yang dijual sesuai dengan produk dari merek yang sudah terkenal yang dicantumkan dalam judul produk di marketplace.
Semisal, penjual mencantumkan judul produk di marketplace dengan tulisan “BAGUS Shoes” (merupakan merek terkenal), padahal yang ia jual jelas-jelas bukanlah produk seperti yang tercantum dalam judul produk di marketplace tersebut.
Merek Terkenal Berdasarkan Peraturan yang Berlaku
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi dan/atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
[1]
Istilah merek di atas meliputi:
[2]Merek dagang, adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya; dan
Merek jasa, adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
Selanjutnya, seseorang dapat memiliki
hak atas merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
[3] Hak tersebut diperoleh setelah merek terdaftar.
[4]
Kriteria penentuan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis dan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
[5]
Masyarakat yang dimaksud merupakan masyarakat konsumen atau masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi, promosi, distribusi, maupun penjualan terhadap barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh merek terkenal dimaksud.
[6]
Dalam menentukan kriteria merek sebagai merek terkenal, dilakukan dengan mempertimbangkan:
[7]tingkat pengetahuan atau pengakuan masyarakat terhadap merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan sebagai merek terkenal;
volume penjualan barang dan/atau jasa dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan merek tersebut oleh pemiliknya;
pangsa pasar yang dikuasai oleh merek tersebut dalam hubungannya dengan peredaran barang dan/atau jasa di masyarakat;
jangkauan daerah penggunaan merek;
jangka waktu penggunaan merek;
intensitas dan promosi merek, termasuk nilai investasi yang dipergunakan untuk promosi tersebut;
pendaftaran merek atau permohonan pendaftaran merek di negara lain;
tingkat keberhasilan penegakan hukum di bidang merek, khususnya mengenai pengakuan merek tersebut sebagai merek terkenal oleh lembaga yang berwenang; atau
nilai yang melekat pada merek yang diperoleh karena reputasi dan jaminan kualitas barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh merek tersebut.
Sanksi Terhadap Pelaku Passing Off
Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit mengenai passing off di UU MIG, namun perbuatan passing off sebagaimana telah dijelaskan di atas, pada intinya berhubungan dengan apa yang disebutkan di Pasal 100 UU MIG, yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
Bagaimanapun penggunaannya, passing off ini dilakukan dengan menggunakan merek terkenal milik pihak lain dengan tanpa hak, sehingga pelakunya dapat diberikan sanksi pidana jika merek terkenal tersebut telah terdaftar di Indonesia.
Tindakan passing off tersebut dapat dikatakan sebagai penipuan, karena telah menjual barang tidak sesuai dengan apa yang telah dicantumkan di iklan.
Untuk itu sanksinya diatur di Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain itu, dapat juga dijerat dengan menggunakan Pasal 378 KUHP sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Menuntut Ganti Rugi Terhadap Penggunaan Merek Terkenal
Pada dasarnya jika ada pihak yang merasa merek terdaftarnya digunakan oleh pihak lain tanpa izin, maka pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:
[8]gugatan ganti rugi; dan/atau
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Gugatan ganti rugi di atas dapat pula diajukan oleh pemilik merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan.
[9] Pemberian hak untuk mengajukan gugatan perdata berdasarkan perbuatan curang yang dilakukan oleh pihak lain dimaksudkan untuk memberikan pelindungan hukum kepada pemilik merek terkenal meskipun belum terdaftar.
[10]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Bryan A. Garner. 2009. Black’s Law Dictionary 9th Edition, Minnesota: West Publishing Co.
[1] Pasal 1 angka 1 UU MIG
[2] Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 1 angka 2 dan angka 3 UU MIG
[3] Pasal 1 angka 5 UU MIG
[5] Pasal 18 ayat (1) Permenkumham 67/2018
[6] Pasal 18 ayat (2) Permenkumham 67/2018
[7] Pasal 18 ayat (3) Permenkumham 67/2018
[8] Pasal 83 ayat (1) dan ayat (3) UU 20/2016
[9] Pasal 83 ayat (2) UU 20/2016
[10] Penjelasan Pasal 83 ayat (2) UU 20/2016