Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Akta Kelahiran sebagai Bukti Perkawinan yang Sah

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Akta Kelahiran sebagai Bukti Perkawinan yang Sah

Akta Kelahiran sebagai Bukti Perkawinan yang Sah
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Akta Kelahiran sebagai Bukti Perkawinan yang Sah

PERTANYAAN

Dapatkah sebuah pernikahan dibuktikan dengan hanya dengan akta kelahiran seorang anak? Pasalnya pernikahan orang tua si anak pada tahun 1970an telah menikah resmi, dan pada pernikahan orang tua si anak tersebut telah terjadi perceraian sah di pengadilan agama tahun 1987. Dan sekarang si ayah sudah meninggal dan si ibu telah menikah lagi. Akta cerai si ibu tidak ada lagi, sudah dilacak ke KUA dan pengadilan agama bersangkutan tidak ditemukan lagi, disebabkan faktor buruknya pengarsipan pada zaman dahulu. Apakah akta kelahiran ini bisa dijadikan alat bukti pernikahan orang tuanya tersebut? Atau ada hal lain yg dapat dilakukan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Akta kelahiran bisa dijadikan sebagai alat pembuktian bahwa telah terjadi pernikahan pada masa yang dimaksud (dalam kasus Anda berarti 1970an-1987) karena Anda dilahirkan akibat perkawinan yang sah. Jika akta kelahiran ditujukan untuk pembuktian bahwa telah terjadi perkawinan dalam permasalahan pada perkara perdata, maka kedudukan akta tersebut adalah paling tinggi dalam derajat pembuktian hukum acara perdata.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Akta kelahiran bisa dijadikan sebagai alat pembuktian bahwa telah terjadi pernikahan pada masa yang dimaksud (dalam kasus Anda berarti 1970an-1987) karena Anda dilahirkan akibat perkawinan yang sah. Jika akta kelahiran ditujukan untuk pembuktian bahwa telah terjadi perkawinan dalam permasalahan pada perkara perdata, maka kedudukan akta tersebut adalah paling tinggi dalam derajat pembuktian hukum acara perdata.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
     
    Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.[1] Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[2]
     
    Selanjutnya, dasar pencatatan akta kelahiran secara komprehensif baru ada di tahun 2006, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”). Lalu dalam perjalanannya, UU Adminduk diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”).
     
    Jauh sebelum berlakunya UU Adminduk dan perubahannya, tentang akta kelahiran mengacu ke UU Perkawinan. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) UU Perkawinan, yang berbunyi:
     
    Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
     
    Berkaitan dengan akta kelahiran, UU Perkawinan menentukan bahwa kejelasan status anak dilihat dari perkawinan sah yang telah terjadi, hal itu disebutkan di Pasal 42 UU Perkawinan sebagai berikut:
     
    Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
     
    Apabila melihat UU Adminduk dan perubahannya, akta kelahiran dapat dijadikan dasar pembuktian pernikahan, terkait keabsahan anak, semua dokumen kependudukan yang telah diterbitkan atau yang telah ada pada saat UU Adminduk diundangkan (2006) dinyatakan tetap berlaku menurut UU ini. Namun hal itu dikecualikan untuk Kartu Keluarga (“KK”) dan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) sampai dengan batas waktu berlakunya atau diterbitkannya KK dan KTP yang sesuai dengan ketentuan dalam UU ini.[3]
     
    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, akta kelahiran bisa dijadikan sebagai alat pembuktian bahwa telah terjadi pernikahan pada masa yang dimaksud (dalam kasus Anda berarti 1970an-1987), karena Anda dilahirkan akibat perkawinan yang sah.
     
    Anda tidak menjelaskan pembuktian apa yang dimaksud. Jika akta kelahiran ditujukan untuk pembuktian bahwa telah terjadi perkawinan dalam permasalahan pada perkara perdata, maka dapat merujuk Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang bunyinya:
     
    Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
     
    Adapun kekuatan akta sebagai bukti tertulis menjadi derajat pembuktian paling tinggi dalam hukum acara perdata.[4]
     
    Simak juga artikel Apa yang Harus Dilakukan Jika Akta Kelahiran Hilang?
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    [1] Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan
    [2] Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan
    [3] Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Adminduk
    [4] Pasal 1866 KUHPer jo. Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) (S. 1941-44)

    Tags

    hukumonline
    sah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!