Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Alasan Mengapa Riba Dilarang dalam Perbankan Syariah

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Alasan Mengapa Riba Dilarang dalam Perbankan Syariah

Alasan Mengapa Riba Dilarang dalam Perbankan Syariah
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Alasan Mengapa Riba Dilarang dalam Perbankan Syariah

PERTANYAAN

Tolong jelaskan mengenai riba. Mengapa dilarang dalam perbankan syariah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).
     
    Perbankan syariah di Indonesia melarang adanya riba sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah karena riba bertentangan dengan ajaran Islam, sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip Islam (prinsip syariah) dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Selain itu, perbankan syariah dalam menjalankan kegiatannya harus tetap berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah). Riba yang sudah menjadi tradisi yang jamak terjadinya di antara masyarakat sebelum masa Islam terbukti telah membahayakan bagi masyarakat dan untuk itulah maka Islam melarangnya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).
     
    Perbankan syariah di Indonesia melarang adanya riba sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah karena riba bertentangan dengan ajaran Islam, sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip Islam (prinsip syariah) dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Selain itu, perbankan syariah dalam menjalankan kegiatannya harus tetap berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah). Riba yang sudah menjadi tradisi yang jamak terjadinya di antara masyarakat sebelum masa Islam terbukti telah membahayakan bagi masyarakat dan untuk itulah maka Islam melarangnya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Riba
    Riba menurut Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”), yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).
     
    Riba menurut In M. Umer Chapra yang dikutip dari buku Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam (hal. 43) berarti tambahan (al-ziyadah), dan secara istilah diartikan sebagai sebuah tambahan dalam satu atau dua persamaan yang homogen (sejenis) yang dilakukan pertukaran, dimana tambahan tersebut tanpa disertai sebuah imbalan (an increase in one of two homogeneous equivalents being exchanged without this increase accompanied by a return).
     
    Masih dari sumber yang sama, dalam pengertian kekinian, hal ini terkait dengan suku bunga yang diterapkan dalam perbankan, sebagian besar (Jumhur) ulama secara bulat menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk riba yang dilarang oleh Islam. Jika bunga dari bank merupakan bentuk riba, maka rente sudah jelas juga dinilai sebagai bentuk riba.
     
    Menurut Abu Al-A’la Al-Mawdudiy dan In M. Umer Chapra, dikutip dari buku yang sama oleh Agus Triyanta (hal. 43-44) terdapat dua jenis riba, yaitu:
    1. Riba al-nasi’ah, yaitu adanya tambahan dalam pengembalian untuk pertukaran objek hanya dikarenakan adanya penundaan. Tambahan tersebut tidak hanya dalam bentuk uang namun juga dalam pengertian kualitas maupun jumlahnya.
    2. Riba al-fadhl, yaitu adanya kenaikan dalam pertukaran dari dua buah objek yang sama dari dua belah pihak, di mana keduanya sama-sama memegang kepemilikan objek yang dipertukarakan. Terjadinya kenaikan dalam kasus ini tidak terkait adanya penundaan.
     
    Masih dari buku Agus Triyanta (hal.44), beberapa ahli hukum Islam seperti Ibn Qayyim- al-Jauziyah menambahkan jenis ketiga untuk riba, dikenal dengan riba jahiliyyah, yaitu riba yang muncul semenjak masa sebelum Islam yang diwujudkan berupa sang pemberi pinjaman/lender meminta riba kepada peminjam dalam tanggal jatuh temponya, ketika dia ingin menyelesaikan hutangnya atau menambah pinjaman lebih banyak lagi.
     
    Larangan Riba dalam Perbankan Syariah
    Menurut Pasal 1 angka 1 UU 21/2008, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
     
    Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.[1] Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.[2]
     
    Berdasarkan pengertian riba di atas, jelas bahwa Islam melarang segala bentuk riba.
     
    Prinsip perbankan syariah yang merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil.[3]
     
    Secara normatif, hukum perbankan syariah di Indonesia melarang bank umum syariah, unit usaha syariah, dan bank pembiayaan rakyat syariah untuk melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah (termasuk riba) dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.[4]
     
    Larangan riba dalam perbankan syariah juga dibenarkan oleh Agus Triyanta (hal. 44), riba yang sudah menjadi tradisi yang jamak terjadinya di antara masyarakat sebelum masa Islam terbukti telah membahayakan bagi masyarakat, dan untuk itulah maka Islam melarangnya. Larangan Islam terhadap kegiatan ekonomi yang tidak adil ini secara terang benderang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini sama mirip dengan sifat Al-Qur’an yang diturunkan tahap demi tahap (tadrijiyah) di mana ayat terkait dengan larangan riba juga diturunkan secara tahap demi tahap. Pertama, wahyu yang terkait hal ini adalah QS Ar-Rum: 39. Kedua, QS An-Nisa: 161. Ketiga, QS Al-Imran: 130-132, Keempat, QS Al-Baqarah: 275-281.
     
    Jadi menjawab pertanyaan Anda, perbankan syariah di Indonesia melarang adanya riba, karena riba bertentangan dengan ajaran Islam, sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip Islam (prinsip syariah) dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Selain itu, perbankan syariah dalam menjalankan kegiatannya tetap berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).[5]
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
     
    Referensi:
    Agus Triyanta. 2016. Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam. Malang: Setara Press.
     

    [1] Pasal 1 angka 7 dan Pasal 18 UU 21/2008
    [2] Pasal 2 UU 21/2008
    [3] Penjelasan Umum UU 21/2008
    [4] Pasal 24 ayat (1) huruf a, Pasal 24 ayat (2) huruf (a), dan Pasal 25 huruf a UU 21/2008.
    [5] Penjelasan Pasal 3 UU 21/2008

    Tags

    bank syariah
    bank umum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!