Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kewajiban Pemerintah Memberitahukan Rencana Pembangunan Jalan ke Masyarakat

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Kewajiban Pemerintah Memberitahukan Rencana Pembangunan Jalan ke Masyarakat

Kewajiban Pemerintah Memberitahukan Rencana Pembangunan Jalan ke Masyarakat
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kewajiban Pemerintah Memberitahukan Rencana Pembangunan Jalan ke Masyarakat

PERTANYAAN

Rumah saya berada tepat di depan jalan umum tetapi bukan di jalan raya yang besar. Tiba-tiba ada pelebaran jalan tepat di depan rumah saya pas. Apakah setiap ada pelebaran jalan tidak ada aturan bahwa pemilik rumah diberitahu tentang proyek ini? Apakah pemilik rumah berhak meminta ganti rugi atas perusakan paving di depan rumahnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pemerintah wajib memberitahukan maksud pengadaan tanah untuk pembangunan jalan umum kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
     
    Dalam pengadaan tanah, pemerintah wajib memberikan ganti rugi pada masyarakat yang berhak (mempunyai tanah) dan dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak tanah tersebut.
     
    Bagaimana jika pengadaan tanah dilakukan tanpa melalui proses pemberitahuan, musyawarah, dan penetapan ganti kerugian seperti dalam pertanyaan Anda? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Pemerintah wajib memberitahukan maksud pengadaan tanah untuk pembangunan jalan umum kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
     
    Dalam pengadaan tanah, pemerintah wajib memberikan ganti rugi pada masyarakat yang berhak (mempunyai tanah) dan dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak tanah tersebut.
     
    Bagaimana jika pengadaan tanah dilakukan tanpa melalui proses pemberitahuan, musyawarah, dan penetapan ganti kerugian seperti dalam pertanyaan Anda? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pengadaan Tanah untuk Pelebaran Jalan
    Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi pelebaran jalan terhadap jalan umum yang Anda maksud termasuk kedalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang digunakan untuk pembangunan, hal itu disebutkan Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”).
     
    Pasal 10 UU 2/2012:
     
    Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan:
    1. …;
    2. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
     
    Dalam menyelanggarakan kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah (“Pemda”) menjamin tersedianya pendanaan dan tanah untuk kepentingan umum.[1]
     
    Berarti untuk melebarkan jalan umum perlu ada pengadaan tanah yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemda.[2] Nantinya Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pelebaran jalan tersebut dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”), Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), atau Badan Usaha Swasta (“Swasta”).[3]
     
    Pemerintah dalam menyelenggarakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum jalan harus melalui tahapan berikut:[4]
    1. perencanaan;
    2. persiapan;
    3. pelaksanaan; dan
    4. penyerahan hasil.
     
    Kewajiban Memberitahukan Pelebaran Jalan ke Masyarakat
    UU 2/2012 menyebutkan pemberitahuan rencana pembangunan untuk kepentingan umum sebagai langkah awal pada tahapan persiapan pengadaan tanah yang dilakukan berdasarkan dokumen perencanaan.[5] Hal itu disebutkan dalam Pasal 16 UU 2/2012:
     
    Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 melaksanakan:
    1. pemberitahuan rencana pembangunan;
    2. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan
    3. Konsultasi Publik rencana pembangunan.
     
    Dokumen perencanaan pengadaan tanah tersebut, yang paling sedikit memuat:[6]
    1. maksud dan tujuan rencana pembangunan;
    2. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah;
    3. letak tanah;
    4. luas tanah yang dibutuhkan;
    5. gambaran umum status tanah;
    6. perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
    7. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
    8. perkiraan nilai tanah; dan
    9. rencana penganggaran.
     
    Pemberitahuan rencana pembangunan tersebut disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Penyampaian itu dilakukan baik langsung maupun tidak langsung.[7]
     
    Pemberitahuan secara langsung antara lain melalui sosialisasi, tatap muka, atau surat pemberitahuan. Dan pemberitahuan secara tidak langsung antara lain melalui media cetak atau media elektronik.[8]
     
    Jadi menjawab pertanyaan pertama Anda, pemerintah memang memiliki kewajiban untuk memberitahukan rencana pembangunan. Namun sayangnya tidak ada sanksi apabila pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya tersebut (memberitahukan pada masyarakat mengenai rencana pembangunan).
     
    Pemilik Rumah Bisa Meminta Ganti Rugi atas Pelebaran Jalan
    Apakah pemilik rumah berhak meminta ganti rugi atas pembangunan jalan di depan rumahnya? Menjawab pertanyaan Anda berikut ulasannya:
     
    Pada dasarnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.[9]
     
    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Langkah Hukum Bila Tak Sepakat Besaran Ganti Rugi Pembebasan Tanah, dijelaskan bahwa penilaian besarnya nilai ganti kerugian atas tanah yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditetapkan oleh penilai. Penilai ini ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan.[10]
     
    Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh penilai tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian.[11] Musyawarah untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian tersebut dilakukan antara Lembaga Pertanahan dengan pihak yang berhak[12] atas ganti rugi dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan.[13] Pelaksanaan musyawarah ini dilaksanakan dengan mengikutsertakan Instansi yang memerlukan tanah.[14]
     
    Besarnya nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian oleh penilai disampaikan kepada ketua pelaksana pengadaan tanah dengan berita acara penyerahan hasil penilaian.[15] Penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik tersebut.[16]
     
    Jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.[17] Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.[18]
     
    Namun dalam hal pihak yang keberatan dengan putusan pengadilan negeri, maka pihak yang keberatan tersebut, dalam waktu paling lama 14 hari kerja, dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.[19] Selanjutnya, Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.[20]
     
    Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.[21]
     
    Jika pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu yang telah ditetapkan, maka karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian hasil musyawarah.[22]
     
    Melihat kasus Anda, berarti seharusnya pemerintah melakukan mekanisme pengadaan tanah beserta penetapan ganti kerugian berdasarkan kesepakatan sebagaimana dijelaskan di atas. Nilai ganti kerugian sebenarnya banyak bentuknya, hal ini diatur di Pasal 25 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah (“Peraturan Kepala BPN 5/2012”) adapun bentuknya berupa:
    1. uang;
    2. tanah pengganti;
    3. pemukiman kembali;
    4. kepemilikan saham; atau
    5. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
     
    Namun di sini pemberian ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak oleh pihak yang berhak.[23] Berbeda halnya dengan yang Anda alami, nampaknya Anda tidak mengetahui pemberitahuan bahwa akan ada pembangunan jalan umum. Seharusnya ada upaya dari pemerintah untuk memberitahukan bahwa adanya pembangunan jalan dan tanah Anda akan terkena dampaknya sehingga pemerintah akan mengadakan tanah dan memberikan ganti rugi yang layak. Akan tetapi, mengingat ganti rugi dalam pengadaan tanah harus dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak, dengan demikian ganti rugi yang dimaksud Peraturan Kepala BPN 5/2012 tidak dapat diberikan kepada Anda.
     
    Anda bisa saja menggugat pemerintah dengan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (“PMH”) dikarenakan pemerintah tidak menjalankan prosedur yang benar dalam melaksanakan proses pengadaan tanah. (Baca artikel: Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa).
     
    Namun harus dipastikan bahwa paving yang dimaksud adalah benar bagian dari tanah rumah Anda (dibuktikan dengan sertifikat tanah). Jika paving yang dirusak tidak termasuk tanah Anda, maka tidak dapat mengajukan gugatan PMH.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
    2. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum kemudian diubah kedua kalinya oleh Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang kemudian diubah lagi oleh Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta terakhir diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
     
     

    [1] Pasal 4 UU 2/2012
    [2] Pasal 11 ayat (1) UU 2/2012
    [3] Pasal 12 ayat (1) UU 2/2012
    [4] Pasal 13 UU 2/2012
    [5] Pasal 16 huruf a UU 2/2012
    [6] Pasal 15 ayat (1) UU 2/2012
    [7] Pasal 17 UU 2/2012
    [8] Penjelasan Pasal 17 UU 2/2012
    [9] Pasal 9 ayat (2) UU 2/2012
    [10] Pasal 33 jo. Pasal 32 dan Pasal 31 UU 2/2012
    [11] Pasal 34 ayat (1) UU 2/2012 dan Pasal 66 ayat (1) dan (4) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“Perpres 71/2012”)
    [12] Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah (Pasal 1 angka 3 UU 2/2012)
    [13] Pasal 37 ayat (1) UU 2/2012 dan Pasal 68 ayat (1) Perpres 71/2012
    [14] Pasal 68 ayat (2) Perpres 71/2012
    [15] Pasal 66 ayat (3) Perpres 71/2012
    [16] Pasal 63 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
    [17] Pasal 38 ayat (1) UU 2/2012 dan Pasal 73 ayat (1) Perpres 71/2012
    [18] Pasal 38 ayat (2) UU 2/2012 dan Pasal 73 ayat (2) Perpres 71/2012
    [19] Pasal 38 ayat (3) UU 2/2012 dan Pasal 73 ayat (3) Perpres 71/2012
    [20] Pasal 38 ayat (4) UU 2/2012 dan Pasal 73 ayat (4) Perpres 71/2012
    [21] Pasal 38 ayat (5) UU 2/2012
    [22] Pasal 39 UU 2/2012
    [23] Pasal 27 ayat (1) Peraturan Kepala BPN 5/2012

    Tags

    pertanahan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!