KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Bagi Gubernur yang Ikut Serta dalam Kampanye Pilpres

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Ketentuan Bagi Gubernur yang Ikut Serta dalam Kampanye Pilpres

Ketentuan Bagi Gubernur yang Ikut Serta dalam Kampanye Pilpres
Abi Jam'an Kurnia, S.H. Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Bagi Gubernur yang Ikut Serta dalam Kampanye Pilpres

PERTANYAAN

Bolehkah Gubernur di suatu provinsi melakukan kampanye dengan menunjukkan dukungannya terhadap salah satu pasangan Capres dan Cawapres dengan cara mengancungkan jari sesuai nomor urut? Apakah ada peraturannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pada dasarnya Gubernur bukanlah merupakan pihak yang dilarang untuk ikut serta dalam kampanye pemilu, namun tetap ada aturan yang harus diperhatikan. Gubernur diperbolehkan melakukan kampanye pemilu untuk mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada saat diberikan cuti di luar tanggungan negara atau pada hari libur.
     
    Apa ketentuan lainnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Pada dasarnya Gubernur bukanlah merupakan pihak yang dilarang untuk ikut serta dalam kampanye pemilu, namun tetap ada aturan yang harus diperhatikan. Gubernur diperbolehkan melakukan kampanye pemilu untuk mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada saat diberikan cuti di luar tanggungan negara atau pada hari libur.
     
    Apa ketentuan lainnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kampanye Pemilu
    Pertama-tama perlu dipahami definisi kampanye dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”) sebagai berikut :
     
    Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
     
    Kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab serta dilaksanakan secara serentak antara kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan kampanye pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).[1]
     
    Kampanye pemilu dilaksanakan oleh pelaksana kampanye dan kampanye pemilu diikuti oleh peserta kampanye.[2]
     
    Pelaksana kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden terdiri atas:[3]
    1. pengurus partai politik atau gabungan partai politik pengusul,
    2. orang-seorang, dan
    3. organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
     
    Kampanye Pemilu dapat dilakukan melalui:[4]
    1. pertemuan terbatas;
    2. pertemuan tatap muka;
    3. penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum;
    4. pemasangan alat peraga di tempat umum;
    5. media sosial;
    6. iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet;
    7. rapat umum;
    8. debat Pasangan Calon tentang materi Kampanye Pasangan Calon; dan
    9. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Pihak yang Dilarang Ikut Serta dalam Kampanye Pemilu
    Terdapat aturan mengenai pihak-pihak yang dilarang untuk diikutsertakan dalam kampanye pemilu dalam Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi:
     
    Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan:
    1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
    2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
    3. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
    4. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
    5. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
    6. aparatur sipil negara;
    7. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
    8. kepala desa;
    9. perangkat desa;
    10. anggota badan permusyawaratan desa; dan
    11. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.
     
    Pelanggaran terhadap larangan ketentuan di atas huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j merupakan tindak pidana pemilu.[5]
     
    Gubernur Ikut Serta dalam Kampanye Pemilu
    Pada daftar pihak-pihak yang dilarang ikut serta dalam kampanye pemilu di atas memang tidak disebutkan bahwa Gubernur (pejabat negara)[6] merupakan pihak yang dilarang untuk ikut serta dalam kampanye pemilu.
     
    Pasal 299 ayat (2) dan (3) UU Pemilu mengatur bahwa pajabat negara lainnya (termasuk Gubernur) yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye. Selain itu pejabat negara lainnya (termasuk gubernur) yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat juga melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:
    1. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
    2. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (“KPU”); atau
    3. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
     
    Jadi pada dasarnya Gubernur (sebagai pejabat negara) boleh saja ikut serta dalam kampanye dan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 281 UU Pemilu sebagai berikut:
     
    1. Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
      1. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
      2. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
    2. Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
    3. Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.
     
    Ketentuan lebih lanjut mengenai kampanye pemilu oleh Gubernur (pejabat negara) ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri Dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum (“PP 32/2018”) dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum (“Peraturan KPU 23/2018”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum dan terakhir kali diubah oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
     
    Cuti bagi Gubernur untuk Kampenye Pemilu
    Gubernur dan wakil gubernur sebagai anggota tim kampanye dan/atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Presiden.[7]
     
    Cuti tersebut diberikan setelah diajukan permintaan oleh pejabat yang bersangkutan, permintaan tersebut memuat:[8]
    • jadwal dan jangka waktu kampanye pemilu; dan
    • tempat dan/atau lokasi kampaye pemilu.
    Permintaan cuti diajukan paling lambat 12 (dua belas) hari kerja sebelum pelaksanaan kampanye pemilu.[9]
     
    Cuti bagi gubernur atau wakil gubernur yang melaksanakan kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa kampanye.[10]
     
    Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud di atas.[11]
     
    Gubernur yang melanggar aturan mengenai cuti untuk kampanye pemilu sebagaimana disebutkan di atas, dikenai sanksi berupa larangan mengikuti atau menghadiri kegiatan kampanye.[12]
     
    Larangan Menggunakan Fasilitas Negara
    Dalam melaksanakan kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara berupa:[13]
    1. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
    2. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
    3. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan
    4. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
     
    Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud di atas yang disewakan kepada umum dikecualikan dari larangan menggunakan fasilitas negara.[14]
     
    Jadi menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya Gubernur bukanlah merupakan pihak yang dilarang untuk ikut serta dalam kampanye pemilu, namun tetap ada aturan yang harus diperhatikan. Gubernur diperbolehkan melakukan kampanye pemilu untuk mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada saat diberikan cuti di luar tanggungan negara atau pada hari libur.
     
    Hal senada juga disampaikan oleh Anggota MPR RI, Nasir Djamil dalam artikel Kendala Psikologis Bagi Kepala Daerah dalam Pilpres, dimana seorang kepala daerah diperbolehkan berkampanye satu hari dalam seminggu dan hari libur. Itupun harus mengajukan cuti untuk melakukan kampanye capres yang didukungnya.
     
    Sebagai referensi tentang kampanye pemilu, Anda juga dapat baca artikel Pidana Jika Kampanye Pemilu di Tempat Terlarang.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
     

    [1] Pasal 267 UU Pemilu
    [2] Pasal 268 UU Pemilu
    [3] Pasal 269 ayat (1) UU Pemilu
    [4] Pasal 275 ayat (1) UU Pemilu
    [5] Pasal 280 ayat (4) UU Pemilu
    [6] Pasal 122 huruf l Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
    [7] Pasal 303 ayat (1) UU Pemilu jo. Pasal 35 ayat (1) huruf b PP 32/2018 dan Pasal 62 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan KPU 23/2018
    [8] Pasal 35 ayat (2) PP 32/2018
    [9] Pasal 35 ayat (3) PP 32/2018
    [10] Pasal 303 ayat (2) UU Pemilu jo. Pasal 36 ayat (1) PP 32/2018 dan Pasal 62 ayat (4) Peraturan KPU 23/2018
    [11] Pasal 303 ayat (3) UU Pemilu jo. Pasal 36 ayat (2) PP 32/2018 dan Pasal 62 ayat (5) Peraturan KPU 23/2018
    [12] Pasal 75 ayat (1) Peraturan KPU 23/2018
    [13] Pasal 304 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu jo. Pasal 64 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan KPU 23/2018
    [14] Pasal 304 ayat (3) UU Pemilu jo. Pasal 64 ayat (3) Peraturan KPU 23/2018

    Tags

    debat capres
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!