Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Orang yang Masuk DPO Melaporkan Tindak Pidana Lain yang Dialaminya?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Orang yang Masuk DPO Melaporkan Tindak Pidana Lain yang Dialaminya?

Bisakah Orang yang Masuk DPO Melaporkan Tindak Pidana Lain yang Dialaminya?
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Orang yang Masuk DPO Melaporkan Tindak Pidana Lain yang Dialaminya?

PERTANYAAN

Apakah seseorang yg telah ditetapkan sebagai tersangka yang masuk dalam DPO oleh salah satu polres dapat membuat laporan telah terjadi tindak pidana penganiayaan kepada dirinya ke polres yang lain?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Seseorang dikatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (“DPO”) apabila ia sebagai tersangka telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, oleh sebab itu maka ia dapat dicatat di dalam DPO dan dibuatkan Surat Pencarian Orang dan polisi berhak untuk menangkapnya.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban berhak untuk melaporkan peristiwa pidana pada pihak berwenang termasuk orang yang masuk dalam DPO. Polisi tetap harus menerima laporan dari tersangka DPO tersebut (dalam hal ini peristiwa pidana penganiayaan yang dialaminya).
     
    Tetapi perlu diingat bahwa jika seseorang tersangka yang masuk dalam DPO, kemudian ia mendatangi kantor polisi (dalam hal ini melaporkan suatu tindak pidana yang ia alami), maka ia dapat dikatakan telah menyerahkan diri dan polisi berhak menangkapnya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Seseorang dikatakan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (“DPO”) apabila ia sebagai tersangka telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, oleh sebab itu maka ia dapat dicatat di dalam DPO dan dibuatkan Surat Pencarian Orang dan polisi berhak untuk menangkapnya.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban berhak untuk melaporkan peristiwa pidana pada pihak berwenang termasuk orang yang masuk dalam DPO. Polisi tetap harus menerima laporan dari tersangka DPO tersebut (dalam hal ini peristiwa pidana penganiayaan yang dialaminya).
     
    Tetapi perlu diingat bahwa jika seseorang tersangka yang masuk dalam DPO, kemudian ia mendatangi kantor polisi (dalam hal ini melaporkan suatu tindak pidana yang ia alami), maka ia dapat dikatakan telah menyerahkan diri dan polisi berhak menangkapnya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Melaporkan Tindak Pidana Pada Polisi
    Definisi laporan dapat kita lihat di dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu:
     
    Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
     
    Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu merupakan suatu tindak pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan apakah peristiwa tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.[1] Kita sebagai orang yang melihat suatu tindak kejahatan memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.
     
    Perlu diketahui bahwa setiap orang (yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban) memiliki hak untuk melaporkan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 108 ayat (1) KUHAP, yakni:
     
    Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
     
    Ulasan selengkapnya tentang prosedur melaporkan tindak pidana ke polisi dapat Anda simak dalam artikel Prosedur Melaporkan Peristiwa Pidana ke Kantor Polisi.
     
    Apakah Orang yang Ditetapkan dalam DPO Dapat Membuat Laporan?
    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa tindak pidana yang hendak dilaporkan oleh tersangka yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (“DPO”) tersebut adalah tindak pidana (penganiayaan) yang berbeda dengan yang disangkakan pada tersangka tersebut.
     
    Seseorang dikatakan masuk dalam DPO apabila ia sebagai tersangka telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, oleh sebab itu maka ia dapat dicatat di dalam DPO dan dibuatkan Surat Pencarian Orang.[2]
     
    Penyidik dalam penyidikan, dapat melakukan penangkapan tersangka yang masuk dalam DPO.[3] Mengenai penangkapan, dijelaskan dalam Pasal 17 KUHAP sebagai berikut:
     
    Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
     
    KUHAP dengan tegas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14 KUHAP. Pasal 17 KUHAP ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.[4]
     
    Jadi, bicara soal Pasal 17 KUHAP, maka pasal ini tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1 butir 14 KUHAP yang berbunyi:
     
    Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
     
    Merujuk pada Pasal 17 beserta penjelasannya, tidak ada ketentuan yang eksplisit menyebutkan apa saja bukti permulaan yang cukup itu. Namun kemudian, dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
     
    Selengkapnya simak artikel Arti “Bukti Permulaan yang Cukup” dalam Hukum Acara Pidana.
     
    Oleh karena itu, pada dasarnya jika seorang tersangka yang masuk dalam DPO maka ia telah disangkakan telah melakukan tindak pidana yang didukung dengan minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban berhak untuk melaporkan peristiwa pidana pada pihak berwenang termasuk orang yang masuk dalam DPO. Polisi tetap harus menerima laporan dari tersangka DPO tersebut (dalam hal ini peristiwa pidana penganiayaan yang dialaminya).[5]
     
    Tetapi perlu diingat bahwa jika seseorang tersangka yang masuk dalam DPO, kemudian ia mendatangi kantor polisi (dalam hal ini melaporkan suatu tindak pidana yang ia alami), maka ia dapat dikatakan telah menyerahkan diri dan polisi berhak menangkapnya.
     
    Dengan demikian, polisi dapat dikatakan telah menemukan tersangkanya, dalam hal tersangka dan/atau orang yang dicari sudah ditemukan atau tidak diperlukan lagi dalam penyidikan maka wajib dikeluarkan pencabutan DPO.[6]
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

    [1] Pasal 1 angka 5 KUHAP
    [2] Pasal 31 ayat (1) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkapolri 14/2012”).
    [3] Pasal 10 ayat (1) huruf b angka 66 Perkapolri 14/2012
    [4] Penjelasan Pasal 17 KUHAP
    [5] Pasal 108 ayat (6) KUHP
    [6] Pasal 31 ayat (4) Perkapolri 14/2012

    Tags

    penjara
    laporan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!