Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Hukum Bagi Polisi yang ‘Meloloskan’ Tahanan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Hukum Bagi Polisi yang ‘Meloloskan’ Tahanan

Jerat Hukum Bagi Polisi yang ‘Meloloskan’ Tahanan
Yudha Khana Saragih, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Jerat Hukum Bagi Polisi yang ‘Meloloskan’ Tahanan

PERTANYAAN

Bagaimana jika pihak Kepolisian sengaja maupun tidak sengaja meloloskan tahanan yang sudah di dalam sel tahanan? Apakah ada landasan hukumnya untuk menuntut instansi terkait?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Polisi yang dengan sengaja atau tidak sengaja melepaskan tahanan dapat dijerat dengan Pasal 426 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu polisi tersbut juga terancam dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin atau bahkan dapat diberhentikan dengan tidak hormat melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia apabila telah dijatuhi pidana berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Polisi yang dengan sengaja atau tidak sengaja melepaskan tahanan dapat dijerat dengan Pasal 426 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu polisi tersbut juga terancam dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin atau bahkan dapat diberhentikan dengan tidak hormat melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia apabila telah dijatuhi pidana berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Penahanan oleh Kepolisian
    Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada polisi selaku penegak hukum (penyidik) antara lain adalah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup yakni minimal dua alat bukti.[1]
     
    Menurut Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
     
    Setidaknya ada beberapa alasan yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terhadap tersangka yakni dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.[2]
     
    Polisi sebagai penyidik diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang yaitu selama 20 hari dan dapat diperpanjang selama 40 hari.[3]
     
    Ulasan selengkapnya mengenai penahanan tersangka dan jangka waktunya dapat Anda simak dalam artikel Jangka Waktu Maksimal Penahanan di Kepolisian.
     
    Jika Polisi Sengaja atau Lalai Meloloskan Tahanan
    Jika polisi dengan sengaja (dolus) meloloskan tahanan tanpa alasan yang sah atau polisi lalai (culpa) dalam menjalankan tugasnya sehingga tahanan berhasil melarikan diri, maka dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 426 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
     
    1. Seorang pejabat yang diberi tugas menjaga orang yang dirampas kemerdekaannya atas perintah penguasa umum atau atas putusan atau ketetapan pengadilan, dengan sengaja membiarkan orang itu melarikan diri atau dengan sengaja melepaskannya, atau memberi pertolongan pada waktu dilepas atau melarikan diri, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
    2. Jika orang itu lari, dilepaskan, atau melepaskan diri karena kesalahan (kealpaan), maka yang bersangkutan diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
     
    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 289) menjelaskan bahwa Pasal 426 tidak hanya mengancam polisi yang sengaja (dolus) melepaskan tahanan, melainkan juga polisi yang karena salahnya (culpa) melepaskan. Misalnya agen polisi menjaga orang tahanan, tertidur sehingga orang tahanan itu melarikan diri.
     
    Berdasarkan kasus di atas, oknum polisi yang terbukti secara hukum dengan sengaja membantu atau melepaskan tahanan dapat diancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, sedangkan jika tahanan berhasil melarikan diri karena faktor kelalaian atau kelengahan petugas/pejabat kepolisian, maka polisi yang bersangkutan diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau pidana denda paling banyak Rp  4,5 juta (berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, pidana denda dalam KUHP dikalikan 1000 kali).
     
    Sanksi Berdasarkan Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian
    Jika tindakan polisi tersebut dikaitkan dengan Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ("PP 2/2003"), perbuatan polisi yang dengan sengaja ataupun karena kelalaiannya melepaskan tahanan dianggap sebagai pelanggaran dan dapat dikategorikan tidak melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab berdasarkan Pasal 4 huruf d PP 2/2003.
     
    Anggota polisi yang ternyata melakukan pelanggaran peraturan disiplin dalam PP 2/2003 ini dapat dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.[4]
     
    Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik, sedangkan hukuman disiplin berupa:[5]
    1. teguran tertulis;
    2. penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;
    3. penundaan kenaikan gaji berkala;
    4. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun;
    5. mutasi yang bersifat demosi;
    6. pembebasan dari jabatan;
    7. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.
     
    Apabila pejabat kepolisian tersebut telah diproses secara hukum dan dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap/in kracht, maka berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 1/2003”) polisi tersebut dapat diberhentikan tidak dengan hormat setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia.[6]
     
    Ulasan selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Proses Hukum Oknum Polisi yang Melakukan Tindak Pidana.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
     
    Referensi:
    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea.
     
     

    [1] Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014
    [2] Pasal 21 ayat (1) KUHAP
    [3] Pasal 24 ayat (1) dan (2) KUHAP
    [4] Pasal 7 PP 2/2003
    [5] Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 PP 2/2003
    [6] Pasal 12 ayat (2) PP 1/2003

    Tags

    penahanan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!